Liputan6.com, Jakarta - TikTok diduga melanggar aturan aplikasi App Store, di mana platform video tersebut mengizinkan beberapa pengguna untuk membeli koinnya langsung dari situs web-nya.
TikTok rupanya menawarkan opsi ke beberapa pengguna iOS untuk mencoba isi ulang koin di tiktok.com untuk menghindari biaya layanan dalam aplikasi, yaitu komisi pembelian Apple sebesar 30 persen.
Advertisement
Menurut foto yang dibagikan di X (sebelumnya Twitter) oleh David Tesler dengan akun @getdavenow, salah satu pendiri aplikasi Sendit, TikTok mengajak pengguna untuk menghemat sekitar 25 persen saat membeli koin (digunakan untuk memberi tip kepada pembuat konten) berkat biaya layanan pihak ketiga yang lebih rendah.
Mereka kemudian dapat menggunakan Apple Pay, PayPal, dan kartu kredit atau debit untuk menyelesaikan transaksi. Demikian sebagaimana dikutip dari Engadget, Jumat (3/5/2024).
"TikTok mungkin akan dilarang dari App Store minggu depan," cuit @getdavenow.
"Mengapa? Sepertinya mereka menghindari biaya Apple dengan mengarahkan pengguna untuk membeli koin melalui metode pembayaran eksternal," sambungnya.
Tidak jelas mengapa hanya beberapa pengguna yang punya akses terhadap navigasi ini. Salah satu hipotesisnya adalah fitur tersebut diaktifkan untuk individu yang sebelumnya membeli koin dalam jumlah besar.
Tindakan Tegas Apple
Sebelumya, Apple secara khusus mengeluarkan Fortnite dari toko aplikasinya pada tahun 2020 setelah Epic Games memperkenalkan diskon dengan mata uang game khusus, bagi siapa saja yang membelinya secara langsung.
Insiden ini memicu perselisihan hukum selama bertahun-tahun, lalu Apple memulihkan akun pengembang Epic Games pada Maret 2024, setelah Uni Eropa mulai menyelidiki kasus tersebut.
Baru-baru ini, Apple menghadapi penolakan dari Spotify dan menepis pembaruan yang akan menampilkan harga streamer musik dan mengizinkan pembelian paket dalam aplikasi.
Advertisement
Presiden AS Joe Biden Teken Aturan Larangan TikTok, China Ancam Beri Balasan
Di sisi lain, China mengancam untuk mengambil “langkah kuat dan tegas” untuk mempertahankan diri. Hal ini setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menandatangani undang-undang yang memberikan bantuan luar negeri ke Taiwan dan memaksa pemilik TikTok yang berbasis di China untuk menjual aplikasi atau dilarang di AS.
Dikutip dari Foxnews.com, Selasa (30/4/2024), Undang-Undang yang disetujui oleh Presiden AS Joe Biden pada Rabu pekan lalu menawarkan bantuan sebesar USD 95 miliar kepada Ukraina dan Israel termasuk hampir USD 2 miliar untuk kembali mengisi persenjataan Amerika Serikat (AS) yang diberikan kepada Taiwan dan sekutu regional lainnya, demikian menurut the Associated Press.
Selain itu, memberi ByteDance waktu sembilan bulan untuk menjual TikTok, serta kemungkinan perpanjangan tiga bulan jika penjualan sedang berlangsung.
"China dengan tegas menolak AS mengesahkan dan menandatangani undang-undang paket bantuan militer yang berisi konten negatif terhadap China. Kami telah mengajukan pernyataan serius ke AS,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lian Jian.
Ia menambahkan, bantuan yang diberikan kepada Taiwan sangat melanggar kedaulatan China. "Paket ini mencakup bantuan militer dalam jumlah besar ke Taiwan yang serius melanggar prinsip satu China dan mengirimkan sinyal yang salah kepada pasukan separatis kemerdekaan Taiwan,” ujar dia.
Ia menilai, undang-undang ini meremehkan prinsip-prinsip ekonomi pasar dan persaingan yang sehat dengan secara tidak menyerang perusahaan-perusahaan negara lain atas nama keamanan nasional. "Yang sekali lagi menunjukkan sifat hegemonic dan intimidasi Amerika Serikat," ujar dia.
China telah terlibat dalam sengketa wilayah dengan Taiwan yang menyambut baik undang-undang tersebut dengan mengatakan hal itu akan membantu keamanan, demikian dilaporkan Reuters.
“Jika Amerika Serikat tetap teguh pada pendiriannya, China akan mengambil langkah tegas untuk mempertahankan kepentingan keamanan dan pembangunannya sendiri,” Lin menambahkan.
Perusahaan Induk TikTok Dikabarkan Enggan Jual
Adapun Anggota Parlemen AS menuduh TikTok menimbulkan risiko terhadap keamanan nasional AS, mengumpulkan data pengguna, dan menyebarkan propaganda.
Sebelumnya China mengatakan akan menentang pemaksanaan penjualan TikTok. TikTok telah lama membantah mengenai ancaman keamanan dan sedang mempersiapkan gugatan untuk memblokir undang-undang tersebut.
Sementara itu, perusahaan induk TikTok, ByteDance dilaporkan lebih memilih menutup aplikasi TikTok ketimbang melepas bisnisnya setelah AS mengeluarkan undang-undang baru yang memaksanya untuk menjual platform itu atau dilarang di AS.
"ByteDance tidak memiliki rencana untuk menjual TikTok,” kata ByteDate di platform media sosial Toutiao yang dimilikinya seperti dikutip dari Yahoo Finance
ByteDance lebih memilih menutup aplikasinya ketimbang menjualnya jika aplikasi tersebut sudah kehabisa semua opsi hukum untuk melawaran tersebut di AS, demikian berdasarkan sumber yang dikutip dari laporan Reuters.
Setelah Presiden AS Joe Biden menandatangani rancangan undang-undang yang disahkan oleh Senat menjadi undang-undang, muncul laporan yang menunjukkan perusahaan induk TikTok dapat menjual operasinya ke perusahaan yang berbasis di AS, tetapi tanpa algoritma yang merekomendasikan video di aplikasi itu.
ByteDance menganggap algoritma TikTok sebagai inti dari keseluruhan operasinya termasuk platform berbagi video domestik lainnya di China.
Advertisement