Liputan6.com, Jakarta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan mencermati risiko terkait potensi penundaan pemangkasan dan penguatan dolar Amerika Serikat (AS), serta eskalasi dari ketegangan geopolitik Global, lantaran hal tersebut berdampak terhadap Indonesia.
"KSSK akan terus siaga mengantisipasi dengan respons kebijakan yang sinergis dan efektif, untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan dan ketidakpastian global terhadap perekonomian Indonesia dan terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), secara daring, Jumat (3/5/2024).
Advertisement
Menkeu menjelaskan, penguatan dolar AS terjadi lantaran perekonomian negara tersebut tumbuh pada level 2,5% yoy pada tahun 2023 dan diperkirakan akan menguat 2,7% Yoy pada 2024, hal itu dilihat lantaran menguatnya permintaan domestik dan aktivitas manufaktur Amerika yang juga masih ekspansif.
Maka dengan masih kuatnya kinerja ekonomi Amerika Serikat tersebut, diikuti dengan laju inflasi yang masih tinggi dan meningkat pada beberapa bulan terakhir, telah mendorong potensi penundaan dimulainya pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed.
"Ini artinya higher for longer terjadi di Amerika Serikat," imbuh Sri Mulyani.
Kebijakan moneter Amerika Serikat yang cenderung mempertahankan suku bunga lebih tinggi dan lebih lama (higher for longer) dan penundaan pemangkasan suku bunga dari Fed Fund Rate, serta tingginya Yield dari US tresury telah menyebabkan terjadinya arus modal porfolio keluar dari negara-negara berkembang dan emerging pindah ke AS.
"Ini menyebabkan penguatan mata uang US Dollar dan melemahnya nilai tukar berbagai mata uang dari berbagai negara," ujarnya.
Ekonomi China
Di sisi lain di Tiongkok diperkiraan pertumbuhan melambat dari 5,2% year on year pada tahun 2023 menjadi 4,6% di tahun 2024.
Lebih lanjut, bendahara negara ini mengatakan, dinamika Ekonomi keuangan Global mengalami perubahan sangat cepat dengan kecenderungan ke arah negatif akibat eskalasi perang di Timur Tengah dan juga ketegangan geopolitik yang makin tinggi.
Oleh karena itu, KSSK berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi, meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan Global, serta gejolak geopolitik yang eskalatif termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
Advertisement
Rupiah Menguat Hari Ini, Bisakah Tinggalkan Level 16.000 per Dolar AS?
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat tinggi pada perdagangan Jumat hari ini. Bisakah rupiah tinggalkan level 16.000 per dolar AS?
Pada pembukaan perdagangan Jumat (3/5/2024), nilai tukar rupiah menguat 108 poin atau 0,67 persen menjadi 16.077 per dolar AS, dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar 16.185 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menjelaskan, rupiah masih bisa menguat di Jumat ini seiring pasar menyambut positif pernyataan Gubernur bank sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell.
“Pasar masih menyambut positif pernyataan Jerome Powell, Gubernur bank sentral AS, pascarapat kebijakan moneter yang mengisyaratkan tidak adanya kenaikan suku bunga acuan AS tahun ini,” kata dia dikutip dari Antara.
Indeks dolar AS juga terlihat menurun pagi ini dari 105,25 menjadi 105,77.
Ariston juga menilai data inflasi Indonesia pada April 2024 yang baru dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis 2 Mei 2024 masih terjaga di kisaran target Bank Indonesia (BI), yakni 3,0 persen. Hasil ini dinilai dapat memberikan sentimen positif untuk rupiah.
“Potensi penguatan rupiah ke kisaran 16.100 per dolar AS hari ini, dengan potensi resisten di sekitar 16.200 per dolar AS,” ucapnya.
Untuk malam ini, data Non-Farm Payroll (NFP) dan tenaga kerja lainnya akan dipublikasikan. Jika menguat, lanjutnya, maka dolar AS turut akan menguat.