UNESCO Beri Penghargaan Tertinggi untuk Seluruh Jurnalis Palestina yang Pertaruhkan Nyawa Meliput di Jalur Gaza

UNESCO menganugerahkan Penghargaan Kebebasan Pers Dunia kepada semua jurnalis Palestina yang telah berjuang dalam meliput kondisi perang di Gaza.

oleh Putri Astrian Surahman diperbarui 05 Mei 2024, 13:00 WIB
Ilustrasi Pers. (dok. Engin Akyurt/Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Badan PBB yang mempromosikan pendidikan dan budaya dunia menganugerahkan Penghargaan Kebebasan Pers Dunia kepada semua jurnalis Palestina yang telah berjuang dalam meliput kondisi perang di Gaza. Mereka telah bertaruh nyawa dalam menyampaikan informasi kepada publik selama perang berlangsung.

Mengutip TRT World pada Sabtu, 4 Mei 2024, Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, mengatakan bahwa penghormatan tersebut diberikan sebagai wujud apresiasi keberanian para jurnalis menghadapi "keadaan berbahaya" di Gaza yang dibombardir Israel tanpa henti. Lebih dari 140 jurnalis terbunuh sejak Oktober 2023.

"Dalam masa kegelapan dan keputusasaan ini, kami ingin menyampaikan pesan solidaritas dan pengakuan yang kuat kepada para jurnalis Palestina yang meliput krisis ini dalam keadaan yang begitu dramatis," ujar ketua juri profesional media internasional, Mauricio Weibel,  mengumumkannya pada Kamis, 2 Mei 2024.

"Sebagai umat manusia, kita berutang besar atas keberanian dan komitmen mereka terhadap kebebasan berekspresi," tambahnya.

Pekan lalu, seorang jurnalis Palestina tewas dalam serangan udara Israel di Gaza. Reporter TV Al-Quds yang bernama Salem Abu Toyor dan putranya tersebut kehilangan nyawa ketika jet tempur Israel menyerang rumah mereka di kamp Nuseirat di Gaza tengah, kata stasiun TV tersebut. Sepasang ayah dan anak tersebut dimakamkan di pusat kota Deir al Balah.

Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), sebuah badan global yang berfokus pada kebebasan pers di seluruh dunia mengatakan jurnalis di Gaza menghadapi risiko yang sangat tinggi ketika mereka meliput konflik selama serangan Israel, termasuk serangan udara Israel yang menghancurkan. 


Tidak Ada Jurnalis di Gaza yang Bisa Menghindar

Ilustrasi PERS, media, jurnalis. (Photo by engin akyurt on Unsplash)

Sekretaris jenderal Reporters Without Borders (organisasi non-pemerintah yang berbasis di Paris yang fokus pada perlindungan hak atas kebebasan informasi), Christophe Deloire mengatakan bahwa tidak seorang pun jurnalis yang aman selama di Gaza.

"Jika angka-angka tersebut menunjukkan sesuatu, maka sejak 7 Oktober, tidak ada tempat di Gaza yang aman, tidak ada jurnalis di Gaza yang selamat, dan pembantaian belum berhenti. Kami mengulangi seruan mendesak kami untuk melindungi jurnalis di Gaza," katanya.

Penghargaan Kebebasan Pers Dunia ini merupakan satu-satunya penghargaan yang diberikan kepada jurnalis oleh PBB. Penghargaan atas kontribusi luar biasa terhadap pembelaan dan/atau promosi kebebasan pers di mana pun di dunia, terutama ketika hal ini dicapai dalam menghadapi bahaya.

Perang Israel yang sedang berlangsung di Gaza telah mengakibatkan banyak korban jiwa. Militer Israel telah membunuh sedikitnya 34.596 warga Palestina, dan 70 persennya adalah bayi, anak-anak, dan wanita, kata para pejabat Palestina. Selain itu, lebih dari 77.816 orang terluka, sementara lebih dari 10.000 orang dikhawatirkan terkubur di bawah puing-puing bangunan yang dibom.


Tidak Dapat Menjamin Keselamatan Jurnalis yang Beroperasi di Jalur Gaza

Sejumlah warga Palestina membawa poster saat menggelar aksi protes terkait pembunuhan wartawan Yasser Murtaja di dekat perbatasan Israel-Gaza, Palestina (8/4). (AFP Photo/Said Khatib)

Perang Israel-Gaza juga telah menimbulkan banyak korban jiwa bagi para jurnalis. Mengutip CPJ pada Sabtu, 4 Mei 2024, mereka sedang menyelidiki semua laporan mengenai jurnalis dan pekerja media yang terbunuh, terluka, atau hilang dalam perang tersebut, yang merupakan periode paling mematikan bagi jurnalis sejak CPJ mulai mengumpulkan data pada 1992.

Pada 3 Mei 2024, penyelidikan awal CPJ menunjukkan setidaknya 97 jurnalis dan pekerja media, termasuk di antara lebih dari 35.000 orang yang terbunuh sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023 dengan lebih dari 34.000 warga Palestina, tewas di Gaza dan Tepi Barat serta 1.200 orang lainnya tewas di Israel. 

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan kepada kantor berita Reuters dan Agence France Press pada Oktober 2023 bahwa mereka tidak dapat menjamin keselamatan jurnalis mereka yang beroperasi di Jalur Gaza. Jurnalis di Gaza menghadapi risiko yang sangat tinggi ketika mereka mencoba meliput konflik selama serangan darat Israel, termasuk serangan udara Israel yang menghancurkan, gangguan komunikasi, kekurangan pasokan, dan pemadaman listrik yang ekstensif.

 


97 Jurnalis dan Pekerja Media Dipastikan Tewas

Warga Palestina yang mengungsi akibat pemboman Israel di Jalur Gaza berkumpul di sebuah kamp tenda di Rafah, Jalur Gaza selatan, Senin (4/12/2023). Ratusan ribu warga Palestina telah meninggalkan rumah mereka ketika Israel melancarkan serangan darat terhadap kelompok militan Hamas yang berkuasa. (AP Photo/Fatima Shbair)

Berdasarkan data yang tercatat dalam CPJ pada 3 Mei 2024, terdapat 97 jurnalis dan pekerja media dipastikan tewas dengan rincian 92 orang Palestina, dua orang Israel, dan tiga orang Lebanon. Sedangkan, 16 jurnalis dilaporkan terluka, empat jurnalis dilaporkan hilang, dan 25 jurnalis dilaporkan ditangkap.

Para pekerja media rawan alami penyerangan, ancaman, serangan siber, sensor, hingga pembunuhan anggota keluarga. CPJ juga menyelidiki sejumlah laporan yang belum dapat dikonfirmasi mengenai jurnalis lain yang terbunuh, hilang, ditahan, disakiti, atau diancam, dan merusak kantor media dan rumah jurnalis.

"Sejak perang Israel-Gaza dimulai, jurnalis telah membayar harga tertinggi, nyawa mereka, untuk membela hak kami atas kebenaran. Setiap kali seorang jurnalis meninggal atau terluka, kami kehilangan sebagian dari kebenaran tersebut," kata Direktur Program CPJ, Carlos Martínez de la Serna, di New York.

"Jurnalis adalah warga sipil yang dilindungi oleh hukum humaniter internasional pada saat konflik. Mereka yang bertanggung jawab atas kematian mereka menghadapi dua persidangan: satu berdasarkan hukum internasional dan satu lagi di hadapan pandangan sejarah yang tak kenal ampun."

Infografis Bocah Palestina Sekarat dan Mati Kelaparan di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya