Gus Baha Kisahkan Ulama Jawa yang Dituduh Fasik sebab Dikira Makan Ular

Ulama jawa pernah dituduh fasik sebab dikira ia suka mengkonsumsi ulat. simak kisah unik dari Gus Baha

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Mei 2024, 00:30 WIB
Gus Baha (SS: YT Short @Sudarnopranoto)

Liputan6.com, Cilacap - Ulama kharismatik asal Rembang, Jawa Tengah yang merupakan Pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an LP3iA, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengungkap kisah unik seputar ulama Jawa yang dituduh fasik sebab dikira makan ular.

Santri kinasih Mbah Moen yang tersohor alim dan luas pengetahuannya, menceritakan kisah ulama Jawa ini hingga membuat para jemaah tertawa terpingkal-pingkal.

Memang, banyak sekali kisah-kisah yang tergolong unik dan menarik yang dikemukakan Gus Baha yang belum pernah dibahas sebelumnya oleh para kiai atau ulama lainnya.

Bahasa membumi yang selalu beliau gunakan dalam ceramah-ceramahnya, menjadikan alumnus Ponpes Al-Anwar Sarang, Rembang ini, memiliki ciri khas tersendiri yang tidak ada pada ulama-ulama lainnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Dituduh Suka Makan Ular

Ilustrasi belut (pixabay.com)

Kali ini Gus Baha mengisahkan perihal ulama Jawa yang ketika mereka berada di Makkah, dibully karena dikira suka makan ular.

Soal belut ya begitu, ya Jawa.. ya Jawa… ta’kulul hayya (Orang Jawa itu makan ular),” kata Gus Baha mengawali kisahnya sebagaimana dikutip dari tayangan YouTube Santri Gayeng, Minggu (05/05/2024).

Menurut Gus Baha itu hanya kesalahpahaman saja. Hal itu bermuka ketika mereka tengah membaca kamus Munjid.

Pasalnya gambar belut dalam kamus tersebut tidak berwarna alias hitam putih. Sehingga mereka menduga kalau belut itu ular.

Memang secara fisik, ketika gambar tersebut tidak berwarna, tentu saja tidak bisa membedakan antara belut dan ular, karena memang bentuk keduanya sama.

“Itu sebab korban  kamus Munjid yang menggambar belut tidak berwarna,” terangnya.

“Belut itu digambar munjid tidak berwarna seperti ular,” sambungnya.


Sampai Dituduh Fasik Juga

Cara Budidaya Belut (iStockphoto)

Gambar yang tidak berwarna tersebut diberikan keterangan yang artinya inilah makanan orang Jawa. Tentu saja hal ini menimbulkan kesalahpahaman dengan mengira bahwa orang jawa atau bahkan ulamanya makan ular.

“Lah..dalam Munjid itu diterangkan: “hadza akalu Jawa (inilah yang dikonsumsi orang Jawa),” tuturnya

“Lah akhirnya ulama Jawa setiap ke Makkah dibully: ya Jawa..ya Jawa…ta’kulul hayya (Wahai orang Jawa yang suka makan ular),” sambungnya

“Jadi korban kamus Munjid yang menggambar belut tidak berwarna,” imbuhnya.

“Jadi belut di Munjid digambar tidak berwarna malah mirip ular,” terangnya.

Sebab kesalahpahaman ini, maka mereka pun menuduh kalau ulama Jawa itu fasik sebab gemar mengonsumsi ular.

“Lah orang Jawa sukanya makan itu, akhirnya mereka menuduh ulama Jawa fasik, sebab mengonsumsi ular,” kata Gus Baha

“Jadi ulama Jawa dianggap fasik karena dianggap gemar memakan ular,” imbuhnya.

 


Lahirnya Kita Al-Belut

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani (Kiri) Bersama sejumlah tokoh agama dan masyarakat melihat kitab kuning kuno yang dipamerkan di festival kitab kuning. (Istimewa)

Tentu saja, hal ini mengundang respons salah seorang ulama asal Madura untuk mengakhiri kesalahpahaman itu. Ia pun lantas mengarang kitab yang diberi judul dengan nama hewan tersebut, yakni “Al-Belut.”

“Dulu ada ulama alim asal Madura mengarang kitab berjudul Al-Belut,” tuturnya.

“Ha…ha….ha…., tidak tahu bahasa Arabnya belut, dipakailah istilah Al-Belut. Dikarang dalam bahasa Arab, sebab ia tidak terima karena ulama Jawa disebut suka makan ular,” pungkasnya.

Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya