Liputan6.com, Washington, DC - Mahasiswa pro-Palestina meninggalkan kamp mereka di University of Southern California (USC), pada Minggu (5/5/2024) pagi setelah dikepung oleh polisi dan diancam akan ditangkap, sementara di Northeastern University aksi protes tidak menganggu jalannya wisuda di Fenway Park.
Perkembangan di kedua tempat tersebut diawasi dengan ketat menyusul sejumlah penangkapan bulan lalu terkait unjuk rasa pro-Palestina yang melanda kampus-kampus Amerika Serikat (AS). Terdapat 94 orang di USC dan sekitar 100 orang di Northeastern yang ditangkap dalam gelombang protes tersebut.
Advertisement
Lusinan petugas Departemen Kepolisian Los Angeles tiba sekitar pukul 04.00 di USC untuk membantu petugas keamanan kampus. Universitas telah memperingatkan adanya penangkapan melalui media sosial dan secara langsung. Video menunjukkan beberapa pengunjuk rasa berkemas dan pergi, sementara petugas membentuk barisan untuk mendorong pengunjuk rasa menjauh dari kamp saat kamp sudah kosong. Setelahnya, universitas mengatakan tidak ada laporan mengenai penangkapan apa pun.
Presiden USC Carol Folt mengatakan sudah waktunya untuk menarik garis batas karena pendudukan (kampus) bergerak ke arah yang berbahaya dengan area kampus diblokir dan orang-orang terganggu.
"Operasi (pembersihan) itu berlangsung damai," sebut Folt seperti dikutip dari kantor berita AP, Senin (6/5). "Kampus telah dibuka, para mahasiswa kembali untuk mempersiapkan diri menghadapi final, dan persiapan wisuda berjalan lancar."
USC sebelumnya membatalkan upacara wisuda utamanya sambil mengizinkan kegiatan wisuda lainnya dilanjutkan.
Pada upacara wisuda di Northeastern University pada hari Minggu, beberapa siswa mengibarkan bendera kecil Palestina dan Israel, namun kalah jumlah dengan mereka yang mengibarkan bendera India dan AS. Pembicara mahasiswa sarjana Rebecca Bamidele mendapat dukungan ketika dia menyerukan perdamaian di Jalur Gaza.
AP menghitung sekitar 2.500 orang ditangkap di sekitar 50 kampus sejak 18 April. Data tersebut berdasarkan laporan dan pernyataan dari universitas dan penegak hukum.
Dan penangkapan berlanjut dengan cepat selama akhir pekan. Di University of Virginia, ada 25 penangkapan pada hari Sabtu (4/5) karena masuk tanpa izin setelah polisi bentrok dengan pengunjuk rasa yang menolak membongkar tenda.
Di kampus Art Institute of Chicago, polisi membersihkan perkemahan pro-Palestina beberapa jam setelah didirikan pada hari Sabtu dan menangkap 68 orang, dengan mengatakan mereka akan didakwa melakukan pelanggaran pidana.
Insiden di University of Virginia
Di University of Virginia, mahasiswa demonstran memulai protes mereka di halaman luar kapel sekolah pada hari Selasa (30/4). Video pada hari Sabtu menunjukkan polisi dengan perlengkapan antihuru-hara dan memegang perisai berbaris di kampus, sementara pengunjuk rasa meneriakkan "Free Palestine".
Ketika polisi bergerak masuk, mahasiswa didorong ke tanah, ditarik lengannya dan disemprot dengan bahan kimia yang mengiritasi, kata Laura Goldblatt, asisten profesor yang membantu para demonstran, kepada The Washington Post. Pihak universitas mengatakan para pengunjuk rasa diberitahu bahwa tenda dilarang berdasarkan kebijakan sekolah dan diminta untuk memindahkannya.
Jaksa Agung Virginia Jason Miyares mengatakan kepada Fox News pada hari Minggu bahwa tanggapan polisi dibenarkan karena para siswa telah berulang kali diperingatkan untuk bubar, melanggar kode etik sekolah, dan bahwa orang luar yang bukan siswa memberikan perbekalan seperti penghalang kayu kepada pengunjuk rasa.
"Kami telah melihat orang-orang yang bukan pelajar muncul dengan perlengkapan antihuru-hara dengan tanduk banteng untuk mengarahkan para pengunjuk rasa tentang cara mengapit petugas kami," kata Miyares.
Dia mengatakan beberapa orang telah memasukkan semprotan beruang ke dalam botol air dan melemparkannya ke arah petugas.
Bentrokan ini merupakan yang terbaru dalam beberapa minggu terakhir aksi protes dan ketegangan yang terjadi di kampus-kampus di AS.
Tenda-tenda pengunjuk rasa yang mendesak universitas-universitas untuk berhenti melakukan bisnis dengan Israel atau perusahaan-perusahaan yang mereka katakan mendukung perang di Jalur Gaza telah menyebar tidak hanya di AS, namun juga sejumlah negara, termasuk Prancis dan Australia. Beberapa kampus di AS dilaporkan berhasil mencapai kesepakatan dengan pengunjuk rasa untuk mengakhiri demonstrasi, mengurangi kemungkinan mengganggu ujian akhir dan upacara wisuda.
Advertisement
Aksi Mogok Makan
University of Michigan termasuk di antara kampus yang menghadapi protes selama wisuda akhir pekan kemarin, begitu pula Indiana University dan Ohio State University.
Di Ann Arbor, terjadi protes pada awal acara di Stadion Michigan. Sekitar 75 orang, banyak yang mengenakan keffiyeh dan topi wisuda, berbaris di lorong utama menuju panggung.
"Tidak ada universitas tersisa di Gaza," demikian bunyi salah satu spanduk.
Para pejabat mengatakan tidak ada seorang pun yang ditangkap dan protes tidak mengganggu acara yang berlangsung hampir dua jam tersebut, yang dihadiri oleh puluhan ribu orang, di mana beberapa di antaranya mengibarkan bendera Israel.
Di Indiana University, pengunjuk rasa mendesak para pendukungnya untuk mengenakan keffiyeh dan berjalan keluar saat pidato presiden universitas Pamela Whitten pada Sabtu malam. Kampus Bloomington menetapkan zona protes di luar Stadion Memorial, tempat upacara diadakan.
Di Universitas Princeton di New Jersey, 18 mahasiswa memulai mogok makan dalam upaya mendorong universitas tersebut agar melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Israel. Mahasiswa di perguruan tinggi lain, termasuk Brown dan Yale, melancarkan aksi mogok makan serupa tahun ini sebelum gelombang demonstrasi pro-Palestina terjadi.
Otoritas Kesehatan Jalur Gaza menyebutkan bahwa lebih dari 34.500 warga Palestina di wilayah itu tewas sejak 7 Oktober 2023, hari di mana perang terbaru antara Hamas dan Israel Meletus.