Liputan6.com, Jakarta - Yogyakarta terkenal sebagai kota wisata yang menjadi destinasi favorit bagi turis lokal maupun asing. Kekayaan budaya dan alam, menjadi daya tarik mereka datang ke Yoygyakarta. Kendati demikian, kehadiran mereka bukan tidak mempunyai efek samping. Salah satunya, bagi lingkungan yang patut diperhatikan, seperti polusi udara dan volume sampah.
Menanggapi hal itu, Yayasan Partisipasi Muda atau yang lebih dikenal dengan Generasi Melek Politik (GMP) menggelar diskusi bersama 72 anak muda untuk berpikir bersama, meramu solusi terbaik soal masa depan pariwisata di Yogyakarta, melalui program Academia Politica bertema Pariwisata Yogyakarta: Eksploitatif VS Keberlanjutan.
Advertisement
“Dengan tema ini, harapannya agar anak muda paham mengenai pentingnya politik di kehidupan sehari-hari, bahwa setiap partisipasi politik akan berdampak pada kehidupan bernegara dan bermasyarakat,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Partisipasi Muda, Neildeva Despendya dalam siaran pers diterima, Senin (6/5/2024).
Membenarkan hal tersebut, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Hasrul Hanif, menjelaskan ada 4 indikator penting dalam sustainable tourism (kerberlanjutan pariwisata), yaitu konservasi alam, pengelolaan limbah yang baik, konservasi budaya, dan penguatan dari ekonomi lokal.
“Selain itu, perlu adanya transparansi oleh para pembuat kebijakan mengenai pembangunan pariwisata dengan partisipasi aktif oleh masyarakat. Sebab selama ini hal itu sering luput, padahal partisipasi masyarakat dibutuhkan untuk mengumpulkan pengetahuan lokal yang tepat sasaran bagi tiap-tiap lokus area wisata,” jelas Hasrul.
Edelyne Mia Martanegara, Puteri Remaja Indonesia dan Parlemen Remaja DPR, sebagai salah pembicara dalam acara ini turut membahas bagaimana cara anak muda untuk ikut serta dalam sustainable tourism. Menurut dia, data dari National Benchmark Survey dari Kawula 17, sebanyak 69% anak muda menyatakan ingin berpartisipasi dalam isu lingkungan.
“Ada beberapa cara anak muda bisa ikut serta dalam sustainable tourism, mulai dari meningkatkan pengetahuan soal isu lingkungan, ikut kegiatan langsung, menyebarkan kegiatan lingkungan lewat media sosial, dan terlibat aktif di forum publik,” kata Edelyne.
Edelyne pun menyambut baik program Academia Politica yang tidak hanya diisi dengan diskusi, namun juga simulasi pembuatan kebijakan publik terkait pembuatan tempat wisata yang berkelanjutan.
“Academia Politica memposisikan anak-anak muda sebagai perwakilan Pemerintah, NGO, Korporasi, DPR, dan Akademisi yang dalam waktu 30 menit diminta menyusun argumentasi sesuai dengan sudut pandang dan fungsi masing-masing peran yang telah dibagi sebelumnya,” tutur dia.
Setelah berdiskusi, lanjut Edelyne, terdapat sesi untuk menyampaikan pendapat dan bernegosiasi antar kelompok satu dengan lainnya.
“Jadi setiap kelompok melakukan voting untuk menyetujui suatu kebijakan yang telah dirumuskan, yaitu kebijakan yang ramah lingkungan,” ungkapnya.
Academia Politica Jadi Ruang Aman Bediskusi
Direktur Eksekutif Yayasan Partisipasi Muda, Neildeva Despendya memastikan Academia Politica adalah ruang aman dan tempat belajar bagi anak muda berpartisipasi aktif dengan mendapatkan kemampuan agenda setting, negosiasi, argumentasi, hingga membuat rekomendasi kebijakan.
“Tujuannya adalah untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin muda Indonesia, agar ketika duduk di bangku pemimpin, mereka paham bahwa isu lingkungan adalah isu prioritas untuk bumi kedepannya,” Neildeva menutup.
Sebagai informasi, kegiatan bertema Pariwisata Yogyakarta: Eksploitatif VS Keberlanjutan menjadi seri kedua dari rangkaian Academia Politica yang digelar di Convention Hall Fisipol UGM, Sabtu (4/5). Acara ini terselenggera berkat kolaborasi dengan Korps Mahasiswa Politik dan Pemerintahan (KOMAP) UGM.
Advertisement