Liputan6.com, Jakarta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan alasan dibalik berubahnya peraturan yang dirilis Kementerian Perdagangan terkait barang bawaan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Ini menyusul diterbitkannya Permendag Nomor 7 Tahun 2024.
Sebelumnya, Kemendag merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023. Dalam ketentuan ini diatur jumlah dan jenis barang kiriman PMI. Kemudian, dirilis kembali Permendag Nomor 7 tahun 2024 yang menghapus ketentuan jenis dan jumlah barang tersebut.
Advertisement
Peraturan baru itu hanya menyebut nominal maksimal barang kiriman PMI yang mendapat insentif pembebasan bea masuk. Yakni, USD 1.500 per tahun untuk PMI yang terdaftar di Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan USD 500 per tahun untuk PMI yang terdaftar hanya di Kementerian Luar Negeri.
Plt Ketua Harian YLKI Indah Suksmani mempertanyakan alasan pemerintah mengubah aturan tersebut. Menurutnya, ada peran kontrol dari ketentuan yang diterbitkan, termasuk dampaknya terhadap peredaran barang kiriman PMI.
"Sebetulnya alasanya apa ada perlakuan baru di pemerintah itu? Karena menurut saya pemberi izin itu dia punya kewajiban mengontrol, dari perspektif perlindungan konsumen ya, dari YLKI. Pemberi izin itu melekat padanya kontrol," kata Indah kepada Liputan6.com, Senin (6/5/2024).
Ungkap Data
Dia juga meminta pemerintah mengungkap data yang menjadi latar belakang adanya aturan barang bawaan PMI tadi. Misalnya, atas pemberlakuan aturan tertentu, apakah ditemukan kesalahan di pihak-pihak terkait. Apakah ada kesalahan di sisi Bea Cukai atau masyarakat yang diatur.
"Jumlah emang dari dulu ada data apa menimbulkan begitu (ada aturan baru)? Karena Bea Cukai-nya yang tidak betul atau masyarakatnya, kan gak jelas begini. Kalau saya lihat ya, Bea Cukai juga dia menerima sesuai dengan keputusan negara," ucapnya.
"Kenapa sekarang tiba-tiba berubah apakah Bea Cukainya yang gak beres? Kesimpulan apa yang kemudian membuat Kemendag membuat peraturan seperti ini, itu agak tanda tanya saya sebagai orang lembaga konsumen," sambungnya.
Saran YLKI
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Pengaduan YLKI Rio Priambodo menyarankan pemerintah melakukan kajian lebih lengkap sebelum menerbitkan aturan. Sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
"YLKI (meminta) pemerintah tidak ambigu membuat aturan dan perlu kajian sebelum menerbitkan aturan," kata dia kepada Liputan6.com.
Khusus terkait barang bawaan PMI, Rio meminta pemerintah tak banyak mengatur soal jenis dan jumlah barang kiriman. Apalagi, jika barang yang dikirim merupakan barang bekas pakai pribadi.
Dia menyebut, ketentuan batas maksimal nilai barang sudah cukup untuk mengatur barang kiriman PMI ke Indonesia.
"Seharusnya pemerintah jangan mempersulit dan membebankan pekerja migran yang bekerja diluar dan ingin mengirim barang ke keluarganya di indonesia. Apalagi kalau barang tersebut bekas dipakai sendiri diluar, sangat tidak elok jika pemerintah mengenakan bea masuk," pungkasnya.
Advertisement