Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap enam saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022 atau korupsi timah.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, pihaknya melakukan serangkaian pemeriksaan pada Senin, 6 Mei 2024 hingga masuk malam hari.
Advertisement
“Keenam orang saksi diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 atas nama Tersangka TN alias AN dkk,” tutur Ketut dalam keterangannya, Selasa (7/5/2024).
Para saksi yang diperiksa adalah EM selaku pihak swasta; RSK selaku Anggota Evaluator RKAB PT MCM, PT VIP, PT RBT, PT BTI, PT RNT, dan PT TBU; dan LS selaku Anggota Evaluator RKAB PT MCM, CV Venus Inti Perkasa.
Kemudian EB selaku Ketua Evaluator RKAB PT MCM dan PT VIP, WLY selaku pihak swasta, serta SMN selaku Manager Marketing Ruko Soho Orchard Boulevard PIK 2.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” kata Ketut.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Hendry Lie (HL) yang dikenal sebagai pendiri sekaligus Direktur Sriwijaya Air sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022. Selain itu, adiknya yakni Fandy Lingga (FL) juga menjadi tersangka dan telah ditahan.
Dalam perkara ini, Hendry Lie merupakan Beneficiary Owner PT TIN. Sementara Fandy Lingga (FL) selaku Marketing PT TIN.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengkonfimasi keterlibatan kakak beradik itu dalam kasus korupsi komoditas timah.
“Benar pendiri Sriwijaya Air (keduanya),” tutur Febrie saat dikonfirmasi, Selasa (30/4/2024).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi sempat mengulas peran Hendry Lie dan Fandy Lingga, saat penetapan tersangka bersama Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung.
“HL dan FL keduanya turut serta dalam pengkondisian pembiayaan kerjasama penyewaan peralatan processing peleburan timah sebagai bungkus aktivitas kegiatan pengambilan timah dari IUP PT Timah,” kata Kuntadi.
“Di mana keduanya membentuk perusahaan boneka yaitu CV BPR dan CV SMS dalam rangka untuk melaksanakan atau memperlancar aktivitas ilegalnya,” sambungnya.
5 Tersangka Baru
Diketahui, ada lima tersangka baru yakni Hendry Lie (HL) selaku Beneficiary Owner PT TIM, Fandy Lingga (FL) selaku Marketing PT TIN, dan Suranto Wibowo (SW) selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015-Maret 2019.
Kemudian BN selaku Plt Kadis ESDM Maret 2019, dan Amir Syahbana (AS) Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung.
“Tersangka HL yang pada hari ini kita panggil sebagai saksi tidak hadir, selanjutnya oleh tim penyidik akan segera dipanggil sebagai tersangka,” ujar Kuntadi.
Menurutnya, penyidik pernah melakukan pemeriksaan terhadap Hendry Lie, yakni tanggal 29 Februari 2024 lalu.
“Benar, HL memang pernah kita periksa,” ungkapnya.
Untuk tiga tersangka yang langsung ditahan yakni tersangka Fandy Lingga di Rutan Salemba Cabang Kejagung, kemudian Amir Syahbana dan Suranto Wibowo di Rutan Salemba Jakarta Pusat. Sementara tersangka BN belum ditahan karena alasan kesehatan, dan Handry Lie belum hadir dalam pemeriksaan dengan alasan sakit, sehingga akan dipanggil ulang sebagai tersangka.
Tersangka SW, tersangka BN, dan tersangka AS, masing-masing selaku Kadin dan Plt Kadin ESDM Provinsi Bangka Belitung telah dengan sengaja menerbitkan dan menyetujui Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) dari perusahaan smelter PT RBT, PT SIP, PT TIN dan CV VIP.
“Di mana kita ketahui RKAB tersebut diterbitkan meskipun tidak memenuhi syarat,” jelas dia.
Kemudian, ketiga tersangka itu mengetahui bahwa RKAB yang diterbitkan tersebut tidak dipergunakan untuk melakukan penambangan di wilayah IUP kelima perusahaan itu, melainkan sekadar untuk melegalkan aktivitas perdagangan timah yang diperoleh secara ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Advertisement
Kejar Tersangka Korporasi
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022. Selain menetapkan tersangka individu, penyidik juga tengah mengejar tersangka korporasi.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menyampaikan, dalam kasus tindak pidana korupsi eksplorasi timah secara ilegal, tentu dampak yang ditimbulkan diperhitungkan sebagai bagian dari perekonomian negara.
Namun hal itu bukan semata-mata hanya untuk mengembalikan hak negara dari timah yang diambil secara ilegal sebagai uang pengganti saja alias recovery asset semata.
“Tetapi lebih menitikberatkan pada perbaikan atau rehabilitasi kepada pelaku korupsi yang kita tuntut pada tanggung jawab atas kerusakan yang timbul, termasuk dampak ekologinya kepada masyarakat sekitar,” tutur Febrie kepada wartawan, Kamis (25/4/2025).
“Oleh karenanya, kerugian tersebut tidak dapat dibebankan kepada negara semata, maka tujuan recovery asset juga recovery lingkungan yang harus dibebankan kepada pelaku, sehingga ke depan juga akan dibebankan kepada pelaku korporasinya,” sambungnya.
Febrie menegaskan, pihaknya sangat masif dalam menelusuri aset atau asset tracing terkait korupsi komoditas timah, yang sejauh ini sudah melakukan berbagai penyitaan terhadap aset perusahaan berupa 53 unit ekskavator, lima smelter, dan dua unit bulldozer.
“Hal itu dilakukan bukan semata-mata untuk menghentikan proses eksplorasi timah oleh masyarakat yang mengakibatkan masyarakat kehilangan pekerjaannya. Namun yang perlu dipahami bahwa proses penegakan hukum untuk menuju tata kelola pertimahan ke depan menjadi lebih baik,” jelas dia.
Dia mengakui, beberapa proses yang dilalui tentu akan mengakibatkan dampak negatif kepada masyarakat dan pekerja. Hanya saja, hal itu bersifat sementara lantaran penyidik bersama Badan Pemulihan Aset juga mencari solusi, agar penyitaan dalam proses penegakan hukum dapat berjalan dan masyarakat bisa bekerja, serta pendapatan negara juga tidak terganggu.
“Kita kumpulkan stakeholder terkait termasuk pemerintah daerah, PT Timah Tbk, sebagai bukti menunjukkan betapa seriusnya kejahatan yang dilakukan pada perkara yang sedang ditangani ini,” Febrie menandaskan.