Liputan6.com, Bandung - Fenomena alam yang kerap terjadi saat suatu gunung api erupsi adalah sambaran petir yang berada tepat di puncak gunung. Peristiwa tersebut seperti yang sempat teramati saat Gunung Ruang, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara, erupsi beberapa waktu lalu.
Lantas, mengapa terdapat fenomena petir saat letusan terjadi letusan gunung api? Terkait itu, Ahli Vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Mirzam Abdurachman, S.T., M.T., memberikan penjelasannya.
Advertisement
Menurut Dr. Mirzam, hal tersebut merupakan kejadian umum ketika ada aktivitas gunung api.
“Explosive dengan kecepatan tinggi, maka yang tadinya senyawa a dan b akan putus menjadi a plus dan b minus, atau dalam konteks yang lebih kecil skala atom. Adanya tekanan yang tinggi itu, elektron-elektron tersebut dipaksa keluar, sehingga menjadi elektron bebas," terang Mirzam dalam keterangannya di Bandung, Selasa (7/5/2024).
"Ketika sudah ada elektron bebas atau b minus tersebut, maka itu adalah cikal bakal syarat utama terbentuknya petir. Lalu ketika elektron bebas sudah ada, maka selanjutnya petir akan terjadi,” imbuhnya.
Partikel-partikel yang terlontar, kata Mirzam, dapat terlontar dengan kecepatan tinggi kemudian bergesekan satu sama lain yang akhirnya menghasilnya muatan listrik.
“Jadi, peristiwa gemuruh petir yang terjadi saat gunung api erupsi merupakan hal yang biasa, ini hanya menunjukan eksplosivitas yang tinggi saja,” tuturnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa suatu gunung api meletus ketika keseimbangan dalam dapur magma terganggu, yang melibatkan tiga proses kritis, yakni di bawah, di dalam, dan di atas dapur magma.
Perlu diketahui, di bawah dapur magma, terjadi injeksi magma baru karena pergerakan lempeng tektonik, yang serupa dengan menambahkan air ke botol yang sudah penuh, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tumpahnya magma.
Di dalam dapur magma, terjadi proses pendinginan magma yang menghasilkan kristalisasi, menciptakan ketidakseimbangan yang jika tidak terkendali dapat memicu erupsi.
Meskipun ada pola dan siklus yang dapat diprediksi, terdapat juga faktor tak terduga seperti keruntuhan dinding dapur magma, seperti yang terjadi dalam kasus letusan Gunung Ontake di Jepang.
Di atas dapur magma, meskipun tidak secara langsung terhubung dengan tubuh gunung api, faktor eksternal seperti pelelehan es di puncak gunung (seperti yang terjadi di Gunung Fuji), badai (seperti pada Gunung Pinatubo), gelombang laut (seperti pada Gunung Gamalama), dan gempa bumi dapat memicu letusan.
Dampak Letusan Gunung Ruang
Pada saat gunung berapi erupsi bahaya yang terjadi terbagi menjadi dua yaitu bahaya primer (yang terjadi langsung saat erupsi terjadi) seperti aliran lava panas, wedus gembel, efek balistik, abu vulkanik, gas beracun, dan lahar.
Ada pula bahaya sekunder (post eruption), terjadi setelah erupsi gunung api, seperti banjir bandang, tsunami, hujan asam, perubahan iklim, dan polusi atmosfer.
Sementara Gunung Ruang, yang terletak di tengah laut, memiliki beberapa potensi bahaya yang perlu diwaspadai.
"Pertama, potensi tsunami dapat terjadi apabila material longsor masuk ke laut atau jika lereng gunung api runtuh, Kedua, letusan Gunung Ruang dapat mengeluarkan aliran lava dan piroklastik panas.Ketiga, abu vulkanik yang dihasilkan erupsi dapat mengganggu kesehatan pernapasan dan merusak ekosistem di sekitarnya," katanya.
Selain itu, terdapat pula fenomena kilatan petir yang muncul saat erupsi merupakan hal yang umum terjadi. Kilatan ini disebabkan oleh gesekan partikel-partikel yang terlontar dari gunung api.
Advertisement
Gunung Ruang Masih Level IV
Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental yang dilakukanBadan Geologi, pertanggal 7 Mei 2024, pukul 09.00 Wita, aktivitas vulkanik Gunung Ruang dinilai masih tinggi.
"Ditetapkan pada Level IV (AWAS)," sebut Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, Selasa, 7 Mei 2024.
Badan Geologi pun memberikan rekomendasi agar masyarakat di sekitar Gunung Ruang dan pengunjung atau wisatawan tetap waspada dan tidak memasuki wilayah radius 5 km dari pusat kawah aktif.
Wafid menyampaikan, kegempaan tanggal 7 Mei 2024 sampai pukul 06.00 Wita, terekam 7 kali Gempa Tektonik Jauh dan tremor menerus masih terekam melalui stasiun RUA4. Asap kawah teramati berwarna putih dengan intensitas tebal dan tinggi 400 m di atas puncak kawah.
Asap masih teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas sedang - tebal dan tinggi 100 - 700 m di atas puncak, hal ini masih mengindikasikan aktivitas Gununc Ruang masih tinggi.
"Potensi bahaya saat ini berupa erupsi yang menghasilkan awan panas, lontaran material pijar, dan paparan abu vulkanik yang bergantung pada arah dan kecepatan angin serta lahar bila hujan deras turun di sekitar Gunung Ruang," katanya.
Masyarakat yang bermukim pada wilayah Pulau Tagulandang yang berada dalam radius 5 km agar segera dievakuasi ke tempat aman di luar radius 5 km.
Masyarakat di Pulau Tagulandang, khususnya yang bermukim di dekat pantai, agar mewaspadai potensi lontaran batuan pijar dan luruhan awan panas (surge).
"Masyarakat dihimbau untuk selalu menggunakan masker, untuk menghindari paparan abu vulkanik yang dapat mengganggu sistem pernapasan," imbau Wafid.