Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, menyebut kebutuhan gas industri akan terus meningkat. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan industri yang naik. Untuk menghadapi potensi pertumbuhan ekonomi ke depan, maka setiap pertumbuhan ekonomi itu didukung oleh pertumbuhan industri.
“Kalau kita ingin pertumbuhan ekonomi 5% sampai 6%. Artinya kita ingin pertumbuhan industri di atas 6% itu artinya nanti kebutuhan terhadap gas industri akan semakin besar,” kata Agus saat membuka acara kongres dan Seminar Teknik Asosiasi Gas Industri Indonesia (AGII) di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (7/5/2024).
Advertisement
Sebagai informasi, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,11 persen di kuartal I-2024 ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah industri pengolahan.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, industri pengolahan menjadi kontributor pertumbuhan ekonomi terbesar dengan 0,86 persen. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan kuartal IV-2023 lalu.
Sumber pertumbuhan dari industri pengolahan ini lebih besar dari triwulan IV-2023 namun lebih kecil dari triwulan I-2023.
Selain industri pengolahan tadi, Amalia mencatat kontribusi lainnya. Seperti dari sektor konstruksi dengan 0,73 persen, pertambangan dengan sumber pertumbuhan 0,68 persen, serta perdagangan dengan 0,60 persen.
Industri Minta Insentif Harga Gas Murah USD 6 per MMBTU Dipertahankan
Sebelumnya, industri oleokimia mengusulkan kebijakan gas murah melalui program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) tetap dilanjutkan supaya mendukung daya saing industri, pemasukan pajak, dan menjaga devisa ekspor bagi negara. Saat ini, tujuh sektor industri penerima HGBT adalah industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet.
Ketua Umum APOLIN (Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia) Norman Wibowo menekankan pentingnya kebijakan harga gas murah USD 6 per MMBTU untuk dapat dipertahankan karena sudah terbukti berdampak positif terhadap pertumbuhan ekspor dan kapasitas produksi oleokimia dalam negeri.
”Harga (oleokimia) lebih kompetitif, yang berdampak kepada volume ekspor maupun penerimaan negara juga meningkat,” tambahnya.
Berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 91/2023 tercatat ada 10 perusahaan oleokimia yang mendapatkan fasilitas gas murah dengan total pasokan sebesar 40,84 BBTUD. Ditambahkan Norman, keberlanjutan kebijakan harga gas murah bagi industri akan memberikan nilai tambah kepada negara terutama kontribusinya bagi perekonomian nasional dari aspek kinerja volume dan nilai ekspor di sektor oleokimia.
Advertisement
Pemerintah Diharap Konsisten
Sejak dijalankan pada 2020, terjadi kenaikan volume ekspor oleokimia sebanyak 3,87 juta ton pada 2020, lalu 4,19 juta ton pada 2021, dan 4,26 juta ton pada 2022. Seiring kenaikan volume, nilai ekspor oleokimia juga bertambah setiap tahunnya. Pada 2020, nilai ekspor sebesar USD 2,63 miliar lalu naik menjadi USD 4,41 miliar pada 2021 dan USD 5,4 miliar pada 2022.
Norman berharap pemerintah baru tetap konsisten menjalankan kebijakan gas murah untuk 5 sampai 10 tahun mendatang supaya tetap ada peningkatan penerimaan dari aspek lain seperti devisa ekspor, PPh Badan, hingga realisasi investasi yang membuka penyerapan lapangan tenaga kerja baru.
Dari segi realisasi pajak dan investasi, data APOLIN menunjukkan adanya pertumbuhan dalam 3 tahun terakhir. Realisasi pajak dari sektor oleokimia sebesar Rp 1,25 triliun pada 2020 lalu naik menjadi Rp2,2 triliun pada 2021 dan Rp2,9 triliun pada 2022. Begitupula realisasi investasi sebesar Rp 1,34 triliun pada 2020 lalu tumbuh menjadi Rp1,76 triliun pada 2021 dan Rp 2,3 triliun pada 2022.