Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) angkat bicara terkait suhu panas yang belakangan ini menerjang Indonesia.
BMKG memprediksikan sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu sebanyak 63,66 persen zona musim akan memasuki periode kemarau pada Mei hingga Agustus 2024.
Advertisement
"Memasuki periode Mei, sebagian wilayah Indonesia mulai mengalami awal kemarau dan sebagian wilayah lainnya masih mengalami periode peralihan musim atau pancaroba, sehingga potensi fenomena suhu panas dan kondisi cerah di siang hari masih mendominasi cuaca secara umum di awal Mei 2024," tutur Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto dalam keterangannya, Sabtu 4 Mei 2024.
Guswanto menyebut, pihaknya mencermati kejadian fenomena gelombang panas yang terjadi di sebagian wilayah Asia dalam sepekan terakhir dan hal itu tidak terkait dengan kondisi suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia.
"Sebab, udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan merupakan fenomena siklus tahunan, sebagai akibat dari adanya gerak semu matahari dan kondisi cuaca cerah pada siang hari," papar dia.
Lebih lanjut, sambung dia, istilah gelombang panas menurut World Meteorological Organization (WMO) merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama lim hari atau lebih secara berturut-turut, dengan suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat celsius atau lebih.
"Fenomena ini umumnya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa, Amerika, dan sebagian wilayah Asia," kata Guswanto.
Senada, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati juga menegaskan bahwa cuaca panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah akibat gelombang panas atau heat wave.
Menurut dia, berdasarkan karakteristik dan indikator statistik pengamatan suhu yang dilakukan BMKG, fenomena cuaca panas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas.
"Memang betul, saat ini gelombang panas sedang melanda berbagai negara Asia, seperti Thailand dengan suhu maksimum mencapai 52°C. Kamboja, dengan suhu udara mencapai level tertinggi dalam 170 tahun terakhir, yaitu 43°C pada minggu ini," ucap Dwikorita kepada wartawan, Senin 6 Mei 2024.
"Namun, khusus di Indonesia yang terjadi bukanlah gelombang panas, melainkan suhu panas seperti pada umumnya," sambung dia.
Berikut sederet penjelasan BMKG terkait cuaca panas yang belakangan ini menerjang Indonesia dihimpun Liputan6.com:
1. Jelaskan Indonesia Akan Masuki Periode Kemarau, Fenomena Siklus Tahunan
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksikan sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu sebanyak 63,66 persen zona musim akan memasuki periode kemarau pada Mei hingga Agustus 2024.
"Memasuki periode Mei, sebagian wilayah Indonesia mulai mengalami awal kemarau dan sebagian wilayah lainnya masih mengalami periode peralihan musim atau pancaroba, sehingga potensi fenomena suhu panas dan kondisi cerah di siang hari masih mendominasi cuaca secara umum di awal Mei 2024," tutur Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam keterangannya, Sabtu 4 Mei 2024.
Guswanto menyebut, pihaknya mencermati kejadian fenomena gelombang panas yang terjadi di sebagian wilayah Asia dalam sepekan terakhir dan hal itu tidak terkait dengan kondisi suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia.
"Sebab, udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan merupakan fenomena siklus tahunan, sebagai akibat dari adanya gerak semu matahari dan kondisi cuaca cerah pada siang hari," papar dia.
Advertisement
2. Munculnya Istilah Gelombang Panas
Lebih lanjut, Guswanto menjelaskan, istilah gelombang panas menurut World Meteorological Organization (WMO) merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama lim hari atau lebih secara berturut-turut, dengan suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat celsius atau lebih.
Fenomena ini, kata dia, umumnya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa, Amerika, dan sebagian wilayah Asia.
"Secara meteorologis, hal tersebut dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah dekat permukaan akibat anomali dinamika atmosfer, sehingga aliran udara tidak bergerak dalam skala yang luas, misalnya pada sistem tekanan tinggi skala luas dalam periode cukup lama. Kondisi atmosfer tersebut sulit terjadi di wilayah Indonesia yang berada di wilayah ekuator," ucap Guswanto.
Berdasarkan data BMKG, kondisi suhu panas di wilayah Indonesia dengan nilai di atas 36 derajat C celsius tercatat pada beberapa wilayah, seperti di Deli Serdang 37,1 derajat Celsius, Medan 36,6 derajat Celsius, Kapuas Hulu 36,6 derajat Celsius, Sidoarjo 36,6 derajat Celsius, dan Bengkulu sebesar 36,6 derajat Celsius.
3. Sebut Potensi Hujan Lebat Masih Terjadi
Meskipun beberapa wilayah mengalami cuaca yang panas, potensi hujan sedang-lebat di sebagian wilayah Indonesia tetap masih ada.
"Dalam sepekan terakhir bulan April 2024, hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat masih terjadi di beberapa wilayah, seperti di Kerinci Jambi 83,8 mm per hari, Manado Sulawesi Utara 80 mm per hari, Aceh Besar 130 mm per hari, Sorong Papua Barat 91,0 mm per hari, Minangkabau Sumatera Barat 84 mm per hari, Kufar Maluku 83 mm per hari, dan Indragiri Riau sebesar 92 mm per hari," jelas Guswanto.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani menambahkan, memasuki awal Mei 2024 ini, potensi hujan dengan intensitas lebat masih dapat terjadi dalam sepekan kedepan di beberapa wilayah Indonesia.
Seperti di sebagian Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.
Kondisi itu dipicu oleh aktivitas gelombang atmosfer, yaitu gelombang ekuatorial Rossby dan gelombang Kelvin, Madden-Julian Oscillation (MJO), dan sirkulasi siklonik yang membentuk daerah perlambatan dan pertemuan angin, khususnya di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.
"Mengingat potensi cuaca ekstrem berupa hujan lebat masih dapat terjadi di Indonesia, sedangkan sebagian wilayah lain masih berpotensi mengalami fenomena suhu panas, maka masyarakat dihimbau untuk tetap tenang namun selalu waspada terhadap potensi bencana, serta terus memantau informasi peringatan dini cuaca melalui aplikasi infoBMKG untuk mendapatkan informasi yang lebih detail," tegas Andri.
Advertisement
4. Tegaskan Bukan Karena Heat Wave
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa cuaca panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah akibat gelombang panas atau heat wave.
Menurut dia, berdasarkan karakteristik dan indikator statistik pengamatan suhu yang dilakukan BMKG, fenomena cuaca panas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas.
"Memang betul, saat ini gelombang panas sedang melanda berbagai negara Asia, seperti Thailand dengan suhu maksimum mencapai 52°C. Kamboja, dengan suhu udara mencapai level tertinggi dalam 170 tahun terakhir, yaitu 43°C pada minggu ini," ucap Dwikorita kepada wartawan, Senin 6 Mei 2024.
"Namun, khusus di Indonesia yang terjadi bukanlah gelombang panas, melainkan suhu panas seperti pada umumnya," sambung dia.
Dwikorita menerangkan, kondisi maritim di sekitar Indonesia dengan laut yang hangat dan topografi pegunungan mengakibatkan naiknya gerakan udara. Sehingga dimungkinkan terjadinya penyanggaan atau buffer kenaikan temperatur secara ekstrem dengan terjadi banyak hujan yang mendinginkan permukaan secara periodik.
"Hal inilah yang menyebabkan tidak terjadinya gelombang panas di wilayah Kepulauan Indonesia," papar dia.
Suhu panas yang terjadi, kata Dwikorita, adalah akibat dari pemanasan permukaan sebagai dampak dari mulai berkurangnya pembentukan awan dan berkurangnya curah hujan. Sama halnya dengan kondisi 'gerah' yang dirasakan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini.
Hal tersebut, kata dia, juga merupakan sesuatu yang umum terjadi pada periode peralihan musim hujan ke musim kemarau, sebagai kombinasi dampak pemanasan permukaan dan kelembaban yang masih relatif tinggi pada periode peralihan ini.
"Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari," terang Dwikorita.
5. Malam Hari Suhu Udara Terasa Gerah
Sedangkan pada malam hari, lanjut Dwikorita,kondisi gerah serupa juga dapat terasa jika langit masih tertutup awan dengan suhu udara serta kelembaban udara yang relatif tinggi. Selanjutnya, udara berangsur-angsur dirasakan mendingin kembali jika hujan sudah mulai turun.
Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi, Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan, suhu udara maksimum tertinggi di Indonesia selama sepekan terakhir tercatat terjadi di Palu 37,8 derajat Celsius pada 23 April lalu.
Suhu udara maksimum di atas 36,5 derajat Celsius juga tercatat di beberapa wilayah lain, yaitu pada tanggal 21 April di Medan, Sumatera utara yang mencapai 37,0 derajat Celsius, dan di Saumlaki, Maluku mencapai suhu maksimum sebesar 37.8 derajat Celsius, serta pada tanggal 23 April di Palu, Sulawesi Tengah mencapai 36,8 derajat Celsius.
Berdasarkan hasil pantauan jaringan pengamatan BMKG, kata Ardhasena, hingga awal Mei 2024 menunjukkan bahwa baru sebanyak 8% wilayah Indonesia (56 Zona Musim atau ZOM) telah memasuki musim kemarau.
Wilayah yang telah memasuki periode musim kemarau tersebut meliputi sebagian Aceh, sebagian Sumatera Utara, Riau bagian utara, sekitar Pangandaran Jawa Barat, sebagian Sulawesi Tengah dan sebagian Maluku Utara.
Pada periode hingga satu bulan ke depan, terdapat beberapa wilayah yang akan memasuki musim kemarau seperti sebagian Nusa Tenggara, sebagian pulauJawa, sebagian pulau Sumatera, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Maluku, serta Papua bagian timur dan selatan.
"Meskipun demikian, sekitar 76 persen wilayah Indonesia lainnya (530 ZOM) masih berada pada periode musim hujan," tandas Dwikorita.
Advertisement