Ahay.. Saat Nyantri Ternyata yang Melamar Gus Baha Banyak Banget, Semua Punya Pondok

Jarang diungkap, ternyata yang melamar Gus Baha banyak sekali

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Mei 2024, 05:30 WIB
Rais Syuriyah PBNU KH Bahauddin Nursalaim (Gus Baha) sewaktu masih muda. (Foto: Istimewa via Laduni.id)

Liputan6.com, Cilacap - Siapa yang tak mengenal ulama kharismatik asal Rembang yang tersohor kecerdasan dan keluasan pengetahuan agamanya. Namanya ialah KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau populer dengan sapaan Gus Baha.

Rupanya, murid kinasih Mbah Moen ini memiliki kisah unik seputar dirinya saat masih menempuh pendidikan agama di pesantren.

Beliau mengisahkan, saat dirinya di pesantren banyak kiai yang melamar karena menginginkan beliau menjadi menantunya. Hal tersebut tentu saja tak lepas dari sosok beliau yang terkategori santri brilian.

Alasan kiai menginginkan menantu sekelas Gus Baha merupakan pilihan yang sangat logis. Memang lazimnya kiai akan cenderung memilih menantu dari kalangan yang juga pintar agama.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Jumlah Yang Melamar Segini

Seorang jemaah memeluk Gus Baha di Korea Selatan, pria tersebut telah memenangkan lelang baju Gus Baha (TikTok)

Perihal ini beliau sampaikan sendiri di sela-sela ceramahnya. Beliau mengatakan, orang yang ingin melamar dan menjadikannya menantu jumlahnya lebih dari 20 orang.

Tak tanggung-tanggung, semua yang ingin melamar beliau rupanya sekelas kiai yang memiliki pondok pesantren. 

“Saya ketika mesantren, yang melamar saya ada 20-an lebih dan semuanya punya pondok pesantren,” dikutip dari tayangan YouTube @BisriChannel, Selasa (07/05/2024).

Menanggapi hal itu, banyak pihak yang merasa bangga dan semuanya mendoakan Gus Baha, tak terkecuali kedua orang tuanya dan gurunya Mbah Moen.

“Jadi ibu saya bilang: “Anakku nikah sama siapa saja tetap menang/beruntung,” kenang Gus Baha.

“Akhirnya kan dapat luapan doa, Mbah Moen karena bangga ya ikut mendoakan, ibu saya sebab bangga ya ikut mendoakan, bapak saya sebab bangga ya ikut mendoakan,” sambungnya.

“Teman-teman saya sebab saya alim yang menjadi tempat mereka bertanya juga mendoakan,” pungkasnya.


Tips Memilih Menantu Laki-laki Menurut Ulama

Imam Al-Ghazali.

Menukil NU Online, Imam Al-Hasan Al-Bashri menasihati orang-orang tua yang memiliki anak perempuan untuk menyeleksi benar calon menantu laki-lakinya. Imam Al-Hasan Al-Bashri berpesan kepada orang tua untuk memperhatikan ketakwaan calon menantunya.

Imam Al-Hasan Al-Bashri menjelaskan lebih lanjut bahwa ketakwaan yang dimaksud bukan hanya dalam artian kesalehan individual berupa ritual formal seperti ibadah wajib maupun ibadah sunnah, tetapi juga mencakup kesalehan sosial dalam konteks domestik rumah tangga.

وقال رجل للحسن قد خطب ابنتي جماعة فمن أزوجها قال ممن يتقي الله فإن أحبها أكرمها وإن أبغضها لم يظلمها

Artinya, “Seseorang bertanya kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri, ‘Beberapa pemuda melamar anak perempuanku? Dengan siapa baiknya kunikahkan dia?’ Imam Al-Hasan menjawab, ‘(Nikahkanlah anakmu) dengan pemuda yang bertakwa kepada Allah, yang kelak jika hatinya sedang senang ia akan menghormati anakmu; dan jika sedang marah ia tidak akan menzaliminya.’” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2015 M], juz II, halaman 48). 

Imam Az-Zabidi dalam syarah Ihya-nya menjelaskan bahwa orang tua atau wali bagi anak perempuan harus memperhatikan sejumlah poin terkait calon menantu laki-lakinya. Sejumlah poin ini penting diperhatikan sebagai ikhtiar awal dalam memberikan jalan bagi bahtera rumah tangga anak perempuannya ke depan.

قوله (ويجب على الولي أيضا) أي ولي المخطوبة (أن يراعي خصال الزوج ولينظر لكريمته) وهي المخطوبة (فلا يزوجها ممن ساء خلقه أو خلقه) الأولى بالضم والثانية بالفتح (أو ضعف دينه) أي بأن يكون متهاونا بأموره (أو قصر عن القيام بحقها) أي المرأة (أو كان لا يكافئها في نسبها)

Artinya, “(Seorang wali) wali perempuan (wajib menjaga dan memperhatikan calon suami bagi anak perempuannya) yang akan dilamar. (Jangan ia menikahkan anaknya dengan pemuda yang buruk akhlak dan fisiknya), yang pertama dengan kha dhammah dan kedua dengan kha fathah, (atau lemah agamanya), yaitu meremehkan masalah agama, (atau lalai menjalankan kewajiban terhadapnya) terhadap istrinya, (atau orang yang tidak sekufu),” (Imam Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumiddin, [Beirut, Muassastut Tarikh Al-Arabi: 1994 M/1414 H], juz V, halaman 349).

Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya