Liputan6.com, Jakarta - Zakat merupakan ibadah yang wajib ditunaikan bagi muslim yang sudah memenuhi syarat-syaratnya. Di antaranya yaitu ada syarat nisab yang harus terpenuhi.
Nisab diartikan sebagai batasan minimal harta yang wajib dikenakan zakat. Lantas, yang menjadi pertanyaan bagaimana jika harta sudah mencapai nisab zakat akan tetapi masih memiliki utang yang belum dibayarkan?
Sebagaimana kita ketahui, bahwa orang yang berhutang atau gharim termasuk dalam salah satu golongan yang berhak mendapatkan zakat. Namun dalam beberapa kondisi, ada juga-orang-orang yang berutang namun memiliki harta yang telah mencapai nisab.
Baca Juga
Advertisement
Utang tersebut bisa saja ada karena beberapa faktor seperti modal bisnis, hutang hasil transkasi, dan lain sebagainya. Sementara itu, harta yang telah mencapai nishab dalam kurun waktu satu tahun, wajib untuk dikeluarkan zakatnya.
Lalu, manakah yang harus didahulukan antara membayar zakat atau melunasi utang? Berikut uraian lengkapnya dikutip dari laman Laznas Dewan Da'wah Official.
Saksikan Video Pilihan ini:
Hukum Zakat bagi Orang yang Berutang
Dalam permasalahan ini, perlu untuk melihat kondisi hutang terlebih dahulu. Jika yang bersangkutan membayar utang sebelum tiba saatnya membayar zakat (hartanya mencapai haul), sehingga total hartanya menjadi kurang dari nisab atau bahkan habis, maka ia tidak berkewajiban membayar zakat, karena dia tidak lagi tergolong sebagai orang yang wajib zakat.
Apabila hutang yang bersangkutan belum jatuh tempo sehingga dia tunda pembayarannya, maka perlu diketahui apakah utang tersebut bisa mengurangi harta yang wajib dizakati atau tidak, maka ulama berbeda pendapat dalam menyikapi kondisi ini.
Pendapat pertama, Imam Ahmad berpendapat, utang mengurangi harta yang dizakati secara mutlak, baik untuk harta batin seperti emas, perak, tabungan atau uang, maupun harta zahir seperti binatang ternak atau hasil pertanian. Meskipun utang itu belum dibayarkan ketika ia mengeluarkan zakat.
Advertisement
Kewajiban Membayar Utang
Pendapat kedua, utang mengurangi harta yang dizakati untuk harta batin, namun tidak mengurangi untuk harta zahir.
Pendapat ketiga, Jumhur ulama termasuk Imam Syafi'i, utang tidak mengurangi jumlah harta yang dizakati baik zahir maupun batin selama harta itu sudah diatas nishab dan bertahan selama setahun, tetap wajib dizakati meskipun nilai utangnya menghabiskan semua harta.
Maka pendapat yang paling mendekati yakni utang tidak menjadi penghalang zakat selama hutang itu masih ditahan. Apabila hutang belum dibayarkan, maka dihitung sebagai harta yang wajib dizakati.
Jika telah dibayarkan dan masih memiliki sisa lebih dari satu nisab, maka yang wajib dizakati yakni harta sisa, jika utang dibayarkan dan tidak ada sisa yang melebihi satu nisab, maka tidak ada kewajiban zakat.