Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan telah melakukan perubahan terhadap Permendag Nomor 36 Tahun 2023. Aturan baru yang diubah menjadi Permendag Nomor 7 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda menilai Permendag Nomor 36 Tahun 2023 memiliki tujuan yang baik untuk melindungi produsen dalam negeri, namun implementasinya yang tidak berjalan dengan baik.
Advertisement
"Aturan kebijakan impor kemarin (Permendag 36 tahun 2023) memang bertujuan baik untuk melindungi produsen dalam negeri namun memang sangat bermasalah dalam implementasi," kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Rabu (8/5/2024).
Menurutnya, aturan kebijakan impor yang lama banyak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Contohnya, banyak pelancong dalam negeri yang merupakan pelaku usaha jastip salah paham terhadap aturan tersebut.
"Pengaturan yang mengada-ada seperti pakaian maksimal 5 pcs dan sebagainya. Artinya, sampel tidak didasarkan bukti yang mengarah ke target tertentu dan membuktikan mereka jastiper atau tidak memang cukup rumit," ujarnya.
Oleh karena itu, dengan adanya revisi Permendag ini dapat menyelesaikan persoalan yang mencuat sebelumnya. Bahkan, melalui Permendag ini dapat kembali menghidupkan bisnis jastip. Kendati begitu Pemerintah harus tetap mengawasi dampak ke depannya dari Permendag baru tersebut.
"Saya rasa screening awal bisa jadi pintu masuk seperti rutinitas berpergian ke Luar Negeri, ataupun pengawasan melalui social media IG untuk barang jastip. Adanya revisi ini memang menghidupkan kembali bisnis jastip namun harus dilihat efek jangka menengah-panjangnya yang akan merusak pasar ritel lokal," pungkasnya.
Aturan Baru Barang Impor Disebut Kurang Adil, Ini Alasannya
Salah satu pendiri Migrant Care Anis Hidayah meminta pemerintah lebih melakukan kajian terhadap setiap aturan atau revisi kebijakan yang dikeluarkan. Dalam hal ini, ia menyoroti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2024 selaku revisi dari Permendag 36/2023 soal pengaturan izin impor.
Pasalnya, Permendag 7/2024 yang berlaku 6 Mei 2024 menetapkan pembebasan bea masuk di bawah angka USD 1.500 untuk barang milik Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terdaftar dalam Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan USD 500 untuk yang tidak terdaftar di BP2MI.
Sementara dalam Permendag 36/2023 juncto 3/2024 yang berlaku 10 Maret 2024 tidak mengatur pengenaan bea kepada barang milik PMI yang dibawa ke Indonesia.
Anis menilai, aturan baru ini akan cenderung merepotkan banyak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang membawa pulang oleh-oleh dari majikannya di luar negeri.
"Jadi beban yang akan dibayar oleh mereka yang bawa barang dari luar negeri itu juga harus rasional, karena selama ini kebijakan yang diterapkan kan lebih mahal bea cukainya daripada barang yang dibeli. Sehingga akan memicu kemarahan banyak orang, memunculkan kegaduhan," ujar Anis kepada Liputan6.com, Selasa (7/5/2024).
Advertisement
Dinilai Tak Fair
Menurut dia kebijakan teranyar ini jadi tidak fair, sehingga perlu dilakukan kajian yang lebih partisipatif pada banyak pihak.
Ia pun meminta pengenaan bea untuk para pekerja migran maupun pihak lainnya tidak terlalu membebani, meskipun tetap ada pemasukan untuk negara.
"Karena selama ini transparansinya juga dipertanyakan. Jadi kebijakan itu musti dibuat dengan proses-proses yang partisipatif, banyak melibatkan masyarakat seperti apa kebijakan yang pas, tidak memberikan beban yang lebih kepada masyarakat, rasional, tetapi juga tetap ada masukan bagi negara," tuturnya.