Duo Muller jadi Tersangka, Polisi Izin Geledah Pihak PT Dago Inti Graha dan Inzage PN Bandung soal Sengketa Dago Elos  

Surat yang dikirimkan kepada Jo Budi Hartanto dan Ketua Pengadilan Negeri Bandung itu belum juga mendapatkan respon.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 09 Mei 2024, 20:00 WIB
Spanduk hitam terbentang di Terminal Dago, Kota Bandung, menegaskan perlawanan warga Dago Elos atas ancaman penggusuran, (7/5/2024). (Dikdik Ripaldi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Bandung - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat menetapkan Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller sebagai tersangka tindak pidana pemalsuan surat dan keterangan palsu pada kasus sengketa tanah di Dago Elos, Kota Bandung.

Heri dan Dodi merupakan dua dari empat pihak yang menggugat warga Dago Elos ke pengadilan. Selain mereka, dua pihak lainnya yakni Pipin Sandepi Muller dan PT Dago Inti Graha.

Tak hanya menjadikan Heri dan Dodi sebagai tersangka, polisi juga diketahui telah mengajukan izin penggeledahan kepada Jo Budi Hartanto, Dirut PT Dago Inti Graha. Hal tersebut diketahui melalui surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan tanggal 6 Mei 2024.

Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Habar Kasubdit II Anjun Kombes Pol Goncang Ajie Susatyo. "Penyidik telah mengirimkan surat permohonan izin penggeledahan sdr Jo Budi Hartanto," dikutip dari surat.

Di samping itu, polisi juga sudah menyampaikan permohonan inzage yakni permohonan untuk melihat atau memeriksa berkas perkara kasus sengketa tanah Dago Elos kepada Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung.

"(Menyampaikan) surat permohonan inzage bukti-bukti dalam berkas gugatan perdata ke Ketua Pengadilan Negeri KLS 1 Bandung".

Namun, pengakuan polisi, surat yang dikirimkan kepada Jo Budi Hartanto dan Ketua Pengadilan Negeri Bandung itu belum juga mendapatkan respon.

"Akan tetapi sampai dengan saat ini kami belum mendapatkan jawaban atas kedua surat permohonan tersebut," tulisnya.

Pihak kepolsian menerangkan bahwa mereka akan melakukan langkah lanjutan dalam rangka penyidikan. Di antaranya, polisi akan memanggil dan memeriksa dua tersangka Heri Hermawan Muller dan sdr Dodi Rustandi Muller.

Langkah lainnya yang akan dilakukan penyidik adalah melakukan pemberkasan dan mengirimkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

 


Tersangka Belum Ditahan

Sengketa tanah di Dago Elos-Cirapuhan, Kota Bandung, kini membuka lembar anyar. Polda Jawa Barat telah menetapkan status tersangka terhadap dua orang dari empat pihak yang dulu menggugat warga di pengadilan.

Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Jules Abraham Abast menyampaikan, dua tersangka itu yakni Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller. Mereka diduga melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan kasus keterangan palsu pada sengketa tanah Dago Elos.

Penetapan status tersebut, kata Jules, merupakan perkembangan dari laporan warga yang diterima polisi LP/B/336/VIII/2023, tanggal 15 Agustus 2023 lalu, atas nama Ade Suherman.

"Ade Suherman melaporkan terkait adanya tindak pidana pemalsuan surat dan atau menyuruh memasukan keterangan palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 dan atau 263 KUHP," keterangan Jules, Selasa, 7 Mei 2024.

Sebelumnya, Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller masih berstatus saksi. Jules menyebut, peningkatan status mereka merupakan hasil gelar perkara yang telah dilakukan penyidik, serta temuan alat bukti yang mendukung.

"Sebagaimana pasal 184 KUHP terhadap status saksi berdasarkan rekomendasi hasil gelar perkara ditingkatkan statusnya menjadi tersangka," katanya.

Hingga Selasa, 7 Mei 2024, polisi belum melakukan penahan terhadap dua tersangka. Jules menegaskan, penyidik bakal melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap dua tersangka.

"Untuk saat ini kami baru meningkatkan status. Baru selesai gelar perkara sehingga terhadap keduanya dalam waktu cepat akan dilakukan pemeriksaan dan akan dilakukan proses penyidikan lebih lanjut," dia menandaskan.

 


Riwayat Sengketa

Sengketa di dekat apartemen mewah The Maj Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, itu bermula sekitar November 2016 lalu. Warga yang sudah hidup puluhan tahun di kampungnya tiba-tiba digugat generasi ke empat keluarga Muller yang mengaku ahli waris lahan seluas 6,3 hektare melingkup permukiman Dago Elos-Cirapuhan.

Warga digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung oleh empat pihak atas nama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, Pipin Sandepi Muller, dan PT Dago Inti Graha.

Mereka mengklaim memiliki Eigendom Verponding, bukti kepemilikan lahan di era Hindia Belanda, diwariskan kakek mereka, George Henrik Muller. Haknya lalu dioper kepada PT Dago Inti Graha, 1 Agustus 2016, lewat direktur utama Orie August Chandra.

Tanggal 24 Agustus 2017, majelis hakim PN Bandung, memenangkan gugatan keluarga Muller. Sejumlah bukti dari warga dimentahkan, dianggap tak cukup kuat untuk jadi alas hak.

Bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, warga naik banding ke Pengadilan Tinggi Bandung. Majelis hakim saat itu, terdiri dari hakim ketua Arwan Byrin, hakim anggota Achmad Sobari dan Ridwan Ramli, pun merilis putusannya pada 5 Februari 2018. Hasilnya, warga tetap kalah.

Selepas itu, warga mengajukan Kasasi ke MA. Warga memohon agar pengadilan bisa membatalkan dua putusan awal dari PN Bandung dan Pengadilan Tinggi Bandung.

29 Oktober 2019, majelis hakim MA saat itu yakni hakim ketua Yakup Ginting, serta hakim anggota Ibrahim dan Yunus Wahab mengabulkan permohonan warga. Dua putusan sebelumnya digugurkan.

Namun, pihak keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada Mahkamah Agung (MA) pada 2022 lalu. Putusannya, menguntungkan keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha. Mereka diprioritaskan memperoleh hak milik tanah, sedangkan warga Elos terancam digusur.

Pada putusan PK nomor 109/PK/Pdt/2022, dirujuk Liputan6.com melalui Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, lebih dari 300 warga dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum.


Tetap Melawan

Meski dikalahkan di pengadilan, warga Dago Elos tetap bertahan mendiami kampung dan terus melakukan upaya perlawanan lewat gerakan-gerakan solidaritas, pun celah-celah hukum.

Sejak mula, warga meyakini putusan hukum yang mereka terima didasarkan pada kecurangan, bahwa Heri Hermawan Muller, Dedy Kustendi Muller, Pipin Sandepi Muller, serta Jo Buli Hartanto selaku Direktur PT Dago Inti Graha, diduga memberikan keterangan-keterangan tidak benar dalam persidangan.

Keterangan tidak benar yang dimaksud warga misalnya menyangkut akta peralihan kepemilikan tanah.

Jadi, merujuk putusan PN Bandung Nomor 454/PDT.G/2016/PN.Bdg, diklaim bahwa tanah permukiman warga Dago Elos-Cirapuhan mulanya milik sebuah pabrik semen pada masa kolonial Belanda, PT Tegel Semen Handeel “Simoengan”.

Selanjutnya, disebutkan bahwa kepemilikan tanah itu diserahkan kepada George Hendrik Muller melalui akta yang dibuat di hadapan notaris pada 7 Agustus 1899.

Namun, warga menduga informasi itu bohong. Pasalnya, warga berhasil menemukan fakta bahwa George Hendrik Muller baru lahir pada 24 Januari 1906. Bukti tanggal kelahiran itu tertera pada nisan makam George Hendrik Muller.

Warga lantas mempertanyakan, bagaimana mungkin George Hendrik Muller yang baru lahir tahun 1906 itu sudah bisa mengurus kepemilikan tanah di tahun 1899?

"Sungguh di luar nalar kami, bila ada yang -lahir saja belum- namun pada tanggal 7 Agustus 1899 sudah bernama George Hendrik Muller, sudah memiliki kemampuan menghadap notaris, dan melakukan perbuatan perdata menerima peralihan hak atas tanah," tulis warga.

Warga pun sudah melaporkan Heri Hermawan Muller, Dedy Kustendi Muller, Pipin Sandepi Muller, dan Jo Buli Hartanto ke Polda Jawa Barat. Mereka diduga melakukan perbuatan pidana yakni memberikan keterangan-keterangan tidak benar dalam persidangan di PN Bandung.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya