Liputan6.com, Pekanbaru - Mahasiswa Khariq Anhar dipolisikan Rektor Universitas Riau Sri Indarti ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Laporan berbentuk pengaduan masyarakat ini sudah masuk tahapan meminta keterangan sejumlah pihak.
Pengaduan masyarakat ini merupakan buntut demonstrasi Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP) di Universitas Riau dan konten di media sosial. Mereka mengkritisi mahalnya biaya kuliah, khususnya kutipan uang pangkal atau Iuran Pengembangan Institusi (IPI) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Baca Juga
Advertisement
Dalam aksinya, demonstran membawa foto Sri Indarti. Gambar itu dilengkap dengan kalimat "Inilah Broker di Universitas Riau".
Kuasa hukum Sri Indarti, Muhammad Rauf dikonfirmasi menjelaskan, kliennya tidak mempersoalkan kritikan melainkan penyertaan kalimat tersebut dalam foto yang dibawa mahasiswa.
"Adanya kalimat inilah yang dianggap sudah menyerang harkat dan martabat Sri Indarti selaku subjek hukum bukan dalam kapasitas selaku rektor yang memiliki jabatan publik," terang Rauf.
Sebelum membuat pengaduan ke Polda Riau, Rektor Universitas Riau sudah meminta pendapat kepada pimpinan lainnya di kampus dan ahli hukum. Langkah ini dilakukan dengan hati-hati agar langkah hukum yang diambil tidak salah.
"Jadi penggunaan kalimat itu, menurut ahli hukum yang mendalami tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU ITE, tidak lagi masuk dalam kualifikasi kritik atas kebijakan Sri Indarti selaku Rektor, tapi sudah masuk pada kualifikasi menyerang kehormatan dan harkat martabat secara pribadi," jelas Rauf.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Konten di Medsos
Sebagai informasi, demonstrasi dan video mengkritik itu diunggah AMP di media sosial Instagram pada 6 Maret 2024. Dalam video itu, AMP mengkritik mahalnya biaya UKT dan IPI.
Pada 2024, universitas memberlakukan IPI untuk sejumlah program studi. Jumlah biaya IPI bervariasi tiap prodi sehingga kebijakan itu diprotes mahasiswa, salah satunya dengan konten video di media sosial.
Dalam konten itu, mahasiswa mengkritik uang pangkal masuk di sejumlah prodi, misalnya Bimbingan Konseling dan Ilmu Pemerintah sebesar Rp10 juta.
Khariq juga mengkritik mahalnya biaya prodi pendidikan dokter yang mencapai Rp115 juta.
Advertisement