Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu terakhir, kabar Raffi Ahmad dan Nagita Slavina yang adopsi anak menjadi topik yang tren dibicarakan publik. Bayi perempuan itu bernama Lily, sehingga populer pula dengan sebutab Bayi Lily.
Saat ini, bayi yang baru dilahirkan itu sudah tinggal bersama mereka dan akikah baru saja digelar.
Raffi berujar kehadiran Lily adalah jawaban dari doa Nagita Slavina di malam Lailatul Qadar. Kala itu, Nagita meminta kepada Allah untuk diberikan satu keturunan lagi berjenis kelamin perempuan.
Baca Juga
Advertisement
"Gigi berdoa pengin banget, aku sama Gigi tuh pengin banget punya anak perempuan. Tiba-tiba besoknya gimana caranya nggak tahu, datanglah (Lily) ibaratnya dari jalur langit," terang Raffi Ahmad di Mampang Prapatan.
Terlepas dari latar belakang Lily yang juga banyak diperbincangkan, Raffi dan Nagita yang mengangkat dan merawat anak patut diapresiasi. Adopsi anak merupakan praktik yang lazim dalam kehidupan masyarakat.
Namun begitu, dalam hukum Islam ada rambu-rambu dalam hal mengangkat anak yang tak boleh dilanggar. Apabila melanggar, bukannya pahala dan kebaikan yang didapat, justru mendatangkan dosa.
Ulama ahli fiqih, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menjelaskan dengan gamblang mengenai hal-hal yang dilarang dalam adopsi atau hukum adopsi anak dalam Islam.
Simak Video Pilihan Ini:
Risiko Adopsi dan Rambu-rambunya dalam Islam
Gus Baha menjelaskan ada tiga kekhawatiran yang muncul jika seseorang mengadopsi anak. Pertama, tercampur aduknya hubungan anak.
“Agama Islam telah melarang adopsi anak karena nanti takut tercampurnya hubungan darah,” kata Gus Baha dalam kajian Hukum Adopsi Anak di kanal Youtube Santri Gayeng sebagaimana dilansir dari Republika, Jumat (10/5/2024).
Gus Baha menjelaskan, setiap satu orang memiliki tujuh orang yang haram dinikahi karena hubungan darah. Tujuh orang itu adalah ibu, saudara perempuan, bibi dari ayah, bibi dari ibu, ponakan (anak dari saudara laki-laki dan perempuan).
Gus Baha mengisahkan Rasulullah SAW yang mempunyai anak angkat bernama Zaid. Karena sangat dekat dengan Zaid, orang-orang sampai mengira Zaid adalah anak Muhammad dengan nama Zaid bin Muhammad.
Namun, Allah SWT membatalkan itu secara nasabnya. Allah menyuruh agar orang-orang memanggilnya dengan sebutan Zaid bin Haritsah, tidak boleh disebut Zaid bin Muhammad. Sampai turunlah ayat dari Allah langsung dalam surat al-Ahzab ayat 5:
اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ ۗوَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Ud\'ụhum li`ābā`ihim huwa aqsaṭu \'indallāh, fa il lam ta\'lamū ābā`ahum fa ikhwānukum fid-dīni wa mawālīkum, wa laisa \'alaikum junāḥun fīmā akhṭa`tum bihī wa lākim mā ta\'ammadat qulụbukum, wa kānallāhu gafụrar raḥīmā.
“Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Mahapengampun, Mahapenyayang.”
“Seseorang harus disebut dengan nama ayahnya, itu cara kalau mau adil menurut Allah. Sebab, anak adopsi nanti pasti menumbuhkan sifat sombong. Nah, ini kekhawatiran yang kedua, melahirkan sifat sombong. Bisa saja dia tidak siap mempunyai ayah yang tidak jelas hidupnya,” ujar dia.
Advertisement
Silsilah Nasab dan Tujuan Adopsi
Lebih lanjut Gus Baha mengatakan selain dicatat nasabnya, anak adopsi harus mengetahui silsilah keluarganya dan jumlah saudaranya. Jika anak tersebut tersinggung karena dianggap anak angkat, berarti anak itu sombong dan harus dikembalikan ke keluarganya.
Kekhawatiran yang ketiga adalah tidak maksimal tercapai tujuan awal dari adopsi anak. Mayoritas orang mengadopsi karena ingin menolong miskin. Menurut Gus Baha, jika memang itu alasannya dari segi sosial, mengapa tidak memberikan bantuan orang miskin.
“Misalnya, anak yang diadopsi itu minta motor seharga Rp20 juta, dibelikan sama orang tuanya. Kalau dilihat, Rp 20 juta itu bisa diberikan ke fakir miskin atau santri. Berapa banyak santri yang dapat? Kalau diberikan kepada orang shaleh, santri, masyarakat, setiap orang dapat sejuta pasti akan sangat bersyukur dan mendoakan kita,” jelas dia.
Terlepas dari tiga hal itu, Gus Baha menyebut tetap boleh jika mengadopsi anak hanya sekadarnya saja. Bisa tetap dibiayai tapi dikembalikan kepada orang tua. Nantinya, anak itu akan mendapat kasih sayang dan tidak menjadi sombong.
“Terkecuali untuk hal darurat, ada pasangan tidak bisa mempunyai keturunan lalu ingin adopsi anak. Itu boleh saja tapi tetap harus dicatat nasabnya. Karena ciri utama manusia yang disebut Allah adalah orang yang jelas nasabnya,” kata dia.