Liputan6.com, Malang - Universitas Brawijaya di Malang, Jawa Timur akan membuka Rumah Budaya Indonesia di Tianjin, China untuk mendorong pengenalan bahasa maupun nilai-nilai kebudayaan lain Indonesia.
"Kami mau membuka Rumah Budaya Indonesia di Tianjin Foreign Studies University untuk mengenalkan budaya Indonesia dan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa global yang diakui oleh UNESCO," kata Rektor Universitas Brawijaya (UB) Widodo saat ditemui di Beijing, China pada Rabu (8/5/2024), dilansir dari Antara.
Advertisement
Rencananya pembukaan Rumah Budaya Indonesia di Tianjin Foreign Studies University akan dilaksanakan pada Jumat, 10 Mei 2024.
Selain acara seremonial, pembukaan Rumah Budaya Indonesia juga diisi dengan kuliah tamu dengan topik kuliner Indonesia, literatur kontemporer China-Indonesia dan workshop pembuatan batik motif jumput yang seluruhnya diisi oleh dosen-dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya.
"Di China sendiri ada 25 perguruan tinggi yang memiliki program studi bahasa Indonesia, kami mau menjadi hub (pusat) untuk pendidikan bahasa Indonesia, jadi harapannya Rumah Budaya ini menjadi pusat studi bahasa Indonesia, tes BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) dan mengenalkan budaya kita ke masyarakat global," tambah Widodo.
Widodo menyebut UB memilih China, khususnya kota Tianjin sebagai lokasi Rumah Budaya karena UB dan Tianjin Foreign Studies Universities juga sudah punya kerja sama erat khususnya di bidang Sastra China.
"Namun saat ini kami melihat hubungan China dan Indonesia sangat erat, walau sebenarnya hubungan ini sudah lama juga, bahkan sejak zaman Majapahit, nah saat ini kami ingin membuka kembali hubungan budaya tersebut," ungkap Widodo.
Terlebih salah satu mandat universitas di Indonesia, ujar Widodo, adalah meningkatkan kualitas dan memperkenalkan universitas Indonesia ke komunitas global dengan harapan peringkat universitas di Indonesia dapat naik.
"Untuk memperkenalkan UB ke 'teman internasional' maka kami membawa budaya lokal yang menjadi daya tarik untuk memahami Indonesia dan tentu akhirnya memahami universitas Brawijaya. Istilahnya kami berusaha untuk mengglobalisasi local wisdom tradisi kita ke masyarakat internasional," tambah Widodo.
Pusat Budaya dan Kreativitas
Dekan FIB Universitas Brawijaya Hamamah mengatakan Rumah Budaya Indonesia tidak hanya menjadi tempat pameran tapi juga menjadi pusat budaya dan kreativitas.
"Tema yang kami angkat di Rumah Budaya Indonesia akan berbeda setiap tahun, sehingga Rumah Budaya bukan hanya ruang pamer yang statis melainkan tempat dinamis untuk berkreativitas," kata Hamamah.
Pada 2024, menurut Hamamah, tema Rumah Budaya Indonesia adalah "Sejarah Interkoneksi Budaya Indonesia-Tiongkok".
"Kami akan tunjukkan kepada orang-orang bahwa belajar bahasa Indonesia itu tidak hanya belajar bahasa yang membosankan tapi kami tunjukkan interkoneksi sejarah kita. Dari orang-orang dari China datang ke Indonesia, menginspirasi beberapa artefak budaya di Indonesia misalnya batik Lasem, lalu ada wayang potehi, sastra Indonesia juga banyak sejarah yang terinspirasi dari Tiongkok dan juga kuliner kami bawa ke sini sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia," jelas Hamamah.
Hamamah berharap dengan berbagai media pembelajaran tersebut, masyarakat China bisa memahami ada hubungan sejarah antara leluhurnya dengan Indonesia pada masa lampau namun selain sejarah, ada juga budaya yang saling tercampur dan masih hadir di Indonesia.
"Kami juga ingin mengenalkan Indonesia ke China bagian Utara, karena kalau China bagian Selatan relatifnya sudah mengenal Indonesia sedangkan di Utara belum banyak jadi kami mulai perkenalan itu dengan jaringan yang sudah kami miliki di Tianjing Foreign Studies University untuk pembelajaran bahasa Indonesia atau pembekalan budaya Indonesia di China bagian Utara," lanjut Hamamah.
Advertisement
Jajaki Kerja Sama dengan Universitas di China
Widodo mengakui memang masih sedikit masyarakat China yang tinggal di provinsi dan daerah bagian Utara China --termasuk Beijing dan Tianjin-- mengenal Indonesia, dibanding provinsi di bagian Selatan seperti Fujian, Yunnan maupun Hainan.
"Dan bahkan populasi orang Indonesia di China bagian Utara jauh lebih sedikit dibanding yang ada di Selatan, ini menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat Indonesia-China ada di Selatan, tapi kita melihat China ini potensinya sangat besar, penduduknya banyak, teknologinya sangat maju dan memiliki kebijakan-kebijakan yang mendorong untuk bisa bekerja sama dengan Indonesia termasuk 'Belt and Road Inisitative', dan kami ingin semakin mendekat ke sana," jelas Widodo.
Selain membuka Rumah Budaya Indonesia, Widodo menyebut UB juga menjajaki kerja sama dengan universitas dan lembaga penelitian lain termasuk misalnya membuka joint degree antara UB dengan perguruan tinggi di China di bidang sains, kedokteran gigi dan bidang lainnya. Kuliah yang dilakukan di Indonesia rencananya menggunakan bahasa pengantar Bahasa Indonesia.
"UB juga menempatkan dosen kami selama setahun di Rumah Budaya Indonesia sehingga selain sebagai dosen penutur Bahasa Indonesia asli sekaligus bertugas untuk mengembangkan aktivitas di Rumah Budaya Indonesia, termasuk ikut memperkenalkan wisata Jawa Timur yang akan menjadi tema tahun depan," kata Hamamah.
Terkait jumlah mahasiswa China di UB, berdasarkan catatan hanya ada sebanyak dua orang mahasiswa jurusan S2 Linguistik dan empat orang mahasiswa S1 yang menerima beasiswa Dharmasiswa yaitu pertukaran pelajar bidang budaya, di mana keempatnya juga berasal dari Tianjin Foreign Study University.
Sedangkan untuk jumlah mahasiswa Indonesia yang bersekolah di China, menurut Duta Besar China untuk Indonesia Lu Kang, mencapai sekitar 15.000 orang pada pertengahan 2023.