Liputan6.com, Bandung - Ahli Vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Mirzam Abdurachman, S.T., M.T., menyampaikan pembacaannya terkait siklus erupsi Gunung Ruang di Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara.
Mirzam mengatakan, gempa bumi yang terjadi di Pulau Doi pada tanggal 9-14 April 2024, diikuti dengan erupsi Gunung Ruang pada tanggal 16 April, membuka peluang untuk memprediksi letusan gunung berapi dalam jangka panjang.
Advertisement
Berdasarkan data letusan Gunung Ruang dari tahun 1808 hingga 1940, Dr. Mirzam menemukan pola siklus letusan dengan rata-rata 32,25 tahun. Analisis data ini menunjukkan bahwa letusan kuat tidak terjadi setiap tahun, dan tercatat pada tahun 1810, 1817, 1840, 1870, 1904, 1905, dan 1940.
"Jika pola ini berlanjut, letusan kuat berikutnya diprediksikan terjadi antara tahun 1972 dan 2036," dicuplik dari laman ITB, Jumat (10/5/2024).
Namun, Mirzam menegaskan, pola tersebut tidak selalu tepat dan letusan besar dapat terjadi di luar periode prediksi. Hal ini terlihat pada tahun 2002 dan 2004, di mana terjadi letusan besar yang tidak sesuai dengan pola 32,25 tahun.
Sehingga, menurutnya kita perlu selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya letusan sisa rentang periode 2004-2036.
"Dua gempa kemarin yang diikuti erupsi Gunung Ruang sudah menjadi pertanda akan isi perut gunung ruang yang belum dikeluarkan sepenuhnya pada prediksi letusan periode 2004," ucapnya.
Catatan Tsunami
Berdasarkan catatan sejarah, katanya, pada tahun 1871, erupsi Gunung Ruang telah mengakibatkan terjadinya tsunami dengan tingkat kekuatan letusan atau Volcanic Explosity Index (VEI) sebesar 2. Sekitar 400 orang dilaporkan meninggal dunia akibat bencana tersebut.
Tsunami yang terjadi diakui sebagai tsunami vulkanik, yaitu jenis tsunami yang disebabkan oleh aktivitas vulkanik.
Berdasarkan long term prediction, diprediksi erupsi besar Gunung Ruang selanjutnya adalah pada 2036. Akan tetapi, prediksi erupsi besar sebelumnya yaitu pada 2004 tidak terjadi, sehingga ada kemungkinan akan ada bebeberapa erupsi yang terjadi ke depan sisa-sisa dari erupsi 2004.
Selain tsunami, bahaya lainnya yang perlu diwaspadai adalah interaksi air laut dengan magma. Hal ini dapat meningkatkan tekanan secara tiba-tiba dan memicu letusan yang lebih besar, seperti yang terjadi pada Gunung Krakatau pada tahun 2018.
“Ketika kemudian sudah longsor air laut masuk bukannya seperti panas disiram, namun panas tersebut melentik kemudian memicu letusan yang lebih besar,” ujar Dr. Mirzam
Advertisement
Dampak Letusan
Pada saat gunung berapi erupsi bahaya yang terjadi terbagi menjadi dua yaitu bahaya primer (yang terjadi langsung saat erupsi terjadi) seperti aliran lava panas, wedus gembel, efek balistik, abu vulkanik, gas beracun, dan lahar.
Ada pula bahaya sekunder (post eruption), terjadi setelah erupsi gunung api, seperti banjir bandang, tsunami, hujan asam, perubahan iklim, dan polusi atmosfer.
Sementara Gunung Ruang, yang terletak di tengah laut, memiliki beberapa potensi bahaya yang perlu diwaspadai.
"Pertama, potensi tsunami dapat terjadi apabila material longsor masuk ke laut atau jika lereng gunung api runtuh, Kedua, letusan Gunung Ruang dapat mengeluarkan aliran lava dan piroklastik panas.Ketiga, abu vulkanik yang dihasilkan erupsi dapat mengganggu kesehatan pernapasan dan merusak ekosistem di sekitarnya," katanya.
Selain itu, terdapat pula fenomena kilatan petir yang muncul saat erupsi merupakan hal yang umum terjadi. Kilatan ini disebabkan oleh gesekan partikel-partikel yang terlontar dari gunung api.