Korea Selatan Berencana Bentuk Kementerian Khusus Atasi Angka Kelahiran Rendah

Sebelum rencana pembentukan kementerian khusus itu muncul, Korea Selatan telah melakukan sejumlah inisiatif. Salah satunya memperpanjang cuti berbayar ayah.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 11 Mei 2024, 14:15 WIB
Ilustrasi Korea Selatan. (Dok. JaeHong Park/Unsplash)

Liputan6.com, Seoul - Pemimpin Korea Selatan pada hari Kamis (9/5/2024) mengatakan dia berencana membentuk kementerian baru untuk mengatasi darurat nasional atas tingkat kelahiran yang sangat rendah di negara tersebut.

Korea Selatan tengah bergulat dengan krisis demografi yang semakin parah.

Dalam pidato yang disiarkan televisi, Presiden Yoon Suk Yeol mengatakan dia akan meminta kerja sama parlemen untuk membentuk Kementerian Penanggulangan Angka Kelahiran Rendah.

"Kami akan mengerahkan seluruh kemampuan bangsa untuk mengatasi rendahnya angka kelahiran yang dapat dianggap sebagai darurat nasional," ujarnya dalam konferensi pers yang diadakan untuk menandai dua tahun masa jabatannya, seperti dilansir CNN, Sabtu (11/5/2024).

Dalam kesempatan yang sama, Yoon Suk Yeol mengakui pemerintahannya gagal dalam upaya meningkatkan kehidupan masyarakat. Dia berjanji akan menggunakan masa jabatannya selama tiga tahun ke depan untuk meningkatkan perekonomian dan mengatasi angka kelahiran rendah.

Korea Selatan mempunyai tingkat kesuburan terendah di dunia, yang menunjukkan jumlah rata-rata anak yang akan dimiliki seorang wanita seumur hidupnya. Angka ini hanya tercatat sebesar 0,72 pada tahun 2023 – turun dari 0,78 pada tahun sebelumnya, penurunan terbaru dalam serangkaian penurunan tahunan yang panjang.

Negara-negara membutuhkan tingkat kesuburan 2,1 untuk mempertahankan populasi yang stabil, tanpa adanya imigrasi.

Data tersebut menggarisbawahi bom waktu demografi yang dihadapi Korea Selatan dan negara-negara Asia Timur lainnya karena masyarakat mereka mengalami penuaan yang cepat hanya dalam beberapa dekade setelah industrialisasi yang pesat.


Sejumlah Upaya Gagal

Ilustrasi bayi. (Dok. Freepik)

Banyak negara Eropa juga menghadapi populasi menua, namun kecepatan dan dampak perubahan tersebut dapat dimitigasi oleh imigrasi. Namun, negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan China menghindari imigrasi massal untuk mengatasi penurunan populasi usia kerja.

Para ahli mengatakan alasan terjadinya pergeseran demografi di kawasan ini adalah tuntutan budaya kerja, stagnasi upah, kenaikan biaya hidup, perubahan sikap terhadap pernikahan dan kesetaraan gender, serta meningkatnya kekecewaan di kalangan generasi muda.

Terlepas dari faktor ekonomi yang berperan, mengeluarkan uang untuk mengatasi masalah tersebut terbukti tidak efektif. Pada tahun 2022, Yoon Suk Yeol mengakui bahwa lebih dari USD 200 miliar telah dihabiskan untuk mencoba meningkatkan populasi selama 16 tahun terakhir.

Inisiatif-inisiatif seperti memperpanjang cuti berbayar ayah, menawarkan voucher berupa uang kepada orang tua baru, dan kampanye sosial yang mendorong laki-laki untuk berkontribusi dalam pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga, sejauh ini gagal membalikkan tren tersebut.

Para ahli dan warga malah menunjuk pada beberapa masalah sosial yang mengakar – misalnya, stigma terhadap orang tua tunggal, diskriminasi terhadap kemitraan non-tradisional, dan hambatan bagi pasangan sesama jenis.


Langkah Jepang

Ilustrasi bayi. (Dok. Mostafa Meraji/Pixabay)

Pemerintah Jepang telah mencoba inisiatif-inisiatif serupa untuk mendorong pasangan agar memiliki anak, namun tidak membuahkan hasil, sehingga mendorong pemimpin negara tersebut untuk mengambil tindakan lainnya dalam beberapa tahun terakhir.

Pada Januari 2023, Perdana Menteri Fumio Kishida memperingatkan bahwa Jepang di ambang tidak mampu mempertahankan fungsi sosial karena menurunnya angka kelahiran. Dia mengumumkan rencana untuk membentuk lembaga pemerintah baru yang fokus pada masalah ini.

Badan Anak dan Keluarga diluncurkan beberapa bulan kemudian dan dimaksudkan untuk mengatasi sejumlah masalah, mulai dari meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak hingga mendukung keluarga dan orang tua.

"Langkah-langkah ini, mulai dari meningkatkan layanan penitipan anak dan menyediakan tempat bagi anak-anak untuk bermain dan tinggal, bertujuan untuk mengatasi penurunan angka kelahiran dan menciptakan masyarakat di mana orang-orang memiliki harapan untuk menikah, memiliki anak, dan membesarkan mereka," sebut situs web badan tersebut. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya