Liputan6.com, Jakarta Orangtua kerap mendapati tinja anak memiliki tekstur dan bentuk yang berbeda. Dari konsistensi tinja, orangtua bisa mengetahui apakah keadaan pencernaan anak sedang baik-baik saja atau tidak.
Menurut dokter spesialis anak subspesialis gastrohepatologi anak RS Pondok Indah, Bintaro Jaya, Frieda Handayani Kawanto, konsistensi tinja dibagi dalam tujuh tipe. Berdasarkan skala tinja Bristol, ketujuh tipe itu adalah:
Advertisement
Tipe1
Keras, mirip kacang (sulit dikeluarkan).
Tipe 2
Seperti sosis, tetapi masih menggumpal.
Tipe3
Berbentuk sosis, permukaannya retak.
Tipe 4
Mirip sosis atau ular, empuk dan halus.
Tipe 5
Seperti gumpalan, tetapi mudah dikeluarkan.
Tipe 6
Permukaan halus, mudah cair, sangat mudah dikeluarkan.
Tipe 7
Sama sekali tak berbentuk 100 persen cair.
Dari ketujuh tipe ini, tinja yang normal adalah tipe tiga dan empat. Di mana tinja berbentuk sosis, permukaannya retak, empuk, dan halus.
Jika tekstur tinja anak tidak seperti yang disebutkan di tipe tiga dan empat, maka kemungkinan anak tengah mengalami masalah pencernaan. Dan masalah pencernaan yang paling banyak dialami anak-anak adalah diare serta konstipasi atau sembelit.
“Anak yang mengalami konstipasi memiliki keluhan frekuensi buang air besar (BAB) yang tidak teratur disertai konsistensi tinja yang keras, kering, dan sulit dikeluarkan sehingga menimbulkan nyeri saat BAB,” kata Frieda dalam keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com, Sabtu (11/5/2024).
2 Tipe Konstipasi yang Sering Dialami Anak
Frieda menambahkan, ada dua tipe konstipasi yang sering dialami anak-anak, yakni konstipasi organik dan konstipasi fungsional.
Konstipasi Organik
Konstipasi organik adalah sembelit yang dipicu kelainan fungsi organ. Pada kondisi ini, sembelit disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya penyakit celiac, gangguan tiroid, dan kelainan anatomi usus seperti penyakit Hirschsprung.
Konstipasi Fungsional
Sementara, konstipasi fungsional terjadi ketika anak menahan keinginan untuk BAB. Konstipasi fungsional dapat disebabkan karena anak khawatir mengalami nyeri atau rasa tidak nyaman, misalnya karena bentuk tinja yang keras.
Advertisement
Jika Anak Tahan BAB Setiap Hari
Guna menghindari konstipasi, orangtua perlu mengingatkan anak-anaknya untuk tidak menahan BAB. Sebab, jika anak menahan BAB setiap hari, maka beberapa kondisi yang dapat terjadi antara lain:
- Nyeri perut hebat dan kembung
- Nafsu makan menurun
- Mual atau refluks aliran balik dari lambung ke kerongkongan
- Diare di pakaian dalam akibat kelebihan tinja cair yang merembes.
“Untuk mencegah hal ini terjadi, orangtua harus sigap memeriksa kondisi anak. Adapun tanda yang dapat dideteksi oleh orang tua saat anak mengalami konstipasi adalah adanya lecet pada sekitar dubur serta ukuran tinja yang besar dan keras,” jelas Frieda.
Konstipasi Bisa Berkaitan dengan Demam Tifoid pada Anak
Lebih lanjut Frieda menjelaskan bahwa konstipasi pada anak juga bisa berhubungan dengan demam tifoid.
Pada 2019, sekitar sembilan juta orang mengalami demam tifoid dan 110.000 orang di antaranya mengalami kematian setiap tahun.
Demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyebaran infeksi terjadi melalui makanan atau air yang terkontaminasi bakteri.
Gejala yang ditimbulkan meliputi demam yang berkepanjangan, sakit kepala, mual, nyeri perut, konstipasi, dan diare. Sebagian pasien bahkan dapat mengalami ruam.
Kasus demam tifoid yang berat dapat menyebabkan komplikasi berat yang berakibat fatal. Demam tifoid dapat diobati dengan antibiotika. Meskipun gejala sudah menghilang, tetapi pasien dapat menjadi carrier (pembawa virus) yang masih dapat menyebarkan infeksi ke orang lain melalui bakteri di tinja.
Sehingga, penting dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bakteri Salmonella typhi sudah tidak ada lagi dalam tubuh pasien.
Advertisement