Liputan6.com, Jakarta - Indonesia gagal merebut tiket untuk tampil di cabang olahraga sepak bola Olimpiade Paris 2024. Hal itu menyusul kegagalan Garuda Muda menang atas Guinea dalam play-off antarkonfederasi yang digelar Kamis (9/5/2024) lalu.
Adapun Timnas Indonesia U-23 sejatinya tampil perkasa dan menciptakan sejarah dengan tembus ke semifinal Piala Asia U-23. Pencapaian itu membuka opsi bagi anak-anak asuh Shin Tae-yong untuk menuntaskan dahaga tampil di Olimpiade sejak 68 tahun terakhir.
Advertisement
Sayangnya, Garuda Muda terhenti di empat besar dan belum berhasil memenangkan duel perebutan juara 3 melawan Irak. Hasil tersebut memaksa Timnas Indonesia U-23 berjuang hingga play-off demi merebut tiket Olimpiade, sebelum akhirnya dikalahkan Guinea dengan skor tipis 0-1.
Anggota Komite Eksekutif PSSI Arya Sinulingga menilai pencapaian Garuda Muda sudah layak dikategorikan sebagai prestasi. Pasalnya, Marselino Ferdinan dan kawan-kawan hanya berstatus sebagai debutan dalam putaran final AFC Asian Cup U-23.
PSSI selaku federasi sepak bola Tanah Air sendiri juga semula cuma memasang target tembus ke babak 8 besar bagi Garuda Muda. Akan tetapi, mereka nyatanya mampu melampaui misi dengan finis sebagai peringkat 4 di penampilan Piala Asia U-23 perdananya.
"Jadi kalau kita liat tahapannya, itu achievement melebihi target, ini bagus," ucap Arya Sinulingga saat menghadiri acara diskusi di GBK Arena, Senayan, Jakarta pada Sabtu (11/5/2024) siang WIB.
"STY mungkin melihat dengan materi pemain yang dimiliki, apalagi dengan adanya pemain dari luar negeri, itu memungkinkan (untuk melebihi target). Akan tetapi kan KPI (key performance indicator) PSSI itu 8 besar, dan kita lolos semifinal," tambah dia.
Kekurangan Timnas Indonesia
Terlepas dari apresiasi atas pencapaian Timnas Indonesia U-23 di Piala Asia U-23 2024, Arya Sinulingga menilai masih ada satu hal yang kurang dari pasukan Merah Putih. Dia menyiratkan mental tim Garuda perlu ditingkatkan jika ingin mewujudkan misi tembus ke panggung dunia.
"Yang kurang dari Indonesia adalah mental. Makanya (pemain) dikasih (uji coba melawan) Argentina waktu itu. Dulu ada candaan, Indonesia tidak pernah dikalahkan Brasil dan (negara-negara sepak bola besar) lainnya. Ya karena kita tidak pernah main lawan mereka," tutur Arya.
"Akan tetapi, kemudian dihadirkan Argentina, sang juara dunia. Pemain kita saat lihat pemain Argentina passing saja sempat gugup. Tapi Ernando sangat terinspirasi usai melawan Argentina. Itu membuat mentalnya berubah," sambung Anggota Komite Eksekutif PSSI.
Advertisement
Hadirkan Panutan untuk Pemain Muda
Adapun PSSI selaku federasi sepak bola Indonesia juga sudah menjalankan strategi membangun mental pemain. Tak hanya lewat uji coba melawan negara besar, kehadiran penggawa naturalisasi senior juga dianggap bisa menjadi role model bagi pemain muda Garuda.
"Kita juga tidak bisa kuat kalau tidak ada pemain senior. Makanya PSSI ambil (Jay) Idzes, (Ragnar) Oratmangoen, dan Thom (Haye). Hasilnya, (saat lawan) Vietnam (di Kualifikasi Piala Dunia) kita menang 1-0 di sini, tapi di Hanoi kita menang 3-0. Itu bukti anak muda perlu belajar dari senior," katanya lagi.
"Pemain muda Indonesia ini butuh panutan. Makanya PSSI ambil pemain dari luar. Rafael (Struick) dan Marselino butuh panutan. Apalagi Marselino itu masih 19 tahun, jangan digebukin. (Dia) masih anak kecil, harus kita jaga," pungkas Arya.