Bakamla RI Jemput 18 Nelayan Indonesia yang Terdampar di Australia

Sebanyak 18 nelayan dibawa melalui KN. Pulau Marore-322 milik Bakamla RI, dan 18 nelayan lainnya dibawa oleh KP Orca 05 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Mei 2024, 10:24 WIB
Sebanyak 18 nelayan asal Indonesia telah di serah terimakan oleh Pemerintah Australia lewat Australian Custom Vessel Cape Sorell milik Australian Border Force (ABF) kepada Bakamla RI. (Foto: Humas Bakamla RI)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 18 nelayan asal Indonesia telah di serah terimakan oleh Pemerintah Australia lewat Australian Custom Vessel Cape Sorell milik Australian Border Force (ABF) kepada Bakamla RI melalui KN. Pulau Marore-322, di Perairan Asmore Reef (Perbatasan Indonesia-Australia), Senin (13/5/2024).

Ahli Muda Bakamla RI Kapten Bakamla Yuhanes Antara menuturkan, terdapat 36 nelayan Indonesia yang ditangkap oleh Pemerintah Australia sepanjang 2024.

"Kemudian nelayan tersebut telah menjalankan proses pemeriksaan, dan diberikan izin kepulangan. Demikian mengutip dari keterangan resmi, Senin pekan ini,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan resmi.

Berdasarkan laporan yang diterima dari Komandan KN. Pulau Marore-322 Letkol Bakamla Adi Poetra Sitanggang, proses pemulangan berlangsung dengan aman dan lancar.

Sebanyak 18 nelayan dibawa melalui KN. Pulau Marore-322 milik Bakamla RI, dan 18 nelayan lainnya dibawa oleh KP Orca 05 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Setelah prosesi serah terima, nelayan tersebut diproses keimigrasian dan kesehatan di atas kapal. 

Pada Senin, 13 Mei 2024, seluruh nelayan yang dibawa oleh KN Marore-322 dan KP Orca 05 akan diserahkan kepada perwakilan Instansi pemerintah daerah Kupang dan Kepala Dinas Kelautan Perikanan Sulawesi Tenggara.


Perkuat Kerja Sama Bidang Maritim, Jepang Akan Beri Hibah Satu Buah Kapal ke Bakamla RI

Kepala Bakamla Laksamana Muda (Laksda) Hadi Pranoto di Batam sebut tak ada interpensi asing soal penangkapan kapal tanker Iran dan Panama (Ajang Nurdin)

Sebelumnya, Pemerintah Jepang menyatakan siap untuk mempererat kerja sama di bidang maritim dengan Indonesia, ditandai dengan hibah satu unit kapal patroli untuk Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.

"Tidak hanya hibah kapalnya tapi juga transfer teknologinya. Kapal akan dihibahkan sekitar dua hingga tiga tahun ke depan," kata Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi dalam pernyataan pers di Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Senin (25/3/2024).

Ia menegaskan, kapal yang akan dihibahkan merupakan kapal produksi baru dan bukan bekas.

Pemberian kapal ini merupakan bentuk konkret dari fokus kerja sama bilateral antara Indonesia dan Jepang, khususnya dalam bidang maritim.

"Kerja sama maritim juga penting, dan kita mau membangun itu lebih luas lagi. Diharapkan hibah kapal ini bisa memperkuat kemampuan penegakan hukum maritim Bakamla serta menjawab tantangan kawasan Asia," ujar Masaki.

Pemberian hibah kapal ini sebelumnya telah diteken saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Tokyo pada Desember 2023. Penandatanganan hibah ini dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.

Mengutip situs Kementerian Luar Negeri Jepang, kapal patroli tersebut senilai 9.053 miliar Yen atau setara Rp 946 miliar.

"Proyek ini menyediakan satu kapal patroli besar bagi Bakamla yang akan dibangun oleh galangan kapal Jepang," bunyi pernyataan resmi itu.

"Hal ini diharapkan dapat memperkuat kemampuan penegakan hukum maritim Bakamla, sehingga berkontribusi pada peningkatan kemampuan Bakamla dalam menjawab tantangan kawasan Asia dan komunitas internasional melalui peningkatan keselamatan maritim di Indonesia," lanjut pernyataan itu. 

 

 


Alasan Jepang Berikan Hibah Kapal

Ilustrasi bendera Jepang (AFP/Toru Yamanaka)

Menurut pernyataan tersebut, pemerintah Jepang menilai bahwa Indonesia yang memiliki memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) luas, terletak di jalur transportasi laut penting seperti Selat Malaka-Singapura dan memiliki posisi penting dalam logistik internasional Jepang, berpotensi mengalami sejumlah tindakan ilegal di laut. 

"Penangkapan ikan secara ilegal, penyelundupan, dan bencana alam sering terjadi di perairan Indonesia, namun lembaga-lembaga yang terkait dengan kelautan Indonesia tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk mencakup wilayah laut yang begitu luas dengan kapal dan fasilitas patroli yang mereka miliki," lanjut pernyataan itu. 

Selanjutnya, Dubes Masaki juga berharap agar hubungan bilateral kedua negara di bawah pemerintahan Prabowo akan semakin kuat. 

"Menurut saya, dia (Prabowo) memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan hubungan bilateral dengan Jepang karena Jepang dan Indonesia telah menjalin hubungan dalam waktu yang cukup lama," kata Masaki.

"Saya rasa jika Pak Prabowo menjadi presiden, kerja sama antara kami akan semakin kuat," tambahnya.

 


Bakamla Tangkap 3 Kapal Muatan Nikel Illegal di Sulawesi Tenggara

Bakamla melalui Unsur KN Kuda Laut-403 berhasil mengamankan 3 kapal berbendera Indonesia yang bermuatan Nikel Ore Ilegal.

Bakamla melalui Unsur KN Kuda Laut-403 berhasil mengamankan 3 kapal berbendera Indonesia yang bermuatan Nikel Ore Ilegal.

Penangkapan kapal pembawa nikel ilegal berlangsung di Desa Mosiku, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara pada Selasa (14/11/2023).

Tiga kapal yang sudah diperiksa dan diamankan oleh KN Kuda Laut-403 meliputi, TB Trinity 302/TK Pacific 302 yang mengangkut Nikel Ore sebanyak ±10,507.560 WMT.

Kapal tersebut melaksanakan muat di Jetty Masselle yang tidak berizin dan tidak sesuai Surat Persetujuan Berlayar (SPB).

Penangkapan berhasil dilaksanakan pada Sabtu (11/11/2023), dan telah diberikan kepada Polres Kolaka Utara keesokan harinya untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.

Kapal selanjutnya yaitu, TB. MDM Batola/TK. MDM 04 dengan muatan sebanyak ±12,333.963 MT Nikel Ore yang berhasil ditangkap pada Sabtu (11/11/2023), serta TB. Merdeka 2002/TK.

Dirgahayu 3102 yang membawa muatan Nikel Ore sebanyak ±8,500.570 WMT, dan berhasil ditangkap pada Senin (13/11/2023). Kedua kapal tersebut diduga melaksanakan muat di Jetty Mandes yang tidak berizin dan tidak sesuai SPB.

 

 


Hasil Penyelidikan

Hasil penyelidikan dari Unit Penindakan Hukum Bakamla RI dibawah pimpinan Kapten Bakamla Arie Trifantoro, S.H., M.H., ketiga Kapal tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran dan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 300 jo Pasal 105 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran.

“Setiap orang yang menggunakan terminal khusus untuk kepentingan umum tanpa izin dari menteri pidana penjara maks 2 tahun atau denda maks Rp. 300.000.000”.

Serta, Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“'Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya