Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat atau USD menguat pada Senin, 13 Mei 2024. Menjelang rilis data indeks harga produsen AS di bulan April, sebagian besar pedagang tetap bias terhadap greenback.
Sedangkan data indeks harga konsumen akan menjadi fokus utama, mengingat hal tersebut kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga AS.
Advertisement
"Dolar mengalami fluktuasi besar pada minggu lalu karena data perekonomian AS yang beragam memicu pertanyaan mengenai kapan bank sentral akan mulai memotong suku bunga tahun ini. Namun meski perekonomian AS tampak melambat dalam beberapa bulan terakhir, inflasi diperkirakan masih tetap stabil," kata Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka dalam paparan tertulis Senin (13/5/2024).
Inflasi AS meningkat lebih dari perkiraan pada bulan April 2024, karena langkah-langkah stimulus yang terus-menerus dari Beijing membantu meningkatkan permintaan.
Sementara itu, inflasi indeks harga produsen menyusut selama 19 bulan berturut-turut, karena perlambatan aktivitas bisnis China.
Para pedagang kini mewaspadai situasi di China setelah muncul laporan yang menyebutkan bahwa pemerintahan Presiden AS joe Biden sedang mempersiapkan lebih banyak tarif perdagangan terhadap negara tersebut, terutama pada sektor kendaraan listrik China.
"Langkah ini dapat memicu kembali perang dagang antara negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia," ungkap Ibrahim.
Di Eropa, bank sentral kawasan itu telah menyuarakan penurunan suku bunga pada tanggal 6 Juni, namun masih ada ketidakpastian tentang berapa banyak penurunan suku bunga lebih lanjut yang akan disetujui tahun ini.
Rupiah Melemah pada 13 Mei 2024
Rupiah ditutup melemah 34 point dalam perdagangan Senin sore (13/5), walaupun sebelumnya sempat melemah 40 point dilevel Rp. 16.080 dari penutupan sebelumnya di level Rp.16.046.
"Sedangkan untuk perdagangan senin depan, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 15.060 - Rp.16.130," Ibrahim memperkirakan.
Pemerintah Waspadai Ancaman pada Ekonomi Global
Ibrahim melihat, Pemerintah masih terus mewaspadai adanya ancaman perekonomian global yang tidak menentu.
Potensi guncangan ini diantaranya dari geopolitik Rusia dan Ukraina yang tak kunjung usai, konflik di Timur Tengah yang semakin memanas, yakni ketegangan Israel dan Palestina ditambah adanya serangan Iran terhadap Israel.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi di Eropa juga masih rendah, dan dalam waktu dekat akan menyambut pemilu, paling dikhawatirkan adalah gerakan ekstrem kanan di Eropa bangkit. Hal ini dikhawatirkan bisa berimbas pada perekonomian dalam negeri.
Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia diyakini tetap tumbuh resilien.
"Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2024 yang tumbuh sebesar 5,11%, lebih tinggi dari kuartal keempat 2023 yang sebesar 5,04%, yang disokong oleh momentum Ramadan dan Lebaran 2024, juga adanya gelaran pemilu 2024, yang akhirnya meningkatkan konsumsi domestik," jelas Ibrahim.
Kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ini tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia pada April 2024 mencapai 52,9. Meningkatnya jumlah tenaga kerja baru, yang turut menurunkan angka pengangguran.
Advertisement
Jumlah Angkatan Kerja Meningkat
Pada bulan Februari 2024, jumlah penduduk yang bekerja mencapai 142,18 juta jiwa, atau meningkat sebesar 3,5 juta jika dibandingkan dengan Februari 2023 yang sebesar 138,63 juta jiwa.
Sementara itu, jumlah pengangguran dalam negeri saat ini mencapai 7,2 juta jiwa atau turun sekitar 800 ribu jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni sebesar 7,99 juta jiwa. Tingkat persentase pekerja formal domestik ikut meningkat jadi 40,83%. Angka ini tercatat naik sekitar 0,95% dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di kisaran 39,88%.