Liputan6.com, Jakarta - Jemaah haji dilarang berhubungan seks selama pelaksanaan ibadah di Mekah, yang secara jelas dinyatakan dalam Al-Quran. Terdapat tiga hal yang harus dihindari oleh orang yang sedang menjalankan ibadah haji, yaitu rafats, fusuq, dan jidal, seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 197:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
Advertisement
Artinya:
"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan berdebat di dalam masa mengerjakan haji."
Dalam ayat tersebut tidak dijelaskan secara rinci apa saja perbuatan atau hal yang termasuk dalam kategori rafats, fusuq, maupun jidal.
Karena itu, para ulama mencoba memasukkan pembahasan kategori rafats, fusuq, dan jidal dalam karya-karya mereka dengan mengutip sabda Rasulullah maupun qaul (ucapan) sahabat.
Menurut Abu Ja’far at-Thahawi dalam kitab Syarh Musykilul Atsar, rafats merujuk pada berhubungan seks, yang dianggap merusak ibadah haji. Sementara fusuq (maksiat) dan jidal (berdebat) tidak sampai merusak ibadah haji.
Dalam konteks ini, Allah menggabungkan ketiga hal ini dalam satu ayat dan melarangnya dengan tegas. Rafats, yang merupakan hubungan seksual, dilarang karena dapat merusak ibadah haji, sedangkan fusuq dan jidal tidak mempengaruhi ibadah haji.
قَوْلُ اللهِ عز وجل فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ في الْحَجِّ فَجَمَعَ اللَّهُ تَعَالَى هذه الأَشْيَاءَ في آيَةٍ وَاحِدَةٍ وَنَهَى عنها نَهْيًا وَاحِدًا وَكَانَتْ مُخْتَلِفَةً في أَحْكَامِ ما نهى عنها فيه لأَنَّ الرَّفَثَ هو الْجِمَاعُ وهو يُفْسِدُ الْحَجَّ وما سِوَى الرَّفَثِ من الْفُسُوقِ وَالْجِدَالِ لاَ يُفْسِدُ الْحَجَّ
Tentang Larangan Berhubungan Seks Saat Ibadah Haji
"Firman Allah SWT tentang larangan haji (rafats, fusuq dan jidal), Allah mengumpulkan tiga hal tersebut dalam satu ayat dan melarangnya secara bersamaan. Namun, dalam segi hukum, ketiganya berbeda. Karena rafats adalah berhubungan seks dan hal itu merusak ibadah haji. Sedangkan selain rafats, yakni fusuq dan jidal tidak merusak haji."
Sementara, Syekh Ahmad bin Abu Bakar bin Ismail al-Bushiri dalam karyanya berjudul Ithaf al-Khairah al-Mahrah bi Zawaid al-Masanid al-Asyrah, mengutip pendapat Ibnu Abbas ketika ditanya tentang rafats, fusuq, dan jidal.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ , رَضِيَ الله عَنْهُمَا , قَالَ : {فَلاَ رَفَث} ؟ قَالَ : الرَّفَثُ : الْجِمَاعُ ؟ {وَلا فُسُوقَ} ؟ قال : الْفُسُوقُ : الْمَعَاصِي ، {وَلاَ جدَالَ في الحَجِّ} ؟ قال : الْمِرَاء.
Artinya:
"Dari Ibnu Abbas Ra. berkata: rafats berarti berhubungan seks, sedangkan fusuq berarti maksiat, dan jidal berarti berbantahan (berdebat)."
Advertisement
Soal Larangan Berhubungan Seks Saat Haji Dalam Riwayat Lain
Dalam riwayat al-Hakim juga dijelaskan pendapat Ibnu Abbas sebagai berikut:
الرَّفَثُ : الْجِمَاعُ , وَالْفُسُوقُ : السِّبَابُ ، وَالْجِدَالُ : أَنْ تُمَارِيَ صَاحِبَك حَتَّى تُغْضِبَهُ.
Artinya:
"Rafats adalah bersetubuh atau berhubungan seks, fusuq adalah mencaci, sedangkan jidal adalah mendebat atau berbantahan dengan saudaramu sampai membuatnya marah."
Dari penjelasan beberapa hadits di atas, maka bisa diperinci bahwa hal-hal yang termasuk kategori rafats adalah:
- Mengeluarkan perkataan tidak senonoh yang mengandung unsur kecabulan (porno).
- Senda gurau berlebihan yang menjurus kepada timbulnya nafsu birahi (syahwat).
- Melakukan hubungan seks (bersetubuh).
Bentuk Tindakan Fusuq dan Jidal
Sedangkan, hal-hal yang termasuk kategori fusuq, yakni perbuatan maksiat atau mencaci seperti:
- Takabur atau sombong.
- Merugikan dan menyakiti orang lain dengan kata-kata maupun perbuatan.
- Bertindak zalim terhadap orang lain seperti mengambil haknya atau merugikannya.
- Berbuat sesuatu yang dapat menodai akidah dan keimanannya kepada Allah.
- Merusak alam dan makhluk lainnya tanpa ada alasan yang membolehkan.
- Menghasut atau memprovokasi orang lain untuk melakukan maksiat.
Adapun hal-hal yang termasuk dalam kategori jidal yang dalam arti dapat menimbulkan emosi lawan maupun orang itu sendiri adalah seperti berbantah-bantahan atau berdebat.
Perdebatan yang dimaksud misalnya berdebat hanya karena hal sepele seperti memperebutkan kamar, kamar kecil, dan makanan. Termasuk melakukan demonstrasi terhadap sesuatu hal yang (mungkin) tidak sesuai dengan keinginannya.
Jika ada hal yang tidak sesuai keinginan, maka sebaiknya disampaikan dengan baik melalui musyawarah tanpa melupakan sopan santun.
Advertisement