Menkes: Kelas BPJS Kesehatan Tidak Dihapus, Tapi Disederhanakan

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tidak ada penghapusan jenjang kelas pelayanan BPJS Kesehatan.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 14 Mei 2024, 12:32 WIB
(Foto: dok. Kemenkes RI)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan tidak ada penghapusan jenjang kelas pelayanan BPJS Kesehatan. Dia menjelaskan bahwa kelas BPJS Kesehatan disederhanakan dengan peningkatan pelayanan kesehatan di semua kelas.

"Jadi itu bukan dihapus, standarnya disederhanakan dan kualitasnya diangkat. Jadi itu ada kelas 3 kan, sekarang semua naik ke kelas 2 dan kelas 1," kata Budi di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (14/5/2024).

Menurut dia, kebijakan baru tersebut akan menyederhanakan dan meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang berada di kelas 3. Budi menuturkan dirinya sedang menyiapkan Peraturan Menkes untuk mengatur secara teknis penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

"Jadi sekarang lebih sederhana dan layanan masyarakat lebih bagus. Nanti Permenkes-nya sebentar lagi keluar sesudah Pak Presiden tanda tangan," tutur dia.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi masih menunggu draf Permenkes dari Kementerian Kesehatan. Dia memastikan akan langsung meneken Permenkes sehingga aturan baru soal KRIS dapat segera diterapkan.

"Masuk ke saya saja belum sudah ditanyakan, kalau sudah masuk langsung akan ditandatangan," kata Jokowi.

Sebelumnya, sistem kelas 1, 2, 3 dalam Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dihapus. Untuk gantinya, BPJS Kesehatan akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Aturan terbit pada 8 Mei 2024 tersebut telah ditandatangani Presiden Jokowi.

Aturan mengenai KRIS ada dalam Pasal 46A mensyaratkan kriteria fasilitas perawatan dan pelayanan rawat inap KRIS meliputi komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi, terdapat ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, termasuk temperatur ruangan.

Selain itu, penyedia fasilitas layanan juga perlu membagi ruang rawat berdasarkan jenis kelamin pasien, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.

Kriteria lainnya adalah keharusan bagi penyedia layanan untuk mempertimbangkan kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, penyediaan tirai atau partisi antartempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap yang memenuhi standar aksesibilitas, dan menyediakan outlet oksigen.


Hak Peserta JKN Tingkatkan Perawatan

Perpres yang diteken Presiden Jokowi pada 8 Mei 2024 itu juga mengatur hak peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan perawatan yang lebih tinggi, termasuk rawat jalan eksekutif.

Pada pasal 51 disebutkan ketentuan naik kelas perawatan dilakukan cara mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan.

Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya pelayanan dapat dibayar oleh peserta bersangkutan, pemberi kerja, atau asuransi kesehatan tambahan.

Namun ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan manfaat layanan di ruang perawatan kelas III.

Sesuai pasal 103B menyatakan penerapan KRIS secara menyeluruh pada rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan diterapkan paling lambat 30 Juni 2025.

Dalam jangka waktu tersebut, rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS sesuai dengan kemampuan rumah sakit.

Dengan aturan tersebut, setiap rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS wajib memberlakukan sistem KRIS paling lambat pada 30 Juni 2025.

Banyak Aduan Peserta BPJS Kesehatan di RS?(Abdillah/Liputan6.com)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya