Kisah Karomah 2 Ulama Sakti Madura, Syaikhona Kholil dan Syaikhona Yahya

Syaikhona Kholil Bangkalan dan Syaikhona Yahya, dua sahabat karib yang memiliki karomah luar biasa, ini kisahnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mei 2024, 05:30 WIB
Syaikhona Kholil Bangkalan, gurunya para kiai di Indonesia, terutama Jawa. (Foto: Istimewa via Laduni.id)

Liputan6.com, Jakarta - Karomah adalah istilah dalam tradisi Islam yang merujuk kepada keistimewaan atau keajaiban yang diberikan Allah kepada wali-wali-Nya, yakni orang-orang saleh yang memiliki kedekatan spiritual yang tinggi dengan-Nya.

Karomah berbeda dari mukjizat, yang diberikan kepada para nabi dan rasul untuk membuktikan kebenaran risalah mereka.

Contoh karomah bisa berupa kemampuan supranatural seperti berjalan di atas air, mengetahui hal-hal gaib, atau kemampuan penyembuhan yang luar biasa.

Keistimewaan ini diberikan sebagai tanda penghormatan dari Allah kepada wali-wali-Nya dan sebagai cara untuk meneguhkan iman orang-orang yang beriman.

Dua ulama Madura ini dikenal dengan karomah yang luar biasa, mereka adalah Syaikhona Kholil Bangkalan, dan Syaikhona Yahya, dua tokoh ini konon adalah sahabat karib

 

Simak Video Pilihan Ini:


Kisahnya Bisa jadi Inspirasi Betapa Kuatnya Kualitas Spiritualnya

makam Syaikhona Kholil Bangkalan selalu ramai peziarah

Keberadaan karomah seringkali menjadi inspirasi dan motivasi bagi umat Islam untuk meningkatkan kualitas spiritual mereka dan mendekatkan diri kepada Allah. Namun, karomah juga dipahami dalam konteks bahwa kekuasaan dan izin Allah-lah yang menentukan terjadinya peristiwa tersebut, dan wali yang memilikinya tidak memiliki kekuatan itu secara mandiri.

Mengutip Hidayatuna.com, kisah menarik dari dua ulama asal Madura yakni Syaikhona Kholil Bangkalan dan Syaikhona Yahya. Keduanya merupakan sahabat karib dan seperjuangan dari kisahnya kita bisa belajar banyak hal.

Soal kealiman, Syaikhona Kholil mengaku kalah dengan Syaikhona Yahya. Hal itu pernah disampaikan santri Syaikhona Yahya bernama Tabri yang diceritakan ulang KH Faraid, Pengasuh Pondok Pesantren Syaikhona Yahya Kamal.

“Seandainya seluruh ilmu dan amalku ditukar dengan amal kiaimu, niscaya aku masih harus nambah,” cerita Kiai Faraid menirukan ucapan Syaikhona Kholil.

Kedua kiai kharismatik itu, lanjut Kiai Faraid, juga sama-sama memiliki karomah. Satu hari, ada seseorang terjatuh dari atas pohon kelapa dan mengalami patah tulang di bebebapa bagian tubuhnya. Dia kemudian dibawa ke kediaman Syaikhona Kholil untuk diobati.


Kisah Karomah Dua Ulama Luar Biasa

KH Muhammad Kholil bin Abdul Lathif atau Syaikhona Kholil Bangkalan. (Foto: Liputan6.com/Istimewa via an-nur.ac.id)

Syaikhona Kholil lantas mengambil tongkat dan dipukulkan ke tubuh korban beberapa kali. “Kami (Syaikhona Kholil) bukan dukun,” kisah Kiai Faraid. Seketika itu korban bangkit dan berlari seperti orang ketakutan.

Begitu pula dengan Syaikhona Yahya. Dahulu, tutur Kiai Faraid, setiap orang Madura berangkat dan pulang dari Arab saat melaksanakan ibadah haji, pasti mampir ke pesantren yang diasuh Syaikhona Yahya di Kamal.

Satu hari, selesai sholat berjamaah, Syaikhona Yahya menyuruh santrinya menutup lubang-lubang di tembok masjid dengan karung gula. Santri menurut saja tanpa tahu apa tujuan perintah sang kiai.

Beberapa hari kemudian, jamaah haji asal Madura datang dan mampir ke masjid yang dikelola Syaikhona Yahya. Ketika ditanya, jamaah mengaku hampir celaka karena kapal yang ditumpangi mengalami kebocoran dan air laut sempat masuk ke dalam kapal.

“Untung para awak kapal menutupi lobang-lobang itu dengan karung gula,” ujar Kiai Faraid menirukan pengakuan jamaah ke Syaikhona Yahya.

Ketika akan dimakamkan saat wafat, tanah yang akan ditutupkan ke kuburan Syaikhona Yahya tidak cukup. Didatangkan tanah dari tempat lain tetap saja tidak bisa menutupi kuburan Syaikhona Yahya secara sempurna.

Sambil menangis, Syaikhona Kholil yang membacakan talqin kemudian berkata, “Rahmat Allah jangan dihabiskan sampean saja, Kiai Yahya.”

Makam Syaikhona Yahya akhirnya tertutupi dengan sempurna setelah kekurangannya ditimbun dengan pasir laut.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya