Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyoroti adanya fenomena perubahan mitra dagang berdasarkan kedekatan sebuah negara atau disebut friendshoring. Salah satu yang disebut adalah pola perdagangan yang dilakukan Amerika Serikat (AS).
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Kasan mengatakan, beberapa negara disinyalir melakukan praktik tersebut. Misalnya, Amerika Serikat yang beralih memasok banyak barang dari Meksiko.
Advertisement
"Sebagai fakta lapangan, kita coba cek beberapa negara yang sleama ini apakah ada frienshoring misalnya. Misalnya untuk posisi ekspor-impor beberapa negata besar, Amerika, China, Jerman, India," ujar Kasan dalam Gambir Trade Talk, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Dia mengisahkan, AS sebelumnya memasok banyak barang dari China. Namun, atas alasan tertentu, pasokan barang banyak dikirim dari Meksiko. Tindakan ini disinyalir merupakan praktik friendshoring dalam pola perdagangan luar negeri AS.
"Ternyata dulu misalnya Amerika marah ke China karena defisitnya sangat besar. Nah sekarang ternyata mungkin kalau kita lihat saja 2023, suplier terbesar Amerika itu kan bukan China lagi tapi sudah bergeser ke Meksiko," tuturnya.
"Itu kan temennya dia tuh, tetangganya, kira-kira begitu," sambungnya.
Atas kondisi tersebut, Kasan mengaku ingin membuktikan lebih jauh apakah hal tersebut sebagai salah satu bentuk friendshoring. Termasuk bagi pola perdagangan antar negara lainnya.
"Jadi kalau saya baca misalnya, sebetulnya Amerika sendiri mungkin dengan Eropa tidak banyak sebanarnya karena Eropa berdagangnya internalnya jauh lebih besar. Tapi adanya terminologi ini (friendshoring) itu mungkin yang juga akan mempengaruhi," urainya.
Pilih-Pilih Mitra Dagang
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan mencatat ada fenomena perdagangan baru sekitar 2 tahun belakangan ini. Frnomena tersebut bisa dikatakan banyaknya negara yang mulai pilih-pilih mitra dagangnya.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag, Kasan mengatakan pandemi Covid-19 memicu hadirnya fenomena perdagangan luar negeri tersebut. Hal ini biasa disebut sebagai technology decoupling dan friendshoring.
"Mungkin isu ini muncul juga saya kira impact daripada salah satu bencana yang kita hadapi di seluruh dunia yaitu adanya covid 19," kata Kasan dalam Gambir Trade Talk bertajuk Dampak Kebijakan Technology Decoupling dan Fenomena Friendshoring terhadap Perdagangan Luar Negeri Indonesia, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Dia mengatakan, dua fenomena di sektor perdagangan itu muncul usai pandemi. Kondisi yang melanda seluruh negara itu berdampak pada buyarnya kegiatan perdagangan antarnegara.
Advertisement
Berdampak ke Rantai Pasok
Buyarnya kegiatan perdagangan itu turut berdampak pada rantai pasok global. Alhasil, beberapa negara memutuskan untuk menjalin kerja sama perdagangan dengan negara tertentu yang memiliki kedekatan.
"Jadi saya kira, kalau saya membaca dari beberapa literatur yang ada, isu terminologi ini muncul ya salah satunya juga dipicu oleh adanya Covid-19 yang membuyarkan salah satunya adalah supply chain yang terkonsentrasi didalam salah satu region atau salah satu negara bahkan," bebernya.
Kebijakan technology decoupling dan fenomena friendshoring tadi, kata Kasan, akan berdampak pada kinerja ekspor-impor suatu negara. Terkait dampaknya pada kinerja perdagangan Indonesia, dia menyerahkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang akan dirilis siang ini.
"Tapi dari beberapa lembaga yang sudah memprediksi, surplus kemungkinan akan sedikit menurun dari bulan lalu misalnya, lalu impor akan sedikit naik misalnya, hal-hal seperti ini yang menurut saya sebagai impact dari adanya terminologi soal technology decoupling atau juga friendshoring," urai Kasan.