Transisi Pemerintahan Baru, Bagaimana Dampak pada Investasi Saratoga?

PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) menyampaikan strategi investasinya di tengah transisi pemerintahan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 16 Mei 2024, 17:30 WIB
PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) hari ini, Kamis 16 Mei 2024. (Pipit/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tengah dalam transisi kepemimpinan Presiden Terpilih yang akan dilantik pada Oktober 2024. Biasanya, pelaku pasar akan wait and see sepanjang periode transisi.

Sehubungan dengan kondisi tersebut, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mengaku akan tetap menjalankan strategi investasi seperti yang sudah direncanakan.

Presiden Terpilih Prabowo Subianto berencana melanjutkan kebijakan dari pemerintahan Joko Widodo. Hal ini tampaknya membuat pasar cukup kondusif, setelah sempat muncul kekhawatiran perubahan kebijakan jika terjadi perubahan pemimpin yang berujung pada perubahan kebijakan.

"Kalau untuk sekarang belum ada perubahan (rencana). Kami dari sisi perusahaan akan terus memonitor kondisi pasar seperti apa. Tapi untuk saat ini belum ada perubahan dari apa yang kami diskusikan sebelumnya," kata Investor Relation Saratoga, Ryan Sual kepada wartawan, Kamis (16/5/2024).

Direktur Investasi Saratoga Devin Wirawan menyatakan, tahun ini Saratoga akan terus aktif dalam menjalankan strategi investasinya. Langkah ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap positif. Berakhirnya proses pemilihan umum secara damai pada Februari lalu juga menjadi modal yang baik bagi pelaku usaha untuk terus berinvestasi dan mengembangkan bisnis mereka.

"Kami akan tetap fokus meningkatkan investasi di sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi Indonesia. Salah satu strateginya adalah memperkuat investasi di portofolio yang sudah ada atau menambah portofolio baru yang memiliki prospek pertumbuhan bisnis yang baik dalam jangka panjang,” pungkas Devin.

Strategi investasi Saratoga terus disempurnakan seiring dengan perubahan zaman, berkembang dari fokus awal pada sektor-sektor sumberdaya alam, infrastruktur dan produk konsumer hingga keikutsertaan perseroan di berbagai sektor pertumbuhan baru, termasuk di bidang teknologi digital, pelayanan kesehatan, dan energi terbarukan yang kini berkembang pesat dan semakin menjadi unsur penting dalam pertumbuhan perekonomian nasional yang berkelanjutan.

 


Saratoga Investama Sedaya Siapkan Kocek Rp 150 Miliar untuk Buyback

Pengendara mobil dan sepeda motor melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Kamis (10/10/2019). Sebanyak 205 saham melemah sehingga mendorong IHSG ke zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) berencana melakukan pembelian kembali (buyback) saham perseroan yang telah dikeluarkan dan tercatat pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah saham yang akan dibeli kembali adalah sebanyak-banyaknya 0,54 persen dari modal disetor perseroan atau maksimum sebanyak 75 juta lembar.

Biaya yang akan dikeluarkan atas pelaksanaan pembelian kembali ini sebanyak-banyaknya sekitar Rp 150 miliar. Biaya itu termasuk biaya perantara pedagang efek dan biaya lainnya sehubungan dengan pembelian kembali saham.

Melansir keterbukaan informasi Bursa, Senin (8/4/2024), pembelian kembali saham akan dilaksanakan dalam waktu paling lama 12 bulan atau 1 tahun sejak disetujuinya rencana buyback oleh Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 16 Mei 2024. Perkiraannya, pembelian kembali saham akan dilaksanakan pada 1 Juli 2025 sampai dengan 30 Juni 2028.

 


Pertimbangan Utama Perseroan

Karyawan melintasi layar yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (30/12/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 59 perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan saham sepanjang 2022. Pada penutupan perdagangan akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup lesu 0,14% atau 9,46 poin menjadi 6.850,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pertimbangan utama perseroan dalam melakukan pembelian kembali saham adalah sehubungan dengan pelaksanaan program insentif jangka panjang untuk karyawan perseroan. Selain itu, perseroan memandang bahwa harga pasar saham perseroan saat ini belum mencerminkan nilai atau kinerja perseroan yang sesungguhnya.

Berdasarkan alasan tersebut, maka perseroan berupaya untuk memiliki fleksibilitas yang memungkinkan perseroan memiliki mekanisme untuk menjaga stabilitas harga pasar saham perseroan agar lebih mencerminkan nilai atau kinerja perseroan.

Selanjutnya, perseroan berencana menyimpan saham yang telah dibeli kembali untuk dikuasai sebagai saham treasuri untuk jangka waktu tidak lebih dari 3 tahun. Selain dalam rangka pelaksanaan program insentif jangka panjang untuk karyawan, perseroan dapat sewaktu-waktu melakukan pengalihan atas saham yang telah dibeli kembali sesuai dengan pasal 21 POJK 29/2023.

 


Nilai Aset Bersih 2023 Turun, Saratoga Buka-bukaan Kinerja Portofolio

Pekerja melintas di depan layar yang menampilkan informasi pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/6/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,34% ke level 5.014,08 pada pembukaan perdagangan sesi I, Senin (8/6). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) membukukan nilai aset bersih (Net Asset Value/NAV) sebesar Rp 48,9 triliun pada 2023. NAV tersebut mengalami penurunan 20 persen dibandingkan 2022.

Direktur Investasi Saratoga Devin Wirawan mengatakan, gejolak harga komoditas sepanjang tahun 2023 telah berdampak terhadap harga saham-saham perusahaan portofolio utama Saratoga yaitu PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).

"Fluktuasi harga saham tersebut ikut berdampak terhadap NAV Saratoga pada akhir tahun lalu,” ujar Devin dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (19/3/2024).

Devin yakin dengan fundamental baik yang dimiliki, perusahaan portofolio seperti ADRO dan MDKA akan mampu mencapai pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan dan menguntungkan. Apalagi dua entitas perusahaan tersebut berada di sektor strategis, yaitu komoditas batu bara, emas, nikel dan juga bisnis hilirisasi komoditas, yang berdampak langsung terhadap perekonomian global maupun domestik.

Meski terdapat penurunan NAV sepanjang 2023, perseroan berhasil mengoptimalkan kinerja perusahaan-perusahaan portofolionya melalui capaian dividen dan hasil divestasi yang menguntungkan. Hal ini tercermin dari arus kas dividen dan divestasi Saratoga di akhir 2023 yang mencapai level tertinggi yaitu sebesar Rp 3,9 triliun.


Momentum Penting

Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG menguat 0,34 persen atau 21 poin ke level 6.296 pada penutupan perdagangan Senin (13/1) sore ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Devin mengakui, 2023 merupakan momentum penting bagi Saratoga dalam menjalankan strateginya sebagai perusahaan investasi. Selain mendorong peningkatan dividen di tengah kondisi pasar yang dinamis, Saratoga juga berhasil melakukan divestasi dan monetisasi terhadap portofolio yang sudah matang dan menghasilkan return maksimal bagi perusahaan.

“Kami bersyukur pada tahun 2023 Saratoga mampu mencapai rekor pendapatan dividen tertinggi dari perusahaan portofolio, sehingga menjadikan likuiditas perusahaan sangat kuat. Dengan dana kas tersebut, kami mempunyai kapasitas yang luas untuk melakukan berbagai inisiatif strategi investasi, baik di tahun 2023 maupun pada tahun-tahun yang akan datang,” kata Devin.

Dengan dukungan neraca yang kuat, pada tahun 2023 Saratoga juga telah menjalankan strategi investasinya dengan meningkatkan kepemilikan di PT MGM Bosco Logistik (MBL) sehingga menjadi pemegang saham mayoritas.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya