Liputan6.com, Jakarta Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memanggil Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terkait dengan kebijakan penghapusan kelas 1, 2 dan 3 BPJS Kesehatan.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang di dalamnya mengatur peningkatan mutu standar pelayanan melalui Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Advertisement
"Ya tentunya kita sudah mendengar bahwa perpresnya sudah keluar untuk bisa mulai menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), namun memang aturan teknisnya belum terbit ya, sehingga kami juga sebetulnya belum bisa banyak berkomentar," kata Wakil Ketua Komisi IX Charles Honoris kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
"Namun kami juga sudah mengundang pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan juga pihak terkait lainnya seperti BPJS Kesehatan pada tanggal 29 Mei nanti ya untuk meminta kejelasan dari penerapan kelas rawat inap standar," sambungnya.
Pemanggilan ini dilakukan agar masyarakat bisa mengetahui secara jelas terkait dengan pelayanan kesehatan yang akan diterima oleh seluruh warga di Indonesia usai adanya kebijakan tersebut.
"Yang pertama tentunya yang menjadi concern adalah bagaimana fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia, baik itu rumah sakit swasta, rumah sakit pemerintah yang menjadi mitra dari BPJS. Apakah mereka sudah siap untuk bisa menerapkan ini," ujar Charles.
"Kalau dari informasi yang kami dapatkan melalui media ya statement dari teman-teman Kemenkes itu kan sekitar 2.000 rumah sakit sudah siap untuk menjalankan program ini," tambahnya.
Meski begitu, pihaknya tetap akan memastikan apakah 2.000 rumah sakit tersebut bisa menjalankan program tersebut dengan baik atau tidak.
Masyarakat Diminta Tidak Khawatir
Namun, ia ingin agar masyarakat tidak perlu khawatir terkait dengan sisi pelayanan medisnya. Karena menurutnya tidak ada perbedaan dan tidak ada perubahan.
"Masyarakat, baik itu dulu di kelas golongan kelas 1, 2 dan 3 dan nanti ketika sudah diterapkan KRIS, pelayanan medisnya tetap akan sama ya. Yang membedakan adalah pelayanan di rawat inapnya," ucapnya.
"Kalau dulu kelas 1 misalnya satu ruangan itu dua pasien, kelas 2 itu kalau saya enggak salah 4. Kelas 3 itu 6 pasien. Dengan penerapan KRIS, maka setiap tidak ada lagi kelas 1, 2 dan 3 setiap pasien yang menjadi peserta BPJS Kesehatan akan dirawat inap dengan ruangan berisikan 4 pasien dengan ruangan yang sudah mencukupi 12 kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah. Nah, ini kami harus menjawab apa mengecek kesiapan dari rumah sakit rumah sakit ini," sambungnya.
Lalu, yang berikutnya terkait dengan iuran dikatakannya akan menjadi pertanyaan bagi masyarakat. Apakah nantinya akan dipatok sama bagi semua peserta atau tidak.
"Karena tentunya masyarakat yang saat ini masuk menjadi peserta di kelas 3 akan keberatan kalau iurannya dinaikkan. Begitu juga mungkin kalau ada masyarakat di kelas 1, iurannya memang misalnya diturunkan, tetapi atau tetap sama, mendapatkan pelayanan yang di bawah yang sudah didapatkan saat ini tentunya juga akan ada yang keberatan," paparnya.
"Nah ini tentunya perlu kejelasan yang nantinya akan disampaikan kepada kami rapat berikutnya. Kami harapkan ada yang disampaikan kepada kami," sambungnya.
Selain itu, ia mengaku, jika pihaknya tetap mendukung adanya penerapan KRIS tersebut. Hal ini karena diungkapkannya sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
"Dan juga prinsip bahwa BPJS Kesehatan ini adalah kerja gotong royong, ya dari masyarakat Indonesia yang mampu harus bisa membantu subsidi bagian tidak mampu. Sehingga seluruh rakyat Indonesia bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, karena kita juga tentunya mendukung bahwa setiap warga negara harus bisa menjadi peserta BPJS Kesehatan," pungkasnya.
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com
Advertisement