[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: 5 Hal tentang KRIS dan BPJS

KRIS BPJS Kesehatan: Apa itu? Bagaimana penerapannya?

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 16 Mei 2024, 20:17 WIB
KRIS BPJS Kesehatan: Bagaimana Dampak bagi Peserta BPJS?

Liputan6.com, Jakarta - Sehubungan dengan berbagai berita hari-hari ini tentang KRIS (Kelas Rawat Inap Standar), maka disampaikan lima hal.

Pertama, isitilah Kelas Rawat Inap Standar tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 tahun 2024 yang dikeluarkan pada 8 Mei 2024. Jadi, baru hanya beberapa hari yang lalu, dan karena itu banyak jadi perbincangan dan tampaknya memang belum semua masyarakat mendapat kejelasannya.

Kedua, Pasal 46A Peraturan Presiden No. 59 tahun 2024 di ayat 1 menjelaskaan tentang Kriteria Kelas Rawat Inap Standar ini, tapi secara jelas di ayat 3 disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kriteria dan penetapan Kelas Rawat Inap Standar diatur dengan Peraturan Menteri (Permen).

Artinya, kita masih harus menunggu Peraturan Menteri sebagai turunan dari Perpres yang baru keluar beberapa hari ini. Di sisi lain perlu disampaikan bahwa pasal 46 ayat 6 Peraturan Presiden No. 59 tahun 2024 ini menyebutkan tentang 'manfaat non medis' yang di ayat 7 disebutkan tentang sarana dan prasarana, jumlah tempat tidur dan peralatan yang diberikan berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar.

Ketiga, dalam Peraturan Presiden No. 59 tahun 2024 ini memang tidak disebutkan secara jelas tentang ada tidaknya penghapusan kelas perawatan diluar KRIS bagi peserta BPJS Kesehatan.

Tidak disebut juga secara eksplisit tentang apakah akan ada perubahan iuran bagi peserta BPJS atau tidak, dan apakah akan ada atau tidak perbedaan iuran kalau sekiranya perawatan diluar KRIS diperbolehkan, atau memang tidak diperbolehkan.

 


Poin Selanjutnya tentang KRIS BPJS

Keempat, dari berbagai berita yang beredar, mulai kini sampai Juni 2025 akan dimulai pembangunan dan penyiapan KRIS ini di lebih 3.000 rumah sakit di Indonesia.

Jadi, mendekati Juni 2025 tahun depan baru akan lebih jelas bagaimana kepastian ketersediaannya di lapangan, dan mungkin juga aturan pelaksanaan yang lebih jelas.

Artinya, kini kalau ada peserta BPJS memerlukan rawat inap di rumah sakit, tampaknya masih berlaku sistem yang selama ini berlangsung.

Kelima, dengan berbagai informasi yang kini ada, setidaknya ada dua sisi yang mengemuka.

Di satu sisi, tentu ada maksud untuk memberi pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi peserta BPJS. Mereka yang selama ini dirawat di kelas 3 rumah sakit, tentu akan mendapat ruang rawat yang lebih baik dengan adanya KRIS ini.

Tentu menjadi pertanyaan tentang bagaimana peserta BPJS yang selama ini dirawat di kelas 1.

Di sisi lain, juga ada pertanyaan tentang apa dampak penerapan KRIS bagi kesehatan anggaran BPJS Kesehatan nantinya. Juga, kalau nantinya memang hanya ada KRIS untuk semua peserta BPJS, mereka yang sebenarnya mampu membayar untuk iuran rawat inap kelas 1 misalnya, mungkin jadi akan membayar lebih rendah, padahal kemampuannya mencukupi.

Juga ada semacam kekhawatiran bahwa kalau ruang rawat di RS dikonversi menjadi KRIS, jumlah tempat tidur bagi peserta BPJS bisa jadi berkurang. Walau tentu ini akan kita lihat kenyataannya pada menjelang Juni 2025.

 


Perlu Komunikasi Dua Arah tentang KRIS BPJS Kesehatan

Akhirnya, komunikasi publik yang lebih jelas memang amat diperlukan guna menghindari berita simpang siur di publik. Juga akan baik kalau informasi yang keluar sudah dibahas tuntas oleh berbagai instansi pemerintah.

Jadi, masyarakat akan menerima satu informasi yang sudah bulat, jelas, dan menenangkan. Akan baik pula kalau disediakan semacam saluran tanya jawab terbuka sehingga publik mendapat keterangan yang pasti sesuai dengan perkembangan yang ada dari waktu ke waktu.

Prof Tandra Yoga Aditama

Direktur Pascasarjana Universitas YARSI

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya