NasDem Minta Penambahan Kementerian Dibahas di Revisi UU, Jangan Lewat Perppu atau MK

Rencana Revisi UU Pemerintahan Negara yang tengah bergulir di DPR menjadi polemik. Pasalnya, Prabowo disebut-sebut akan menambah jumlah kementerian di pemerintahannya dari sebelumnya 34 menjadi 40.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 17 Mei 2024, 15:28 WIB
Ketua Bidang Hubungan Legislatif Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Atang Irawan (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - DPR akan merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Revisi UU Kementerian Negara tersebut menuai polemik publik setelah Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menambah jumlah pos kementerian yang semula 34 menjadi 40.

Ketua DPP Partai NasDem Atang Irawan menilai, jika terjadi penambahan jumlah kementerian, maka sebaiknya tidak dilakukan melalui skema Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), bahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

“Sebaiknya melalui skema perubahan UU Kementerian, agar seluruh elemen masyarakat dapat berdialektika dalam dinamika pembahasan tidak hanya dalam ruang publik semata, termasuk memberikan pandangan dan pendapat dalam pembahasan baik Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) maupun dalam ruang audiensi dan lain ,” kata Atang dalam keterangannya, Jumat (17/5/24).

Atang menambahkan, meskipun Prabowo sebagai Presiden terpilih belum menyatakan akan terjadi penambahan jumlah kementerian, tetapi gimik politik dari sejumlah elite partai pendukung terkait permintaan jumlah menteri-menteri sudah bermunculan.

“Bahkan mempertanyakan eksistensi koalisi dan semangat rekonsiliasi dikhawatirkan hanya terbatas pada bagi-bagi jatah kementerian semata,” tutur Atang.

Padahal, menurut Atang, koalisi dan rekonsiliasi tidak melulu berbicara pembagian kursi melainkan lebih pada membangun sinergitas antar-parpol.

 


Ingatkan Peran Pemda

Atang juga mengingatan sebaiknya tim perumus memperhatikan secara komprehensif makna Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 bahwa frasa “Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan” harus memprioritaskan urusan-urusan pemerintahan tertentu yang ditegaskan dalam UUD 1945 yang menjadi hak-hak fundamental rakyat.

“Misalnya hak atas perlindungan masyarakat adat yang selalu tergerus dan termarginalkan, alangkah baiknya dibuat nomenklatur kementerian tersendiri,” papar atang.

Atang menegaskan urusan pemerintahan tidak hanya menjadi tanggung jawab kementerian sebagai pembantu presiden, akan tetapi termasuk pemerintahan daerah.

 


Zaken Kabinet

Contohnya, terkait dengan urusan pengelolaan wilayah perbatasan alangkah baiknya dilaksanakan melalui skema otonomi daerah atau tugas pembantuan, dan lain sebagainya.

Terakhir, Atang mengingatkan agar kementerian negara dilandasi oleh zaken kabinet atau pendekatan keahlian, sehingga profesionalisme kinerja kementerian bisa akuntabel dan tentunya memiliki responsibiltas tinggi tehadap problem rakyat dan futuristik. 

“Sehingga tidak hanya semata-mata mendasarkan pada representasi, baik dari kalangan partai politik atau kelompok kebangsaan lainnya,” tandas Atang.  

Infografis Wacana Pembentukan 40 Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya