Wajib Halal Oktober 2024 untuk Usaha Makanan Minuman Diundur 2 Tahun, LPPOM MUI Ingatkan UMKM Tak Tunda Urus Sertifikasi Halal

Penundaan penerapan wajib sertifikasi halal untuk sektor makanan dan minuman hanya berlaku bagi pengusaha kategori mikro dan kecil (UMK), sedangkan usaha besar dan menengah tetap ditenggatkan 17 Oktober 2024.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 12 Jul 2024, 20:33 WIB
Kopi Kenangan jadi kopi susu kekinian pertama yang dapat sertifikasi halal (Foto: Kopi Kenangan)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi menunda pelaksanaan wajib halal untuk usaha makanan dan minuman di Indonesia, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMK), yang sedianya dimulai Oktober 2024 menjadi 2026. Direktur Utama LPPOM MUI sebagai salah satu lembaga pemeriksa halal, Muti Arintawati meyakini keputusan itu akan melegakan banyak pihak yang mengkhawatirkan nasib UMKM.

Ia megakui bahwa UMK akan sulit memenuhi tenggat waktu sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis mereka. Pasalnya, jumlah pelaku yang belum mendaftarkan diri begitu banyak sedangkan sisa waktu penerapan wajib hanya hanya beberapa bulan lagi.

Berdasarkan data di laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH sejak 2019 untuk semua jenis produk baru mencapai 4.418.343 dari target 10.000.000 produk. Artinya, total yang baru tercapai 44,18 persen per 15 Mei 2024. 

Dalam rilis yang diterima tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat (17/5/2024), ia menegaskan penundaan itu bukan berarti pelaku UMK bisa berleha-leha. Ia menilai perlu dibuat program dengan target antara yang diterapkan secara tegas agar pelaku usaha tidak menunda-nunda pengurusan sertifikasi halal hingga akhir masa penahapan.

"Kita perlu melihat secara jeli akar masalah yang ada. Yang disoroti hendaknya tidak sekadar skala usaha di sektor UMKM, melainkan perlunya fokus ke pelaku usaha yang memasok bahan yang tergolong kritis dan dipakai di industri lain, terlepas dari skala bisnis pelaku usahanya. Hal ini karena pasokan bahan dan jasa terkait makanan minuman tidak hanya dari pelaku usaha besar, namun juga dapat berasal dari pelaku usaha yang masuk dalam kategori kecil dan mikro," Muti menerangkan.

 

 


Minta Pemerintah Fokus pada Sektor Hulu

Sebanyak 15-25 ton ayam potong untuk memenuhi pasokan lima wilayah di DKI Jakarta seperti ayam potong fillet. (merdeka.com/Imam Buhori)

Hal itu harus disosialisasikan secara masif. Terkait daging, misalnya. Ketersediaan produk sembelihan yang dihasilkan Rumah Potong Hewan/Unggas (RPH/U) perlu diperhatikan karena daging dan turunannya digunakan dalam proses pembuatan berbagai jenis produk usaha kuliner. 

Muti juga menyinggung soal produk bumbu dan bahan kue dalam kemasan kecil yang banyak juga dilakukan oleh UMKM. Pasalnya, tidak semua sudah bersertifikat halal, termasuk mengemas ulang bahan kue yang diimpor. Ada pula jasa terkait makanan dan minuman yang juga banyak dioperasikan oleh UMKM, seperti penjualan dan penggilingan daging.

"Ketersediaan bahan dan jasa yang halal akan memudahkan pelaku UMKM dalam membuat produk akhir makanan dan minuman yang halal. Ini seperti efek domino. Jika persoalan di hulu selesai, maka sebagian besar persoalan kehalalan produk di Indonesia juga akan rampung. Proses sertifikasi halal produk juga akan lebih mudah dan jaminan kehalalannya dapat dipertanggungjawabkan," kata Muti.

Karena itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk fokus menyelesaikan permasalahan halal di sektor hulu terlebih dahulu, baik yang diproduksi oleh perusahaan besar, menengah, maupun UMK. LPPOM, kata dia, siap membantu pemerintah dalam menyukseskan implementasi regulasi wajib halal demi terwujudnya cita-cita Indonesia menjadi pusat halal dunia.


Pelonggaran Kewajiban Hanya untuk UMK Makanan Minuman

Tangkapan layar Kick Off #WajibHalalOktober2024 di 3.000 Desa Wisata Seluruh Indonesia hasil kerja sama Kemenparekraf dengan BPJPH yang ditayangkan pada The Weekly Brief with Sandi Uno 22 April 2024. (dok, YouTube @kemenparekraf/https://www.youtube.com/live/Dq4w0KhE4oA?si=PG0y8th3KXxqd-Ot/Rusmia Nely)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan penerapan wajib halal untuk UMKM makanan dan minuman diundur. Kewajiban sertifikasi itu mencakup bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong dalam industri makanan dan minuman, termasuk jasa terkait seperti pemotongan hewan.

Keputusan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai Rapat Internal Percepatan Kewajiban Sertifikasi Halal dan Perkembangan RPP Jaminan Produk Halal di Jakarta, pada Rabu, 15 Mei 2024.

"Itu disamakan dengan obat tradisional, herbal dan yang lain. Kemudian produk kosmetik juga 2026. Kemudian aksesoris, barang gunaan rumah tangga, berbagai alat kesehatan, dan juga terkait dengan halal yang lain yang berlakunya 2026. Jadi, khusus UMKM itu digeser ke 2026," ucap Airlangga.

Mengutip kanal Bisnis Liputan6.com, pelonggaran aturan itu hanya berlaku bagi UMK makanan dan minuman saja. Sementara, untuk produk selain UMK yang terkategori self declare, seperti usaha menengah dan besar, kewajiban sertifikasi halalnya tetap diberlakukan mulai 18 Oktober 2024.

Kewajiban sertifikasi halal sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. "Pasal 140 regulasi ini mengatur bahwa penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasit sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 Oktober 2024," jelasnya.

 


Siapkan Anggaran dan Payung Hukum yang Lebih Kuat

Pramusaji menyajikan menu makanan di sela penyerahan Sertifikat Halal berpredikat A oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang mendapatkan penetapan dari MUI kepada Eatwell Culinary Indonesia (Ta Wan dan Dapur Solo) di Jakarta (8/11/2022) (Liputan6.com)

Sementara itu, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Muhammad Aqil Irham mengatakan, seiring penundaan kewajiban sertifikasi halal bagi produk UMK hingga Oktober 2026, pihaknya akan segera membahas hal teknis dengan kementerian terkait, yakni Kemenko Perekonomian, Sekretariat Kabinet, Kementerian Koperasi dan UKM, untuk payung hukum yang lebih kuat.

"Penundaan kewajiban sertifikasi halal bagi UMK dapat memberi waktu bagi pemerintah untuk mengintensifkan sinergi dan kolaborasi antar-kementerian, lembaga, pemerintah daerah (Pemda), serta para stakeholder terkait untuk fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal, pendataan, layanan yang terintegrasi, dan pembinaan serta edukasi sertifikasi halal," kata Aqil.

Dia menyatakan bahwa pemerintah juga perlu menyiapkan anggaran yang cukup untuk memfasilitasi sertifikasi halal UMK melalui program self declare. Selama ini, ia mengaku BPJPH mengalami keterbatasan anggaran untuk pembiayaan fasilitasi sertifikasi halal self declare bagi pelaku UMK, per tahun hanya dapat membiayai 1 juta sertifikat halal.

"Keterbatasan ini sangat kami rasakan, terutama pada 2023 dan 2024, di mana kuota selalu terlampaui karena antusiasme pelaku usaha, khususnya UMK, untuk mendapatkan sertifikat halal gratis," imbuh Aqil.

Infografis Prosedur Pengajuan Sertifikat Halal. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya