Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Partai Gerindra membuka peluang untuk melakukan revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, di mana dalam aturan tersebut hanya memuat kementerian yang maksimal berjumlah 34 saja.
Hal tersebut dilakukan seiring ada wacana penambahan nomenklatur kementerian di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendatang. Sinyal ini terlihat dari pernyataan Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani.
Advertisement
"Revisi itu dimungkinkan," ungkap Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Minggu 12 Mei 2024.
Dan rupanya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI langsung membahas soal revisi UU Kementerian Negara. Pembahasan tersebut mengacu pada keputusan MK nomor 79/PUU-IX/2011.
Pada rapat Baleg DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 14 Mei 2024, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi (Awiek) mempersilakan tenaga ahli Baleg menyampaikan dasar adanya revisi tersebut.
Baleg memaparkan rumusan Pasal 15 UU Kementerian Negara bahwa jumlah kementerian paling banyak 34. Baleg mengusulkan jumlah menyesuaikan dengan kebutuhan presiden.
"Kemudian berkaitan dengan rumusan Pasal 15. Pasal dirumuskan berbunyi sebagai berikut: jumlah keseluruhan kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 semula berbunyi paling banyak 34 kementerian, kemudian diusulkan perubahannya menjadi ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan," ujar tenaga ahli Baleg.
Sementara itu Awiek menyatakan, perubahan jumlah pos kementerian ada pada poin efektivitas pemerintahan.
"Yang terakhir itu ada kunci efektivitas pemerintahan jadi kalau tidak diatur jumlahnya bisa jadi jumlah menterinya hanya 10. Jadi jangan diasumsikan selalu lebih dari 34, bisa jadi kurang dari 34, bisa naik, bisa turun ya kan," kata Awiek.
Rapat Baleg DPR RI yang membahas soal revisi UU Kementerian Negara tersebut mendapat respons dari sejumlah pihak. Salah satunya Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto yang menyatakan, undang-undang saat ini masih relevan dan tak perlu direvisi.
"Kami percaya bahwa dengan Undang-Undang kementerian negara yang ada sebenarnya masih visioner untuk mampu menjawab berbagai tantangan bangsa dan negara saat ini,” kata dia di Galeri Nasional, Jakarta, Senin 13 Mei 2024.
Berikut sederet respons sejumlah pihak terkait munculnya wacana revisi UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dihimpun Liputan6.com:
1. Gerindra Buka Peluang Revisi UU Kementerian Negara
Partai Gerindra membuka peluang untuk melakukan revisi Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Hal itu disampaikan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.
Muzani menyatakan, tiap pemerintahan selalu berbeda. Ia menyebut hampir setiap pergantian pemerintahan ada perubahan di tubuh kementerian.
"Saya kira hampir di setiap kementerian dulu dari ibu Mega ke pak SBY ada penambahan atau perubahan, dari pak SBY ke pak Jokowi juga ada perubahan, dan apakah dari pak Jokowi ke pak Prabowo ada perubahan, itu yang saya belum tahu," kata Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Minggu 12 Mei 2024.
Ia mengingatkan UU itu bersifat fleksibel dan hisa diubah. Sebab, tiap pemerintahan punya kebijakan berbeda.
"Karena setiap presiden punya masalah dan tantangan yang berbeda. Itu yang kemudian menurut saya UU kementerian itu bersifat fleksibel, tidak terpaku pada jumlah," ucap Muzani.
Advertisement
2. PDIP Sebut Aturan yang Ada Masih Visioner
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan, undang-undang yang ada sekarang masih relevan dan tak perlu direvisi.
"Kami percaya bahwa dengan Undang-Undang kementerian negara yang ada sebenarnya masih visioner untuk mampu menjawab berbagai tantangan bangsa dan negara saat ini," kata dia di Galeri Nasional, Jakarta, Senin 13 Mei 2024.
Menurut Hasto, Undang-Undang Kementerian Negara sudah mempresentasikan seluruh tugas dan tujuan dari Kementerian.
"Undang-Undang Kementerian negara yang ada itu sebenarnya sudah mampu merepresentasikan seluruh tanggung jawab negara di dalam menyelesaikan seluruh masalah rakyat dan juga mencapai tujuan bernegara," kata dia.
Ia mengingatkan, undang-undang dan kementerian dibuat untuk bernegara dan masyarakat, bukan untuk mengakomodasi kepentingan ataupun partai politik.
"Seluruh desain dari Undang-Undang Kementerian Negara itu kan bertujuan untuk mencapai tujuan bernegara, bukan untuk mengakomodasikan seluruh kekuatan politik," ungkap Hasto.
"Diperlukan suatu desain yang efektif dan efisien bukan untuk memperbesar ruang akomodasi," pungkasnya.
3. Demokrat Sebut Perubahan Itu Biasa
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Herman Khaeron angkat bicara soal revisi Undang-Undang Kementerian Negara yang dikaitkan dengan niatan Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Menurut dia, hal itu biasa saja. Dan bisa saja memang disesuaikan dengan presiden terpilih nanti.
"Perubahan dari revisi ini adalah menurut saya hal yang biasa. Dan tentu nanti kalau disesuaikan kebutuhan presiden terpilih, saya kita timingnya pas," kata Herman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu 15 Mei 2024.
Politikus Demokrat ini pun mengingatkan, presiden memiliki hak prerogatif terhadap kabinetnya. Sehingga, wajar jika nanti jumlah kementerian ditambah atau dikurangi berdasarkan kebutuhannya.
Meski demikian, Herman menegaskan, bahwa revisi Undang-Undang Kementerian Negara ini tak ada kaitannya dengan Prabowo.
"Timingnya pas, kita juga mengevaluasi, kita juga memonitor perjalanan implementasi UU ini dan tentu pada akhirnya klop, mungkin dengan keinginan Pak Prabowo sebagai pemegang hak prerogatif," kata dia.
Herman menilai, semakin bertambahnya penduduk penting juga untuk menambah kursi menteri.
"Tentu hal-hal yang memang terkait dengan dinamika perpolitikan nasional dan kebutuhan terhadap pemerintahan ke depan. Kalau kebutuhannya nambah ya harus di tambah gitu, kalau sizenya negara ini penduduknya juga semakin meningkat yang harus ditambah," jelas dia.
"Kan demi keefektifitas negara, pemerintah tentu harus secara spesifik bahwa kementerian juga bisa menggarap sektor-sektor yang tentu ini menjadi tujuan berbangsa bernegara," sambungnya.
Advertisement
4. Respons Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengaku belum memonitor soal revisi UU Kementerian Negara. Dia hanya membaca kabar singkat di media saja.
"Kita belum monitor. Baru lihat running text," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 15 Mei 2024.
Airlangga lalu ditanya apakah setuju dengan isu yang berkembang bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto ingin pos kementerian menjadi 40. Dia mengaku belum pernah membahasnya dengan partai.
"Belum pernah dibahas," tutupnya.
5. DPR Mulai Revisi UU Kementerian Negara
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI langsung membahas soal revisi Undang-Undang Kementerian Negara. Pembahasan tersebut mengacu pada keputusan MK nomor 79/PUU-IX/2011.
Pada rapat Baleg DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 14 Mei 2024, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi (Awiek) mempersilakan tenaga ahli Baleg menyampaikan dasar adanya revisi tersebut.
Tenaga ahli menyampaikan Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 17 UU Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jika tidak ada pembatasan presiden dalam menentukan jumlah menteri negara.
"Dalam pasal 4 Ayat 1 dan pasal 17 UU NRI Tahun 1945 tidak ada pembatasan secara limitatif bahwa presiden dalam menetapkan jumlah menteri negara yang diangkat dan diberhentikannya," kata tenaga ahli Baleg.
Baleg memaparkan rumusan Pasal 15 UU Kementerian Negara bahwa jumlah kementerian paling banyak 34. Baleg mengusulkan jumlah menyesuaikan dengan kebutuhan presiden.
"Kemudian berkaitan dengan rumusan Pasal 15. Pasal dirumuskan berbunyi sebagai berikut: jumlah keseluruhan kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 semula berbunyi paling banyak 34 kementerian, kemudian diusulkan perubahannya menjadi ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan," kata tenaga ahli DPR.
Sementara itu Awiek menyatakan, perubahan jumlah pos kementerian ada pada poin efektivitas pemerintahan.
"Yang terakhir itu ada kunci efektivitas pemerintahan jadi kalau tidak diatur jumlahnya bisa jadi jumlah menterinya hanya 10. Jadi jangan diasumsikan selalu lebih dari 34, bisa jadi kurang dari 34, bisa naik, bisa turun ya kan," kata Awiek.
Advertisement
6. Baleg DPR Bantah Revisi UU Kementerian Negara untuk Prabowo-Gibran
Ketua Badan Legislasi (Baleg) RI Supratman Andi Agtas mengatakan, revisi Undang-Undang Kementerian Negara tak ada kaitannya dengan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Diketahui, adanya revisi Undang-Undang Kementerian Negara dikaitkan dengan wacana adanya keinginan Prabowo-Gibran menambah nomenklatur kementeriannya. Di mana, dalam undang-undang yang lama hanya memuat 34 kementerian yang dikabarkan akan ditambah menjadi 40.
Menurut Supratman, Baleg DPR selalu melakukan an menginventarisir mana saja yang harus dibahas.
"Soal timing saja, bagi kami di badan legislasi kami sudah menginventarisir semua RUU yang terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan salah satu yang kami temui itu adalah salah satunya dua duanya yang hari ini kita temui menyangkut soal keimigrasian dan kementerian negara," kata Supratman, saat diwawancarai di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 14 Mei 2024.
"Kalau soal kebetulan bahwa ada isu yang terkait dengan perubahan nomenklatur dan jumlah Kementerian itu hanya soal kebetulan saja," sambungnya.
7. Baleg DPR Tegaskan, Presiden Jokowi Setuju Maka Revisi UU Kementerian Negara Bisa Cepat
Kemudian, Supratman Andi Agtas mengatakan, progres atau pembahasan revisi UU Kementerian Negara bergantung pada persetujuan pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo.
"Kalau di kita akan mempercepat, tapi kan tergantung pada pemerintah juga setelah di badan legislasi di paripurnakan kemudian kita kirim ke pemerintah apakah presiden setuju atau tidak kan tergantung," kata Supratman.
Percepatan pengesahan revisiUU tersebut, termasuk terkait pasal penambahan jumlah kementerian, menurut Supratman juga diputuskan oleh Jokowi, bukan semata-mata DPR.
"Kalau Pak Presiden Jokowi setuju dengan draf yang akan kita ajukan umpamanya menyangkut soal jumlah itu ya akan bisa cepat," ucap Supratman.
"Kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk bersama-sama," jelas dia.
Advertisement