Jangan Sampai Anak Stunting Karena Inflasi, Ini Kata Peneliti

Inflasi Mempengaruhi Daya Beli Termasuk Bahan Pokok untuk Cegah Stunting

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 18 Mei 2024, 16:30 WIB
Pangan hewani penting untuk pertumbuhan anak, tapi harganya naik saat inflasi, apa solusinya? (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi Indonesia melonjak hingga 3,05 persen pada Maret 2024, naik dari 2,61 persen pada Desember 2023. Peningkatan inflasi ini berdampak pada sosial ekonomi keluarga, menyebabkan daya beli pangan menurun.

Kondisi ini menjadi tantangan bagi para ibu dalam mencukupi kebutuhan nutrisi anak sambil mengatur keuangan rumah tangga. Berdasarkan data dari Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga bahan pokok seperti beras, minyak, telur, dan daging ayam terus meningkat.

Oleh sebab itu, para ibu disarankan untuk lebih berhemat saat berbelanja tanpa mengurangi kebutuhan pangan sehat untuk anak, terutama protein hewani.

Para ibu perlu memahami bahwa asupan bergizi bukan hanya karbohidrat yang mengenyangkan, tapi juga nutrisi yang mendukung tumbuh kembang anak seperti protein, zat besi, dan nutrisi penting lainnya.

Mereka harus lebih selektif dalam membeli produk dan memprioritaskan pemenuhan nutrisi anak untuk mendukung tumbuh kembang optimal. 

Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Sulistiadi Dono Iskandar MSc menyatakan bahwa kenaikan inflasi dan harga pangan berdampak pada seluruh lapisan masyarakat, terutama keluarga berpendapatan rendah.

 


Semakin Rendah Pengeluaran untuk Pangan Bergizi

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa semakin rendah pendapatan per kapita, semakin rendah pengeluaran untuk pangan bergizi.

Akibat inflasi dan kenaikan harga, beberapa masyarakat kurang mampu terpaksa mengurangi belanja pangan atau memilih alternatif yang kurang bernutrisi. Akibatnya, anak rentan terkena stunting karena kurang gizi atau anemia karena kekurangan zat besi, seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Sabtu, 18 Mei 2024.

Lebih lanjut Dono, mengatakan, hal ini menunjukkan adanya hubungan erat antara faktor ekonomi keluarga dengan status gizi anak.

 


Anak Harus Mendapatkan Makanan Bergizi

Idealnya, seorang anak harus mendapatkan makanan bergizi lengkap seperti karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, dan buah. Namun, karena kondisi ekonomi yang rendah, bahkan untuk memenuhi asupan gizi seimbang menjadi beban yang sulit bagi para ibu.

Selain faktor sosial ekonomi keluarga, masalah gizi juga disebabkan oleh tidak terpenuhinya standar kualitas makanan dan kesulitan dalam menjangkau pangan bergizi.

"Inilah mengapa kurangnya keterjangkauan pangan sering kali melatarbelakangi kondisi status gizi buruk," tambahnya.


Tantangan di Masa Inflasi untuk Tumbuh Kembang Anak

Para ibu harus dapat mengambil keputusan bijak di masa sulit ini. Tentunya, para ibu tidak ingin anaknya kekurangan nutrisi karena dapat menghambat pertumbuhan optimal. Makanan sehat harus menjadi prioritas utama. Terlebih lagi, menurut data terbaru dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, satu dari empat anak di bawah usia 5 tahun berisiko mengalami anemia, yang sebagian besar disebabkan oleh defisiensi zat besi.

Dr. dr. Luciana Budiati Sutanto, MS, Sp.GK mengatakan,"Anak-anak Indonesia masih menghadapi tantangan kesehatan utama seperti anemia. Pada 5 tahun pertama kehidupannya, anak harus tercukupi nutrisinya dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang lengkap nutrisi."

"Anjuran makan dengan gizi lengkap dinyatakan oleh pemerintah melalui pedoman gizi seimbang, yang terdiri dari bahan makanan sumber karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayur, serta buah," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya