Harapan Ketum REI Terkait Revisi UU Kementerian Negara

Panja Rancangan Undang-Undang (RUU) Kementerian Negara telah menyetujui perubahan sejumlah pasal termasuk mengenai batasan jumlah kementerian

oleh Arief Rahman H diperbarui 18 Mei 2024, 14:30 WIB
Ilustrasi rumah properti. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menyambut baik keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang menyetujui dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang (UU) Kementerian Negara sebagai usulan inisiatif DPR. Seluruh fraksi bahkan menyatakan dukungan untuk membahas revisi UU Kementerian Negara ini ke tingkat selanjutnya.

“Tentu saja kami bersyukur dan menyambut gembira kesepakatan seluruh fraksi di DPR-RI untuk melanjutkan revisi atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Perubahan itu diharapkan mengakomodasi dan membuka peluang adanya (pembentukan) Kementerian Perumahan dan Perkotaan seperti yang selama ini sudah kita perjuangkan”  kata Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto.

Seperti diketahui, Panja Rancangan Undang-Undang (RUU) Kementerian Negara telah menyetujui perubahan sejumlah pasal termasuk mengenai batasan jumlah kementerian, pada Kamis (16/5/2024). Revisi terhadap UU Kementerian ini diharapkan memudahkan presiden terpilih untuk menyusun kabinet kerjanya.

REI, ungkap Joko, sangat yakin presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki komitmen besar terhadap penyediaan perumahan untuk rakyat seperti yang disampaikannya dalam beberapa kesempatan termasuk kepada REI.

Asosiasi terbesar dan tertua di Tanah Air itu pun menyampaikan ucapan terimakasih atas komitmen presiden terpilih Prabowo Subianto terhadap kesejahteraan rakyat termasuk dengan menyediakan hunian yang layak huni bagi masyarakat.

CEO Buana Kassiti Group itu menjelaskan dengan adanya kementerian sendiri yang fokus mengurusi persoalan perumahan dan perkotaan sangat sejalan (inline) dengan apa yang dikehendaki presiden terpilih Prabowo Subianto yang menekankan implementasi nilai-nilai kepemimpinan yang mengutamakan kesejahteraan rakyat.

Prabowo saat menjadi pembicara dalam acara Qatar Economic Forum di Doha, Qatar, pada Rabu (15/5) menegaskan kembali komitmennya pada kesejahteraan rakyat.

Menurutnya, seluruh rakyat Indonesia harus merasa aman, rakyat tidak boleh kelaparan dan harus memiliki kehidupan yang baik.

“Saya pikir pernyataan tegas beliau di Doha itu berkaitan dengan pentingnya kesejahteraan rakyat agar hidup lebih baik lagi ke depan termasuk bisa bertempat tinggal secara layak sesuai perintah konstitusi kita,” ujar Joko.

Dia memandang pembangunan sektor perumahan secara masif melalui program 3 juta rumah nantinya akan membawa banyak dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan juga peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sektor perumahan dan properti ini, sebut Joko, diyakini mampu menjadi big giant (raksasa besar) untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi Indonesia.

 

 


Kebutuhan dan Investasi

Ilustrasi rumah properti. (Istimewa)

Berdasarkan perhitungan REI, untuk pembangunan 1 juta rumah per tahun saja dibutuhkan investasi sekitar Rp326 triliun dan membuka lapangan pekerjaan untuk 32 juta orang. Dimana pendapatan pekerja dari 32 juta orang itu mencapai sekitar Rp114 triliun atau rata-rata Rp4,3 juta per bulan. Kontribusi tersebut tentu lebih besar lagi jika pembangunan perumahan mencapai 3 juta unit per tahun.

“Artinya selain properti ini membuka lapangan kerja, juga terjadi distribusi pendapatan kepada masyarakat, karena industri ini bersifat padat karya. Dengan semakin banyak orang bekerja maka ada distribusi pendapatan yang lebis luas dan kesejahteraan mereka akan meningkat,” jelas pengusaha properti yang juga bagian dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran itu.

Selain itu, REI menilai antusiasme masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang cukup besar untuk mendapatkan rumah merupakan bagian dari konsep negara kesejahteraan yang dimaksud presiden terpilih Prabowo Subianto, karena dengan memiliki rumah diharapkan kesehatan rakyat semakin baik, etos kerja meningkat yang pada akhirnya tumbuh pendapatannya. 

Pembangunan perumahan juga inline dengan program Prabowo-Gibran yang ingin meningkatkan gizi anak-anak Indonesia melalui penyediaan makan siang dan susu gratis. Hal itu, kata Joko, perlu dibarengi dengan penyediaan hunian yang layak.

“Karena akan percuma makanan bergizi ketika tempat tinggal dan lingkungannya mereka tidak layak, karena anak-anak berpotensi mudah terjangkit penyakit dan tumbuh kembangnya terganggu,” paparnya.

REI sedang melakukan riset dengan melibatkan lembaga riset dan perguruan tinggi untuk mengetahui pasti seberapa besar kontribusi sebenarnya sektor properti dan perumahan secara akurat terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Seperti diketahui, saat ini sektor properti disebutkan memberi kontribusi pada produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 14 persen, untuk anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar 9 persen, terhadap pendapatan asli daerah (PAD) antara 35-55 persen dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 14-17 juta orang. Sektor ini juga berperan dalam menurunkan kemiskinan sebesar 8 persen, serta menekan gangguan pertumbuhan pada anak (stunting). 

 

 


Pentingnya Kementerian Perumahan

Perumahan Zarindah (Liputan6.com/Fauzan)

Menanggapi adanya sikap sebagian orang dan kelompok yang belum setuju dengan pembentukan Kementerian Perumahan dan Perkotaan, Joko Suranto mengaku sangat menghargai perbedaan cara pandang tersebut.

Dia menilai mungkin cara pendekatan mereka masih mengikuti paradigma lama yang menganggap sektor perumahan hanya sebagai indikator, bukan sebagai kekuatan daya ungkit untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat seperti pendekatan propertinomic yang digaungkan REI.

“Kita harus pahami bahwa saat ini backlog (kekurangan pasokan) rumah sudah mencapai 12,7 juta unit. Itu setara dengan 20 juta kepala keluarga belum memiliki rumah untuk tempat tinggal keluarganya. Bayangkan kalau masalah ini tidak ditanggani ke depan, maka dampaknya akan cukup fatal,” tegas Joko.

Selain berdampak terhadap membengkaknya subsidi energi bahan bakar minyak (BBM) yang harus ditanggung pemerintah akibat rumah masyarakat yang berada di lokasi yang tidak terencana (sporadis), biaya hidup masyarakat juga menjadi mahal karena bekerja jauh dari tempat tinggal.

“Kami justru melihat rencana program 3 juta rumah ini sejalan dengan upaya kita untuk menjadikan infrastruktur yang sudah dibangun di masa pemerintahn Presiden Jokowi bisa dioptimalisasi tidak hanya untuk lokasi pembangunan perumahan tetapi juga pengembangan sentra-sentra ekonomi baru seperti kawasan industri atau kawasan ekonomi khusus (KEK),” pungkas alumnus Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya