Keren, Batang Singkong Disulap jadi Bahan Bakar Pembangkit Listrik Pengganti Batu Bara

PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) membangun ekosistem biomassa kerakyatan guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060, dengan memanfaatkan limbah batang singkong dari perkebunan yang ada di Lamping.

oleh Septian Deny diperbarui 19 Mei 2024, 16:57 WIB
Warga Kampung Adat Cireundeu menanam tanaman singkong di hutan baladahan. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Jakarta PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) membangun ekosistem biomassa kerakyatan guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060, dengan memanfaatkan limbah batang singkong dari perkebunan yang ada di Lamping.

Dalam melaksanakan pengembangan biomassa dengan memanfaatkan batang singkong, PLN EPI menjalin kerja sama dengan PT Rindang Asia Energi (RAE). Hal ini ditandai dengan penandatangan Nota Kesepahaman yang dilakukan oleh Direktur Biomassa PLN EPI Antonius Aris Sudjatmiko bersama Direktur Utama PT RAE Husni Thamrin.

Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara mengatakan, nota kesepahaman tersebut adalah untuk memperbesar skala sinergi dalam pengembangan ekosistem, bisnis, teknologi, pengelolaan, pemasaran dan pemanfaatan biomassa/bioenergi dengan mengoptimalkan limbah/residu pertanian, perkebunan, kehutanan.

"Saat ini sedang dilakukan pilot project pengolahan limbah batang singkong menjadi biomassa serbuk untuk co firing PLTU, dengan kerjasama ini akan diperluas lagi" kata Iwan.

Iwan menyatakan komitmennya untuk memberikan kontribusi lebih pada lingkungan, sosial, dan ekonomi, bukan hanya sekedar mematuhi regulasi. Untuk mewujudkannya, mereka membangun rantai pasok biomassa yang akan mengurangi emisi gas rumah kaca dari awal hingga akhir rantai pasok biomassa.

"Dengan memanfaatkan residu dan limbah pertanian perkebunan, maka akan terjadi pengurangan emisi yang berasal dari limbah/residu pertanian perkebunan yang membusuk karena ditimbun atau dibakar, di hilir akan mengurangi emisi PLTU karena substitusi sebagian batubara ke biomassa," kata Iwan.

Selain itu, dalam membangun ekosistem biomassa diperlukan keterlibatan masyarakat dengan melakukan pembibitan dan penanaman tanaman multifungsi di lahan kritis dan marginal. Hal ini akan meningkatkan penyerapan karbon oleh tanah dan tanaman.

"Pelibatan masyarakat tani untuk penanaman tanaman pakan ternak di lahan marginal telah berjalan di beberapa lokasi seperti di Gunung Kidul, Cilacap, Tasikmalaya, Pulau Kundur di Kepri, dan wilayah lainnya,” imbuhnya.

 


Pasokan Biomassa

PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)

Selaras dengan Iwan, Direktur Utama PT RAE Husni Thamrin mengatakan bahwa pihaknya siap bersinergi dalam pengembangan pasokan biomassa yang bersumber dari residu tanaman pertanian perkebunan yang selama ini bertumpuk begitu saja.

"Kami sepakat untuk menyediakan pasokan biomassa yang berasal dari produk samping perkebunan seperti serbuk dari batang singkong, bonggol jagung, sekam padi, karet, limbah pengolahan coklat, kelapa sawit dan produk lainnya yang berbasis pemberdayaan dan/atau keterlibatan masyarakat,” ujar Husni.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Bambang Sumbogo, yang turut menyaksikan penandatangan MoU ini mengatakan bahwa sumber energi biomassa ini sangat berlimpah. Pelabuhan di Lampung dapat digunakan untuk pengiriman ke PLTU lain manakala kebutuhan di Lampung telah tercukupi.

"Kami berharap pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan ini akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, selain juga berkontribusi dalam penurunan emisi melalui program co firing PLTU. Infrastruktur perhubungan di Lampung sangat siap mendukung hal tersebut", pungkas Bambang.


Gantikan Batu Bara, Pengembangan Energi Biomassa jadi Cara Tekan Emisi Karbon

Sebanyak 28 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) menerapkan co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara.

Sebelumnya, PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) mengoptimalkan hasil pertanian sebagai bahan baku biomassa untuk bahan bakar pembangkit. Hal ini merupakan upaya untuk mendukung pencapaian Net Zero Emission.

Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara mengatakan, pengembangan energi biomassa menjadi salah satu komitmen perusahaan dalam pencapaian Net Zero Emission melalui penyediaan pasokan energi alternatif untuk mengurangi batu bara.

“Pengembangan energi biomassa sejalan dengan komitmen PLN untuk mengurangi emisi karbon melalui program penyediaan dan pengembangan ekosistem biomassa untuk cofiring PLTU,” kata Iwan dikutip Minggu (5/5/2024).

Iwan menjelaskan, komitmen pengembangan biomassa terus dijalankan perusahaan. Ada tiga inisiatif strategis yang telah dilakukan oleh PLN EPI, yaitu Program Socio Tropical Agriculture-waste Biomass (STAB) memanfaatkan limbah pertanian/limbah pangan seperti sekam, jerami, bonggol jagung, serbuk aren, batang singkong dll.

Kemudina, Program PERTIWI (Primary Energy Renewable & Territorial Integrated Wisdom of Indonesia) memanfaatkan limbah perkebunan/perhutanan seperti limbah replanting karet, kulit dan limbah sagu, limbah sawit, dan lain-lain serta optimalisasi lahan kritis/non produktif melalui program Green Economy Village yang telah dimulai sejak Februari 2023 bersama Pemda DIY dan Keraton Yogyakarta dengan melakukan penanaman tanaman pakan ternak dan biomassa di Gunung Kidul, DIY.

Iwan menerangkan, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan program ini berjalan dengan lancar, dimana PLN EPI menggandeng stakeholder terkait dalam menjamin kehandalan pasokan biomassa.

Kantor Staff Presiden (KSP) pun mengapresiasi langkah PLN EPI dalam pengembangan biomassa. Tak hanya mampu mengurangi emisi karbon tetapi juga menjadi katalis pendorong perekonomian rakyat.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya