Liputan6.com, New Delhi - India diprediksi akan menyalip Jepang dalam nominal produk domestik bruto pada tahun 2025. Hingga tahun 2010, Jepang merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, namun kini berada di ambang penurunan ke peringkat kelima.
Dalam perkiraan yang dirilis pada akhir April 2024, Dana Moneter Internasional (IMF) mengindikasikan bahwa PDB nominal India akan mencapai USD 4,34 triliun pada tahun 2025, melampaui Jepang yang sebesar USD 4,31 triliun.
Advertisement
Kenaikan India ke posisi keempat terjadi satu tahun lebih awal dari perkiraan terakhir IMF, sebagian besar disebabkan oleh melemahnya Yen Jepang, dikutip dari laman timeskuwait, Minggu (19/5/2024).
Penurunan peringkat ekonomi global juga membuat Jepang tertinggal dari Jerman pada tahun 2023.
Posisi India yang diprediksi akan melampaui Jepang pada tahun depan, sama kejadiannya denga tahun 2010 ketika Tiongkok menggantikan Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia.
"Bagi Jepang, hal ini merupakan kekhawatiran yang sangat besar. Namun, sedikit orang yang membicarakannya secara terbuka karena hal ini hal memalukan dan sangat sulit untuk diselesaikan,” kata Martin Schulz, kepala ekonom kebijakan di Unit Intelijen Pasar Global Fujitsu.
Masalah yang dihadapi Jepang disadari oleh Shinzo Abe ketika ia menjadi perdana menteri pada tahun 2012 dan mengumumkan rencana besar yang disebut Abenomics untuk meningkatkan pertumbuhan Jepang, kata Schulz.
"Ide Abenomics secara keseluruhan adalah untuk mendorong pertumbuhan dunia usaha, namun reformasi struktural juga diperlukan untuk mendorong produktivitas," kata Schulz.
"Tetapi hal ini sangat sulit dilakukan di Jepang dan terdapat penolakan terhadap perubahan terhadap digitalisasi, dan orang-orang yang sudah lama menjabat lebih memilih cara-cara lama."
Seperti halnya di tempat lain, pandemi COVID-19 dan perang Rusia di Ukraina memberikan dampak terhadap perekonomian Jepang yang masih terasa. Namun indikator lain menunjukkan masalah yang lebih akut.
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyebut ada tekanan baru terhadap Tokyo dengan merilis laporan terbarunya pada tanggal 2 Mei 2024 mengenai prospek pertumbuhan ekonomi global.
Negara Maju VS Pasar Negara Berkembang
Beberapa kelesuan ekonomi Jepang dapat dikaitkan dengan stagnasi pertumbuhan ekonomi selama tiga dekade yang hilang, kata Naomi Fink, ahli strategi global dan direktur pelaksana Nikko Asset Management di Tokyo.
"Baik AS maupun Jepang merupakan negara maju dan tidak dapat diharapkan tumbuh secepat negara berkembang, seperti Tiongkok dan India, dimana kelas menengah menempati porsi PDB yang semakin meningkat, infrastruktur masih harus dibangun, dan singkatnya, masih banyak modal yang belum dimobilisasi," katanya kepada DW.
"Merupakan hal yang normal bagi negara-negara maju untuk tumbuh lebih lambat dibandingkan negara-negara berkembang. Negara-negara tersebut memiliki lebih sedikit pertumbuhan yang harus dilakukan sebelum mencapai keseimbangan pertumbuhan, negara-negara tersebut biasanya memiliki populasi yang menua, bahkan dengan tingkat migrasi ke dalam negeri," tambahnya.
Kunci pertumbuhan Jepang di masa depan adalah berinvestasi pada pertumbuhan produktivitas, teknologi, sumber daya manusia hingga perbaikan proses bisnis.
Jepang tidak dapat menandingi investasi India di bidang infrastruktur dan pertumbuhan kelas menengah yang pesat, kata Fink.
Sementara Jerman telah melampaui Jepang karena anjloknya nilai tukar Yen terhadap Euro selama 12 tahun terakhir.
Advertisement
Yen Jadi Tantangan Terbesar
Lemahnya Yen bisa dibilang merupakan tantangan terbesar pemerintah Jepang saat ini, kata Schulz.
"Yen kini menjadi masalah besar dan meskipun di masa lalu pemerintah tidak melakukan apa pun, Yen akan bangkit kembali, namun hal tersebut tidak akan terjadi saat ini," katanya.
Solusinya adalah Bank of Japan harus mengadopsi kebijakan moneter yang lebih ketat dan fokus pada peningkatan produktivitas, kata Schulz.