Sri Mulyani Ungkap Beban APBN di Tengah Tak Menentunya Harga Komoditas

Dalam penyampaian KEM PPKF RAPBN Tahun Anggaran 2025, Menkeu Sri Mulyani merinci sejumlah tantangan kas negara dari fluktuasi harga komoditas energi.

oleh Arief Rahman H diperbarui 20 Mei 2024, 11:15 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap tekanan terhadap keuangan negara dari pergerakan harga komoditas. (Foto: tangkapan layar/ Arief RH)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap tekanan terhadap keuangan negara dari pergerakan harga komoditas. Termasuk dampaknya dari naik-turunnya harga minyak dunia dan baru bara.

Dia menyadari, kedua komoditas tersebut nyatanya memiliki dampak besar ke ekonomi Indonesia. Beberapa kasusnya pernah terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini.

"Jatuh bangunnya harga komoditas tentu menyebabkan dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (20/5/2024).

"Pada saat harga tinggi memacu pertumbuhan melalui eksternal baik ekspor maupun permuntaan doemstik. Sementara pada sata harga jatuh pertumbuhan ekonomi dan posisi fiskal mengalami tekanan berat," ia menambahkan.

Dalam penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2025, dia merinci sejumlah tantangan kas negara dari fluktuasi harga komoditas energi.

Misalnya, melonjaknya harga Minyak mentah Brent ke level USD 115 per barel pada Juni 2014 kemudian mengalami penurunan tajam ke titik terendah USD 28 per barel pada Januari 2016.

Selanjutnya, pada masa pandemi Brent 2020 harga minyak turun pada level terendah yaitu USD 23 per barel. Namun, karena ketegangan geopolitik dan timbulnya perang di Ukraina, harga minyak melonjak hingga ke level USD 120 per barel pada Juni 2022.

"Pada tahun 2023, harga minyak turun tajam kembali menjadi USD 65 per barel, kemudian naik ke USD 90 (per barel) di awal 2024 akibat perang Gaza di Palestina," bebernya.

Tak cuma itu, dia mencatat harga batu bara yang pernah melambung ke 430 USD per ton pada September 2022. Lalu, mengalami penurunan tajam ke level USDZ 127 per ton pada November 2023. 

"Harga CPO juga pernah (turun) terendah USD 544 per ton pada Juli 2019, kemudian (mengalami) lonjakan mencapai USD 1.800 dolar per ton pada Maret 2022," tegasnya.

 


Sri Mulyani Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2024 di Atas 5%

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa perekonomian negara-negara maju mulai mengalami tekanan, termasuk Jepang dan Inggris yang sudah masuk jurang resesi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal I-2024 akan berada di atas 5 persen, meskipun di tengah dinamika ketidakpastian global.

"Di tengah dinamika ketidakpastian global, kinerja ekonomi domestik masih cukup resilien. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2024 diperkirakan akan tetap di atas 5 persen dan menguat dibandingkan triwulan IV-2023," kata Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), secara daring, Jumat (3/5/2024).

Sri Mulyanimenilai, pertumbuhan ekonomi yang positif tersebut ditopang oleh permintaan domestik yang masih tetap kuat, baik dari sisi rumah tangga, pemerintah, dan Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT).

"Seiring dengan penyelenggaraan Pemilu yang menyebabkan beberapa belanja memang harus dilakukan front loading. Juga kebijakan APBN dengan menaikkan gaji ASN dan pensiunan, serta pemberian Tunjangan Hari Raya dengan Tunjangan Kinerja 100 persen memberikan dukungan kepada belanja atau daya beli masyarakat," ujarnya.

Bendahara negara ini juga optimistis investasi juga akan tumbuh positif yang ditopang oleh pembangunan Proyek Strategis Pemerintah di berbagai daerah, serta dengan adanya aktivitas properti swasta yang merupakan dampak dari insentif pemerintah.

"Kinerja ekspor diperkirakan masih belum kuat sejalan dengan moderasi harga komoditas dan lemahnya permintaan global. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 diperkirakan tetap berada di sekitar 5 persen," ujar Sri Mulyani.

Adapun seiring dengan hal tersebut, KSSK mengumumkan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia pada kuartal I-2024 masih dalam kondisi yang terjaga. Hal itu didukung oleh kondisi dari APBN kebijakan fiskal, kebijakan moneter dari Bank Indonesia dan sektor keuangan yang stabil.

 


BI Yakin Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perkasa pada Awal 2024, Ini Pendorongnya

Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya diberitakan, Bank Indonesia (BI) prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I dan II 2024 akan lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal IV 2023. Hal ini didorong oleh permintaan domestik yang kuat dari konsumsi rumah tangga sepanjang Ramadan dan Idul Fitri 1445H.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia (BI) Juli Budi Winantya mengatakan investasi bangunan yang lebih tinggi dari permintaan yang ditopang berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Kita harapkan dorongan dari permintaan domestik. Konsumsi masih kuat meskipun historisnya memang relatif lebih rendah namun sudah mulai ada perbaikan,” kata Juli dalam diskusi Perkembangan Ekonomi Terkini dan Respon Bauran Kebijakan BI, di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4/2024).

Adapun pada 2024, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional bakal tumbuh kisaran 4,7 hingga 5,5 persen. Juli menuturkan meskipun berada dalam ketidakpastian global dan geopolitik, ekonomi Indonesia masih terbilang kuat.

Seperti diketahui Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi sebesar 6,25%. 

Selain itu, dengan adanya ketidakpastian pasar global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah membuat banyak investor global memindahkan portfolionya ke aset yang lebih aman khususnya mata uang dolar AS dan emas, 

"Ini menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar,” pungkasnya. 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya