Penjelasan Kemenag Soal Petugas Haji Non Muslim di Parepare Sulsel

Kemenag sudah memastikan dua pegawai non muslim dilibatkan hanya sebagai bagian dari panitia pemberangkatan jemaah haji saja.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 20 Mei 2024, 14:40 WIB
Gedung Kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta. (Liputan6.com/Muhammad Ali)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah disinformasi berkembang di Parepare, Sulawesi Selatan. Diberitakan ada pegawai non Muslim berperan sebagai petugas haji. Menanggapi hal itu, Kementerian Agama (Kemenag) mengklarifikasi bahwa mereka bukan petugas haji namun hanya dilibatkan atau diperbantukan untuk kepanitiaan pemberangkatan.

“Kabupaten Parepare melibatkan dua pegawai non muslim dalam kepanitian pemberangkaatan jemaah haji. Hal ini kemudian dinarasikan sejumlah pihak sebagai petugas haji sehingga memunculkan disinformasi dan misinformasi, serta cenderung fitnah,” kata Juru Bicara Kemenag, Anna Hasbie seperti dikutip dari siaran pers, Senin (20/5/2024).

Anna menegaskan, Kemenag sudah memastikan dua pegawai non muslim dilibatkan hanya sebagai bagian dari panitia pemberangkatan jemaah haji saja. 

Menurut Anna, sebagai bagian dari panitia pemberangkatan, tugas mereka sebatas mengantar jemaah dari Parepare sampai ke Embarkasi Makassar (UPG) di Asrama Haji Sudiang, Makassar.

“Dua pegawai ini tergabung dalam tim pelayanan koper jemaah dan tim pelayanan penerimaan jemaah. Jadi keduanya bukan menjadi bagian dari Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi yang berangkat ke Tanah Suci. Tugas mereka hanya sampai Embarkasi Makassar,” yakin Anna.

Anna mengungkap, kepanitiaan haji turut melibatkan pegawai lintas agama dan hal itu terjadi dalam banyak kegiatan Kemenag. Misalnya, Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) di sejumlah daerah juga melibatkan umat Islam. Demikian juga dengan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), dalam kepanitiannya juga melibatkan pegawai non Islam.

“Jadi ini wilayahnya kepanitiaan untuk bersama, bergotong royong, menyukseskan acara. Adapun pada hal-hal yang sifatnya peribadahan, itu tentu menjadi wilayah masing-masing pemeluk agama, tidak ada campur aduk,” ungkap Anna.

Anna menambahkan, Undang-undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah.

 


Penyelenggaraan Haji Melibatkan Banyak Unsur

Dia melanjutkan, dalam proses kepanitian penyelenggaraannya, tentu melibatkan beragam unsur, tidak hanya Pegawai Kementerian Agama, tapi juga pegawai Kementerian/Lembaga Negara, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya.

“Kementerian Agama saat ini terus fokus dalam upaya memberikan layanan terbaik kepada jemaah haji Indonesia, baik saat di Embarkasi, ketika di Arab Saudi, dan sampai kembali ke Tanah Air nanti. Semoga jemaah haji Indonesi sehat dan mabrur. Aamiin,” ucap dia.

Anna menilai tidak tepat saat Alfian Tanjung dalam diskusinya mengkaitkan persoalan ini dengan toleransi yang dia terjemahkan sebagai orang yang kokoh dan kukuh dengan keyakinan agamanya masing-masing. Lalu, Alfian mengatakan bahwa umat Islam harus tetap sadar diri bahwa kita ini mayoritas tapi bermental minoritas; jangan mau mengalah terus.

“Pelibatan dua pegawai Non Islam dalam kepanitian itu bukan tentang mayoritas dan minoritas atau tentang siapa mengalah dan siapa menang. Ini justru bagian dari upaya menumbuhkan sikap saling gotong royong dengan tetap menghargai keyakinan dan kepercayaan masing-masing,” dia menandasi.

Sebagai informasi, klarifikasi diberikan guna merespons pernyataan Alfian Tanjung yang disiarkan melalui youtube dengan judul “Konyol, 2 Orang Kafir Dijadikan Petugas Urusan Haji oleh Kementerian Agama, Hanya Ingin Disebut Toleransi?”.

Kemenag menilai,  apa yang disampaikan Alfian Tanjung adalah salah dan cenderung mengarah pada disinformasi dan fitnah.

Infografis Perbedaan Rukun dan Wajib Haji dengan Rukun Umrah. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya