Liputan6.com, Jakarta - Berbatik hijau khas Indonesia, miliarder dunia Elon Musk bertandang ke kantor Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pembantu Sumerta Kelod, Kota Denpasar, Bali, pada Minggu, 19 Mei 2024.
Kedatangan Elon Musk bukan tanpa maksud. Salah satu orang terkaya dunia ini rela menyeberangi benua demi meresmikan kehadiran layanan internet besutannya, Starlink, yang resmi beroperasi di Indonesia.
Advertisement
Tiga puskesmas di Indonesia telah melakukan uji coba terhadap penggunaan layanan internet berbasis satelit Starlink, antara lain puskesmas di Denpasar, Klungkung, dan Maluku.
Dengan fasilitas internet yang ditawarkan Starlink, Elon Musk mengklaim bisa menguntungkan masyarakat di pedesaan atau daerah terluar.
"Saya pikir sangat penting untuk menekankan manfaat dari Starlink adalah untuk terhubung terhadap konektivitas. Ketika kamu memiliki internet, kamu bisa belajar apa saja, bisa belajar dari universitas tertentu," ia memaparkan.
"Bahkan jika kamu berada di wilayah yang cukup jauh dari kota, kamu tetap bisa melakukannya dengan internet. Saya pikir ini bisa membawa kemakmuran bagi masyarakat," Elon Musk menambahkan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang tampak mendampingi Musk mengatakan, kehadiran internet Starlink di Indonesia bakal membantu layanan digitalisasi di 3.000-an puskesmas.
Ia menyebut dengan adanya koneksi internet yang bisa menjangkau puskesmas di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), maka proses digitalisasi puskesmas bisa dilakukan optimal.
"Dengan adanya Starlink, 2.700 puskesmas yang susah akses internet dan 700 puskesmas tidak ada internet, akan bisa mengakses internet. Dengan demikian, layanan kesehatannya tidak akan berbeda dengan pukesmas di daerah perkotaan," kata Budi.
Lantas, apakah kehadiran Starlink akan berdampak signifikan terhadap industri internet di Indonesia, dan bagaimana nasib operator seluler eksisting?
Kemudian, apakah peran satelit SATRIA (milik pemerintah melalui Pasifik Satelit Nusantara/PSN) yang notabene juga melayani jaringan internet untuk kesehatan, pendidikan, dan pemerintahan di daerah terluar akan tergantikan?
Untuk diketahui, operator seluler di Indonesia yang ekosistemnya sudah terbentuk, sudah menjangkau layanan internet ke daerah terluar maupun 3T, dan bahkan operator seluler seperti Telkomsel sudah membuka akses internet di tiap kecamatan dan desa di 3T.
Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai kehadiran Starlink belum bisa dianggap berdampak signifikan di industri internet Indonesia karena BAKTI Kominfo sendiri telah menerbangkan satelit SATRIA yang mulai operasional di awal tahun ini.
"Satelit lainnya juga sudah diterbangkan, walaupun secara geostationernya berbeda. Satelit lain orbitnya di geostationary orbit (GEO), sedangkan Starlink mengorbitnya di low earth orbit (LEO)," kata Heru kepada Tekno Liputan6.com, Senin (20/5/2024).
Meski demikian, Heru menyambut baik kedatangan Starlink karena bisa memperkuat industri internet di Indonesia dan memberikan masyarakat pilihan.
"Masyarakat bisa memilih layanan mana yang lebih berkualitas, terjangkau, dan mencari layanan mana yang tersedia di daerahnya masing-masing," tutur Heru.
Ia memaparkan, penyedia layanan internet (internet service provider/ISP) sendiri memiliki kelebihan dan kekurangan satu sama lain.
Misalnya, teknologi satelit yang ada di angkasa punya keunggulan bisa menjangkau daerah rural, tapi kekurangannya sering delay. Bahkan satelit LEO, jumlahnya harus sangat banyak.
"Saat ini Starlink masih baru menerbangkan 6.000 satelit, dan target di 12.000 satelit masih belum terpenuhi. Maka tak heran, kecepatan internet satelit Starlink kerap dikomplain di sejumlah negara. Starlink bahkan punya keiinginan besar untuk menerbangkan 34.000 satelit," Heru menguraikan.
Sementara itu, layanan internet dari operator seluler juga memiliki kelemahan, di mana mereka harus membangun menara BTS di sejumlah daerah. Namun, secara koneksi lebih stabil dan delay-nya lebih kecil ketimbang satelit.
"Bahkan saat ini operator seluler memliki teknologi serat optik yang lebih canggih. Mereka juga telah membuka layanan fixed mobile convergence (FMC) dan jaringan fixed broadband dari serat optik. Secara kecepatan sangat bagus dan stabil, namun kendalanya mereka harus menarik banyak kabel di wilayah tertentu untuk menggelar jaringan internet," ujar Heru.
Persaingan Starlink dengan ISP Lokal
Pria yang juga dikenal sebagai pengamat ekonomi digital ini memprediksi Starlink ke depannya akan bersaing di wilayah yang sama dengan operator seluler, karena pasarnya di kota-kota besar.
"Masyarakat di perkotaan lebih punya kemampuan untuk berlangganan Starlink ketimbang di daerah, karena saat ini tarifnya lumayan mahal. Namun operator seluler masih menjadi pilihan terbaik untuk akses internet di ponsel ketimbang Starlink yang aksesnya terbatas," Heru menjelaskan.
Ia berharap persaingan antara ISP lokal dan ISP luar berjalan secara sehat. Ia pun mengimbau pemerintah untuk lebih mendukung dan mengutamakan perusahaan ISP lokal ketimbang pemain asing.
"Namun kalau kita lihat, nuansanya adalah Starlink seperti mendapat privilege khusus dari pemerintah, dengan harapan Elon Musk melalui Tesla akan berinvestasi di Indonesia," ucapnya memungkaskan.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif, berpendapat untuk wilayah perkotaan, layanan Starlink tidak terlalu dikhawatirkan oleh para ISP.
"Menurut survei APJII, biaya layanan internet broadband rata-rata berkisan antara Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribuan per bulan, sedangkan Starlink masih mahal (mulai Rp 750 ribu) per bulan. Bisa disimpulkan bahwa ISP eksisting tidak berkompetisi langsung dengan Starlink," ujarnya.
"Ya, mungkin ISP kecil yang beroperasi di wilayah rural atau 3T akan berdampak langsung. Tapi perlu dicatat bahwa internet satelit belum bisa mengalahkan kestabilan internet broadband," tutur Arif menegaskan.
Terkait peran satelit Satria, Arif mengungkapkan bahwa satelit milik pemerintah ini kapasitasnya masih terbatas (150GB) sehingga belum bisa melayani seluruh fasilitas kesehatan, pendidikan, dan pemerintahan di daerah yang belum tersentuh layanan internet.
"Kehadiran Starlink bisa menjadi salah satu pilihan kepada pemerintah untuk memberikan opsi-opsi layanan. Tapi di luar itu, APJII yang menaungi 140 perusahaan ISP sudah menjadi kontributor untuk BAKTI guna memberikan layanan internet di daerah 3T," imbuhnya.
Arif menyebut, APJII sebenarnya sudah mengimbau pemerintah untuk melibatkan ISP lokal sebelum mereka meminta bantuan ke perusahaan asing (Starlink).
"Pengusaha lokal yang sudah lama gabung di APJII--juga sebagai penyumbang pajak dan PNBP bagi negara--seharusnya dilibatkan kalau pemerintah membutuhkan fasilitas internet di daerah tertentu. Pastinya kami akan support semaksimal mungkin, dan teknologi kami tidak kalah canggih untuk menyediakan jaringan internet yang baik untuk pemerintah," Arif memungkaskan.
Sementara Doni Ismanto Darwin, Pengamat Telekomunikasi dari Indotelko Forum, tak menampik bahwa munculnya Starlink akan memberikan dampak bagi pemain lama layanan internet satelit yang lebih dulu hadir di Indonesia.
"Tentu dampak munculnya Starlink akan dirasakan bagi operator satelit PSN, karena keduanya memiliki pangsa pasar yang kurang lebih sama," ujarnya.
Ia juga menyoroti peluncuran Starlink di Puskesmas Pembantu Sumerta Kelod, Kota Denpasar, Bali. Menurutnya, Starlink tidak akan mengambil pangsa pasar dari layanan internet satelit SATRIA, yang telah memberikan layanan bagi perangkat pemerintah yang berada di daerah 3T.
"Keberadaan Starlink belum bisa mengusik SATRIA yang menjadi layanan internet bagi perangkat pemerintah di daerah yang tidak memiliki akses internet," ujarnya.
"Sebagai contoh, Kemenkes telah memiliki sekitar 10 ribu Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia, dan 80 persen Puskesmas itu telah memiliki layanan internet satelit dari Satria-1," tambahnya.
Meski begitu, Starlink juga diperlukan untuk memberikan layanan internet bagi instansi pemerintah yang masih belum tersetuh layanan internet Satria-1.
"Starlink bisa menjadi complementary untuk Puskesmas atau perangkat pemerintah lain yang masih belum tersentuh internet," pungkasnya.
Advertisement
Tanggapan Operator Seluler Soal Starlink Masuk Indonesia
Kehadiran Starlink sempat mendapat tanggapan dari operator seluler yang merupakan penyelenggara layanan internet berbasis seluler.
Chief Technology Officer XL Axiata I Gede Darmayusa berharap kehadiran satelit internet Starlink dapat menjangkau daerah-daerah yang sulit dikover oleh operator seluler.
Pasalnya, sejak beberapa waktu lalu perusahaan telekomunikasi seperti XL Axiata juga sudah memakai satelit sebagai backbone menghadirkan layanan telekomunikasi di wilayah yang sulit dijangkau alias 3T.
Ia tak menampik kalau nantinya XL Axiata juga bisa bekerja sama dengan Starlink untuk gulirkan layanan mereka ke wilayah 3T.
"Semua opsi," kata Gede, dilihat berdasarkan biaya yang paling efisien buat perusahaan.
Peluang Kerja Sama dengan Starlink
"Adanya internet satelit Starlink bisa menekan biaya sewa kapasitas, menjadi jauh lebih murah. Sebagai pelaku telko, (kami) berharap ini bisa menjadi solusi untuk menggantikan biaya sewa kapasitas jadi lebih murah," katanya.
"Kami ingin bekerja sama dengan mereka untuk menghubungkan BTS atau langsung ke konsumen di wilayah rural yang tak bisa dijangkau," ujar Gede beberapa waktu lalu.
Sementara kalau soal persaingan dengan operator seluler Indonesia, I Gede Darmayusa mengungkap kalau Starlink dengan XL Axiata sebagai operator seluler memiliki pasar yang berbeda.
"Menurut kami market mereka berbeda, market mereka adalah konsumen yang kami tidak bisa jangkau, daerah pedalaman. Ini bukan hanya masalah jangkauan, tetapi juga keamanan dan maintenance-nya yang berat," kata Gede.
Operator Seluler Belum Ada Persaingan Langsung dengan Starlink
Presiden Direktur sekaligus CEO XL Axiata Dian Siswarini mengungkapkan, persaingan langsung antara XL Axiata dengan Starlink belum terjadi saat ini.
Hal yang sama juga diamini oleh Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison, Muhammad Buldansyah. Dalam pertemuan dengan wartawan beberapa waktu lalu, Buldansyah tak menampik kalau ada beberapa produk Indosat yang bisa bersaing dengan Starlink.
"Sebagian produk sudah pasti akan jadi saingan, bukan semua, tetapi ada beberapa produk Indosat. Tapi menurut saya persaingan itu akan muncul terus, baik dari Starlink atau dari mana pun," ia menuturkan.
Seperti Dian Siswarini, Buldansyah mengatakan, kehadiran layanan internet Starlink tidak akan jadi saingan head-to-head dengan Indosat Ooredoo Hutchison dalam hadirkan layanan internet.
Malahan, Buldansyah meyakini kalau kompetisi ketat justru akan terjadi antara Starlink dengan penyedia layanan internet berbasis satelit lainnya.
Head to Head dengan Penyelenggara Satelit
"Menurut saya kompetisi paling banyak head-to-head-nya dengan penyelenggara VSAT, bukan seluler," kata Buldansyah.
Dari segi harga pun, Buldansyah menyebut, biaya berlangganan internet Starlink yang mencapai Rp 750 ribu itu tak akan menjadi kompetitor bagi layanan FTTH (fiber to the home).
Namun ke depannya, bukan berarti Starlink takkan menjadi saingan sama sekali. Menurut Dian Siswarini, bisa saja nantinya Starlink menjadi saingan langsung bagi operator seluler.
Dian mengatakan, jika nantinya teknologi Starlink mampu menghadirkan kapasitas besar untuk menjangkau konsumen di perkotaan dengan harga yang lebih rendah, persaingan dengan operator seluler bisa saja terjadi.
"Kalau nantinya Starlink memiliki teknologi lebih baik yang bisa menghadirkan layanan di perkotaan yang lebih murah, itu baru terjadi kompetisi head-to-head. Jika cost structure lebih kecil, itu baru (Starlink) akan menjadi ancaman," ia memungkaskan.
Advertisement
Starlink Perlu Penuhi Regulasi yang Sama dengan Operator
Meski belum akan menjadi pesaing langsung, baik XL Axiata maupun Indosat Ooredoo Hutchison berharap pemerintah memberikan level persaingan yang setara antara operator seluler dengan pemain satelit seperti Starlink, yang mau menggelar layanan langsung ke end-user.
"Pemerintah sudah harus memberi play ground yang sama, equal, jangan sampai structure cost kami (operator seluler) jauh lebih mahal," ujar Gede.
Jika bicara tentang kehadiran satelit internet Starlink di Indonesia, Buldansyah menilai perusahaan internet Elon Musk ini harus mematuhi berbagai aturan di Indonesia.
"Menurut saya aturannya cukup jelas, kalau sebagai produk sudah pasti akan menjadi saingan dengan beberapa produk.Selama memenuhi aturan, yang berlaku di Indonesia, kami akan berkompetisi dalam bentuk layanan, harga, dan cakupan," kata Buldansyah.
Ia menambahkan, yang terpenting soal persaingan adalah semua pemain memiliki level playing field yang sama, sehingga tidak ada keberpihakan dari segi aturan pemerintah terhadap salah satu pemain.
Sementara itu, dalam keterangan tertulis pada akhir 2023, Smartfren melalui Smartfren Business telah berkolaborasi dengan Telkomsat untuk memanfaatkan konektivitas satelit milik Starlink, demi menjangkau konektivitas industri yang beroperasi di wilayah 3T.
Kerja sama ini dilakukan karena permintaan konektivitas tersebut tak bisa dipenuhi dengan konektivitas berbasis serat optik.
"Smartfren Business berkolaborasi dengan Telkomsat untuk memanfaatkan konektivitas satelit milik Starlink dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Harapannya konektivitas satelit yang dikombinasikan dengan berbagai solusi milik Smartfren Business dapat membuka peluang untuk meraih pangsa pasar di sana," kata Chief Enterprise Business Officer Smartfren Business, Alim Gunadi.
Beberapa pelanggan Smartfren Business yang telah memanfaatkan layanan konektivitas berbasis Starlink antara lain perusahaan perkebunan dan pertambangan yang beroperasi di Papua, Kalimantan, dan lainnya.
Daftar Tarif Internet Satelit Starlink
Starlink mengklaim bisa menyediakan akses internet berkecepatan tinggi dan bisa dinikmati pengguna di seluruh penjuru negeri.
Salah satu karakter wilayah yang dapat mengoptimalkan jaringan internet milik Elon Musk ini, yaitu daerah terpencil (3T) yang memang sulit terjangkau oleh infrastruktur internet tradisional.
Meski begitu, bukan berarti kamu atau pengguna umum lainnya tidak dapat menikmati jaringan internet Starlink di rumah.
Bagi kamu yang tertarik untuk menggunakan internet satelit ini, berikut ini adalah opsi, cara berlangganan, dan harga Starlink di Indonesia.
Berapa Harga Paket Starlink di Indonesia?
Starlink menawarkan 3 pilihan paket internet, yaitu:
1. Personal
-
Residential (Rumahan)
- Harga : Rp 750,000/bln
- Perangkat : Rp 7.800.000
-
Roam (Jelajah)
- Harga : Rp 990.000/bln
- Perangkat : Rp 7.800.000
-
Boats (Kapal)
- 50GB : Rp 4.345.000/bln
- 1TB : Rp 17.160.000/bln
- 5TB : Rp 86.130.000/bln
- Perangkat : Rp 43.721.590
2. Bisnis
-
Lokasi Tetap (Fixed Site)
- 40GB : Rp 1.100.000/bln
- 1TB : Rp 3.025.000/bln
- 2TB : Rp 6.116.000/bln
- 6TB : Rp 12.320.000/bln
- Perangkat : Rp 7.800.000
-
Mobile di Darat
- 50GB : Rp 4.345.000/bln
- 1TB : Rp 17.160.000/bln
- 5TB : Rp 86.130.000/bln
- Perangkat : Rp 43.721.590
-
Mobile di Laut
- 50GB : Rp 4.345.000/bln
- 1TB : Rp 17.160.000/bln
- 5TB : Rp 86.130.000/bln
- Perangkat : Rp 43.721.590
Itu adalah harga lengkap jaringan internet Starlink di Indonesia saat ini, lalu bagaimana cara berlangganan Starlink ini? Cek di bawah ini.
Advertisement
Cara Berlangganan Starlink Indonesia
Bagi kamu yang ingin menggunakan layanan internet Starlink dapat memesan atau pre-order perangkat di laman resminya. Berikut cara berlangganan internet Starlink:
- Akses situs Starlink di https://www.starlink.com/
- Masukkan alamat atau lokasi Anda berada untuk melihat ketersediaan lokasi jaringan, dan langsung klik "Order Now".
- Masukkan informasi kontak, seperti nama, nomor telepon, email, hingga alamat pengiriman.
- Nanti Anda akan dibawa ke halaman biaya berlangganan per bulan, dan harga perangkat keras atau hardware.
- Tak hanya itu, pengguna juga akan dibebankan pengiriman dan penanganan.
- Klik "Order Now" untuk melanjutkan. Perlu diingat, semua pembaharan hanya bisa dilakukan melalui kartu kredit atau debit Mastercard atau Visa.