Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) akan menjalankan uji terap biodiesel B40 untuk beberapa sektor di luar sektor otomotif. Uji terap B40 itu dilakukan untuk kereta, kapal laut, alat dan mesin pertanian (alsintan), alat berat hingga pembangkit listrik.
Adapun bahan bakar biodiesel B40 merupakan campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan 40 persen bahan bakar nabati (BBN) di moda transportasi kereta api.Demikian mengutip dari Antara, Senin (20/5/2024).
Advertisement
Kementerian ESDM akan melakukan uji terap sektor nonotomotif itu dengan rentang waktu selama delapan bulan.
LEMIGAS sebagai unit pengujian di bawah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM pun menyiapkan uji penggunaan bahan bakar biodiesel B40.
Kepala LEMIGAS Kementerian ESDM Mustafid Gunawan menuturkan, sebagai salah satu tahapan dalam uji terap itu, LEMIGAS giat melaksanakan joint inspection dengan PT KAI (Persero), PT Pertamina Patra Logistik, dan KA logistic di Depo Arjawinangan, Cirebon, Jawa Barat pada 14 Mei 2024.
Dia menuturkan, pada tahap uji tersebut, LEMIGAS melakukan survei pembangunan infrastruktur sebagai persiapan uji penggunaan biodiesel B40 di sektor kereta api.
"Dengan berbekal tenaga ahli yang dimiliki, survei berjalan dengan lancar," ujar Mustafid.
Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menetapkan kuota penyaluran biodiesel B35, yang merupakan bauran minyak solar dengan 35 persen BBN berbasis minyak sawit, sebesar 13,41 juta kiloliter pada 2024. Kuota itu ditetapkan berdasarkan pada keberhasilan penyaluran program biodiesel B35 sepanjang 2023.
Kelapa Reject Bakal Diolah Jadi Biodiesel
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menangkap peluang baru sebagai sumber bahan baku biodiesel hingga bioavtur. Tercatat ada potensi dari kelapa sebagai sumber bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Dida Gardera mengatakan, ada arah menuju biodiesel dengan 100 persen (B100) dari minyak nabati. Selama ini, campurannya berasal dari minyak kelapa sawit sebesar 35 persen atau B35.
"Suatu saat bisa B100, kemudian juga sebagian ini kan untuk bioavtur juga, diesel. Nah ternyata ada potensi juga dari kelapa. Justru kelapa ini dari kelapa yang reject (tak layak)," ucap Dida saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Dia menghitung, setidaknya ada 20-30 persen buah kelapa yang tidak layak konsumsi. Guna memanfaatkan ke sektor lain, maka dibuka kemungkinan untuk diolah jadi campuran biodiesel.
"Jadi dalam satu pohon itu pasti ada 20-30 persen kelapa itu tidak layak konsumsi, itu bisa digunakan. Jadi banyak sekali potensi itu. Memang belum dioptimalkan dan ruang untuk melakukan itu terbuka," tuturnya.
Dia menjelaskan, penggunaan kelapa sebagai campuran biodiesel nantinya tidak akan mengganggu kebutuhan pada sektor pangan. Dida juga bilang kalau peluang ini sejalan dengan program hilirisasi pemerintah yang tak sebatas pada bahan tambang.
"Kelapa ini yang akan digunakan adalah kelapa yang reject, yang tidak layak konsumsi menjadi pangan yang selama ini dibuang begitu saja. Kelapa ini kita ekspor, bentuknya bulatan itu, sama seperti mineral. Jadi sebaiknya kita olah di dalam negeri. Itu juga kan sesuai arahan dari Bapak Presiden untuk hilirisasi tidak hanya mineral," urainya.
Advertisement
Siapkan Roadmap
Lebih lanjut, guna menguatkan rencana tersebut, pihaknya sudah mulai menyusun peta jalan atau roadmap pemanfaatan kelapa untuk biodiesel. Namun dia belum bisa menargetkan kapan roadmap itu selesai.
Dida menyebut kelapa menjadi salah satu opsi saja untuk jadi bahan campuran BBM. Pasalnya masih banyak tanaman lain yang dikatakan bisa dimanfaatkan lebih jauh.
"Ada, sedang on going, kalau nanti sudah hampir 100 persen matang, kita komunikasikan. Jadi kelapa ini salah satu. Tentu tanaman itu kan banyak sekali. Kelapa ini budidaya kita kan sudah bagus, sudah ekspor juga," pungkas Dida.
Keren, Batang Singkong Disulap jadi Bahan Bakar Pembangkit Listrik Pengganti Batu Bara
Sebelumnya, PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) membangun ekosistem biomassa kerakyatan guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060, dengan memanfaatkan limbah batang singkong dari perkebunan yang ada di Lamping.
Dalam melaksanakan pengembangan biomassa dengan memanfaatkan batang singkong, PLN EPI menjalin kerja sama dengan PT Rindang Asia Energi (RAE). Hal ini ditandai dengan penandatangan Nota Kesepahaman yang dilakukan oleh Direktur Biomassa PLN EPI Antonius Aris Sudjatmiko bersama Direktur Utama PT RAE Husni Thamrin.
Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara mengatakan, nota kesepahaman tersebut adalah untuk memperbesar skala sinergi dalam pengembangan ekosistem, bisnis, teknologi, pengelolaan, pemasaran dan pemanfaatan biomassa/bioenergi dengan mengoptimalkan limbah/residu pertanian, perkebunan, kehutanan.
"Saat ini sedang dilakukan pilot project pengolahan limbah batang singkong menjadi biomassa serbuk untuk co firing PLTU, dengan kerjasama ini akan diperluas lagi" kata Iwan.
Iwan menyatakan komitmennya untuk memberikan kontribusi lebih pada lingkungan, sosial, dan ekonomi, bukan hanya sekedar mematuhi regulasi. Untuk mewujudkannya, mereka membangun rantai pasok biomassa yang akan mengurangi emisi gas rumah kaca dari awal hingga akhir rantai pasok biomassa.
"Dengan memanfaatkan residu dan limbah pertanian perkebunan, maka akan terjadi pengurangan emisi yang berasal dari limbah/residu pertanian perkebunan yang membusuk karena ditimbun atau dibakar, di hilir akan mengurangi emisi PLTU karena substitusi sebagian batubara ke biomassa," kata Iwan.
Selain itu, dalam membangun ekosistem biomassa diperlukan keterlibatan masyarakat dengan melakukan pembibitan dan penanaman tanaman multifungsi di lahan kritis dan marginal. Hal ini akan meningkatkan penyerapan karbon oleh tanah dan tanaman.
"Pelibatan masyarakat tani untuk penanaman tanaman pakan ternak di lahan marginal telah berjalan di beberapa lokasi seperti di Gunung Kidul, Cilacap, Tasikmalaya, Pulau Kundur di Kepri, dan wilayah lainnya,” imbuhnya.
Advertisement
Pasokan Biomassa
Selaras dengan Iwan, Direktur Utama PT RAE Husni Thamrin mengatakan bahwa pihaknya siap bersinergi dalam pengembangan pasokan biomassa yang bersumber dari residu tanaman pertanian perkebunan yang selama ini bertumpuk begitu saja.
"Kami sepakat untuk menyediakan pasokan biomassa yang berasal dari produk samping perkebunan seperti serbuk dari batang singkong, bonggol jagung, sekam padi, karet, limbah pengolahan coklat, kelapa sawit dan produk lainnya yang berbasis pemberdayaan dan/atau keterlibatan masyarakat,” ujar Husni.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Bambang Sumbogo, yang turut menyaksikan penandatangan MoU ini mengatakan bahwa sumber energi biomassa ini sangat berlimpah. Pelabuhan di Lampung dapat digunakan untuk pengiriman ke PLTU lain manakala kebutuhan di Lampung telah tercukupi.
"Kami berharap pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan ini akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, selain juga berkontribusi dalam penurunan emisi melalui program co firing PLTU. Infrastruktur perhubungan di Lampung sangat siap mendukung hal tersebut", pungkas Bambang.