Starlink Masuk Indonesia, Operator Seluler dan Layanan Internet Satelit Lokal Terancam?

Elon Musk baru saja meluncurkan layanan internet satelit Starlink ke Indonesia. Lantas, apa dampak yang dirasakan pengguna dan industri telekomunikasi di Indonesia?

oleh Robinsyah Aliwafa Zain diperbarui 20 Mei 2024, 18:12 WIB
Peluncuran Starlink di Puskesmas Sumerta Kelod, Bali untuk menandai digitalisasi fasilitas kesehatan di pedesaan. (AP Photo/Firdia Lisnawati)

Liputan6.com, Jakarta - Elon Musk baru saja meresmikan layanan internet satelit miliknya, Starlink, di Indonesia--tepatnya di Puskesmas Pembantu Sumerta Kelod, Kota Denpasar, Bali.

Hadirnya layanan internet baru ini memberikan sejumlah pertanyaan, apakah Starlink berpotensi mengusik layanan operator seluler, fiber optic, dan internet satelit yang lebih dulu melenggang di Indonesia?

Kehadiran Starlink mendapatkan perhatian khusus dari Doni Ismanto Darwin, Pengamat Telekomunikasi dari Indotelko Forum. Ia berpendapat bahwa layanan internet milik Elon Musk ini bisa menjadi pilihan bagi masyarakat.

"Hadirnya Starlink bisa menjadi pilihan baru bagi pengguna yang ingin memiliki layanan internet sesuai kebutuhan mereka, karena internet Starlink menggunakan satelit LEO (Low Earth Orbit) yang memiliki keunggulan dari layanan lain yang menggunakan satelit GEO (Geostasioner Earth Orbit), " ujar Doni.

Menurut Doni, layanan Starlink akan cocok untuk daerah dengan jangkauan internet yang terbatas, serta daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

"Penggunaan Starlink akan cocok jika alat ini digunakan di daerah yang masih belum tersentuh layanan internet seluler dan fiber optic", katanya.

Pun demikian, ia tak menampik bahwa munculnya Starlink akan memberikan dampak bagi pemain lama layanan internet satelit yang lebih dulu hadir di Indonesia.

"Tentu dampak munculnya Starlink akan dirasakan bagi operator satelit Pasifik Satelit Nusantara (PSN), karena keduanya memiliki pangsa pasar yang kurang lebih sama," imbuhnya.

Ia juga menyoroti peluncuran Starlink di Puskesmas Pembantu Sumerta Kelod, Kota Denpasar, Bali. Menurutnya, Starlink tidak akan mengambil pangsa pasar dari layanan internet satelit Satria-1, yang telah memberikan layanan bagi perangkat pemerintah yang berada di daerah 3T.

"Keberadaan Starlink belum bisa mengusik Satria-1 yang menjadi layanan internet bagi perangkat pemerintah di daerah yang tidak memiliki akses internet," ujarnya.

"Sebagai contoh, Kemenkes telah memiliki sekitar 10 ribu Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia, dan 80 persen Puskesmas itu telah memiliki layanan internet satelit dari Satria-1," tambahnya.

Meski begitu, layanan Starlink juga diperlukan untuk memberikan layanan internet bagi instansi pemerintah yang masih belum tersetuh layanan internet Satria-1.

"Starlink bisa menjadi complementary untuk Puskesmas atau perangkat pemerintah lain yang masih belum tersentuh internet," pungkasnya.

 

 


Starlink Berpotensi jadi Pesaing Serius

Di Puskesmas pembantu Sumerta Kelod, Elon Musk juga menandatangani Memorandum of Understandings (MoU) bersama dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. (AP Photo/Firdia Lisnawati)

Meski baru muncul di Indonesia, Doni memperhatikan bahwa Starlink bisa menjadi ancaman serius bagi pelaku industri telekomunikasi di Indonesia.

"Untuk saat ini, Starlink masih belum menjadi pesaing serius bagi pemain besar industri telekomunikasi Indonesia," ucap Doni.

"Namun perlu diingat, jika Starlink dibiarkan saja tanpa diberikan regulasi dari pemerintah, maka ia bisa menjadi pemain besar mengalahkan operator seluler dan fiber optic di Indonesia saat ini," imbuhnya.

Ia menyoroti perkembangan Starlink yang sangat besar di luar negeri. Bahkan, Elon Musk telah mengujicoba layanan internet Starlink langsung ke ponsel pintar (smartphone) tanpa memerlukan parabola.

"Starlink berpotensi menjadi pemain besar di Indonesia, jika teknologi layanan satelit Direct-to-Cell  yang memungkinkan smartphone bisa terhubung ke jaringan Starlink tanpa memerlukan parabola khusus," ujarnya.

Tak hanya itu, Doni juga melihat kemungkinan penyedia layanan internet kecil bisa menjadi mangsa dari Starlink. Oleh karenanya, ia menyarankan agar Starlink bekerjasama dengan provider internet di daerah terpencil agar layanan Starlink bisa diakses oleh lebih banyak pengguna, sekaligus menjalin sinergi dengan perusahaan tersebut.

"Sebaiknya, Starlink bekerja sama dengan provider kecil agar layanan dari Starlink bisa lebih banyak tersentuh pengguna yang belum memiliki akses internet," ujar Doni.

Selain itu, Doni juga menyarankan agar pemerintah memenuhi janji Starlink untuk membangun infrastruktur jaringan internet di Indonesia secara serius.

"Jika Starlink benar-benar serius membantu jaringan internet Indonesia, mereka perlu membangun Gateway di Indonesia. Tak hanya itu, janji Starlink untuk membangun infrastruktur di Indonesia perlu direalisasikan secepatnya, agar masyarakat yakin bahwa Starlink serius di Indonesia," ujarnya.


Starlink Rentan Disalahgunakan

Roket Falcon 9 lepas landas dari Space Launch Complex 40 di Florida's Cape Canaveral Air Force Station, Amerika Serikat, Kamis (23/5/2019). Perusahaan penerbangan luar angkasa SpaceX meluncurkan 60 satelit Starlink ke orbit rendah Bumi. (Malcolm Denemark/Florida Today via AP)

Meski menawarkan internet yang sangat cepat di daerah terpencil sekalipun, Doni Ismanto Darwin menyoroti potensi penyalahgunaan perangkat ini untuk tindak separatis, terutama di daerah konflik di Indonesia.

"Saya lebih concern jika layanan Starlink digunakan oleh kelompok separatis, misal OPM untuk menyebarkan propaganda ataupun kegiatan lain yang mengancam kedaulatan negara," tuturnya.

"Hal tersebut bisa menjadi permasalahan besar jika pemerintah tak mengawasi penyebaran Starlink di Indonesia," ia menambahkan.

Untuk menghindari penyalahgunaan tersebut, Doni berpendapat bahwa penjualan dan penyebaran Starlink perlu diawasi agar layanan internet ini tidak disalahgunakan oleh pihak yang tak bertanggungjawab.

"Maka dari itu, pemerintah bersama Kominfo perlu mengawasi penjualan dan penyebaran Starlink, sehingga jaringan internet satelit ini tak disalahgunakan untuk kegiatan separatis," ujar Doni.

 

 


Starlink dan Masyarakat yang FOMO

Starlink Hadir di Indonesia: Berapa Harga dan Kecepatan Internet yang Ditawarkan? (Liputan6.com/ Yuslianson)

Ketika ditanya mengenai masyarakat yang mengeluhkan kecepatan internet Starlink yang terlalu antusias untuk mencoba layanan internet ini di perkotaan, Doni menjawab pertanyaan dengan santai dan menganggap ini merupakan hal wajar.

"Wajar saja jika mereka mencoba sesuatu yang baru alias Fear Of Missing Out (FOMO) atau ketakutan kehilangan momen. Masyarakat perlu mengetahui bahwa semakin tinggi pengguna atau bandwidth, maka latensi jaringan akan semakin tinggi, sehingga kian banyak yang mengeluhkan kecepatan internet Starlink yang tak sesuai harapan," ia menguraikan.

Ia juga menyoroti perilaku masyarakat Indonesia yang terlalu ingin mencoba sesuatu yang baru, namun protes saat hal yang diinginkan tak sesuai harapan.

"Orang Indonesia ini lucu, mereka lebih memilih layanan internet Starlink yang harga alat dan biaya langganan per bulan yang jauh lebih mahal ketimbang layanan internet yang ada saat ini, di mana harga per bulannya jauh lebih murah dan menawarkan koneksi lebih stabil," ucap Doni.

Melihat makin banyak masyarakat yang ingin mencoba Starlink, Doni mengingatkan bahwa jaringan internet paling stabil saat ini adalah koneksi melalui kabel (fiber optic).

"Bagaimana pun, koneksi internet yang paling stabil saat ini adalah menggunakan jaringan kabel (fiber optic)," imbuhnya.

"Penggunaan Starlink akan lebih terasa bila dipasang di daerah yang belum tersentuh akses internet, seperti pertambangan, pantai, laut lepas, dan tempat wisata terpencil," Doni memungkaskan.

Infografis Starlink Milik Elon Musk Beroperasi di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya