Liputan6.com, Sukabumi - Kasus bullying atau perundungan yang dialami NCL (10) alias L pelajar SD di Kota Sukabumi, masih berlanjut diproses hukum. Pada laporan kedua, pihak korban melaporkan dugaan keterlibatan pihak sekolah dan orang dewasa.
Setelah laporan kasus perundungan pertama dinyatakan inkrah oleh pengadilan pada Januari 2024 lalu, terhadap kedua anak berhadapan dengan hukum (ABH) dengan hasil dikembalikan kepada orang tuanya untuk dirawat dan dibimbing serta pembinaan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) kelas 1 Bandung selama tiga bulan.
Advertisement
Kuasa Hukum Keluarga Korban, Yupen Hadi mengatakan, sebanyak 22 saksi yang telah diperiksa polisi atas laporan perundungan anak SD tersebut. Pihaknya mendorong perkara ini segera masuk tahap penyidikan.
"Dari yang kami laporkan ada 5 orang itu orang tua siswa sebenarnya. Jadi yang disampaikan oleh polisi kepada kami itu semuanya sudah dipanggil, malah ada beberapa orang yang sudah dipanggil dua kali," ujar Yupen kepada awak media, Selasa (21/5/2024).
Yupen mengatakan, tak ada kendala selama proses pemeriksaan. Adapun terkait permintaan pemeriksaan CCTV sekolah, pihaknya meminta kepolisian untuk melibatkan digital forensik, perihal pemulihan data CCTV yang hilang.
Lanjut dia, kondisi korban perundungan di Sukabumi ini masih dalam pemulihan secara fisik dan psikis oleh profesional psikolog. Namun dalam penyembuhan itu, pihak keluarga menyampaikan diagnosa terbaru yang dialami bocah berusia 10 tahun itu, yakni terdapat pendarahan otak.
Efek tersebut menurutnya merupakan dampak dari rentetan kejadian yang dialami korban L, pasca kejadian bullying setahun lalu.
"Karena memang dari awal seperti yang kita ceritakan dulu anak korban ini tertutup awalnya dia ga mau cerita apa yang terjadi di sana. Setelah bisa kita korek kita ngerti dengan apa yang beliau alami sebetulnya," katanya.
Ungkapan Sang Ayah saat Korban Didiagnosa Mengalami Pendarahan Otak
Ayah korban, Dudi (48) mengatakan, hasil itu diterimanya pada dua bulan lalu. Bermula saat anaknya L mengeluh kerap merasakan pusing kepala yang dirasa hingga ke area mata.
Dari hasil pemeriksaan medis, L didiagnosa mengalami pendarahan otak. Kendati demikian, dia menyebut, secara keseluruhan kondisi putranya yang menjadi korban perundungan itu, mulai berangsur pulih.
"Lalu saya kekhawatiran, pada dua bulan lalu itu atas saran dari dokter diberi rujukan ditemukan ada CT scan perdarahan di otak," ujar Dudi.
Tak hanya itu, kata Dudi, anaknya itu sempat mengalami ketergantungan obat yang dikonsumsi korban pasca kejadian perundungan. Kondisi tersebut juga telah dilaporkan kepada polisi.
"Seperti yang sudah disampaikan kepada pihak pemeriksa kepolisian, obat itu diterima dari pihak sekolah dan sudah disampaikan ke polisi dan itu akan dibuktikan oleh kepolisian dalam prosesnya. Justru dia ga tahu itu obat apa yang pasti setelah minum obat itu anaknya merasa enakan," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, keluarga korban melaporkan pihak sekolah yang diduga abai dan melakukan tindakan intimidasi kepada korban atas kasus perundungan yang telah terjadi dalam setahun terakhir, sejak Februari 2022 lalu di mana korban duduk di kelas 3 hingga naik kelas 4 SD.
Dalam kurun waktu tersebut, korban disebut mengalami kekerasan fisik maupun psikis. Hingga memutuskan membuat laporan polisi pada 16 Oktober 2023.
Kuasa hukum menyebut, laporkan terkait keterlibatan orang dewasa ini merujuk pasal 76 C Undang-undang tentang perlindungan anak terkait siapapun yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, ataupun turut melakukan kekerasan terhadap anak.
Advertisement