Liputan6.com, Jakarta - Perayaan Hari Raya Waisak 2568 BE jatuh pada Kamis, 23 Mei 2024. Ada beberapa tempat di Indonesia yang bisa menjadi destinasi wisata untuk mengisi libur Hari Raya Waisak.
Agar momen Hari Raya Waisak lebih terasa, kamu bisa menjajal berbagai destinasi wisata yang berhubungan dengan ajaran agama Buddha. Menariknya, di Indonesia terdapat banyak destinasi wisata bagi umat Buddha, tetapi juga bisa dinikmati oleh masyarakat luas.
Mengutip dari kemenparekraf.go.id, berikut rekomendasi destinasi wisata Indonesia untuk libur Hari Raya Waisak:
Baca Juga
Advertisement
1. Candi Borobudur
Candi Borobudur wajib masuk ke dalam daftar destinasi wisata untuk libur Hari Raya Waisak. Salah satu dari lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) ini tercatat sebagai candi Buddha terbesar di dunia.
Setiap tahun, Candi Borobudur juga menjadi pusat perayaan Hari Raya Waisak Nasional yang berlangsung meriah dan khidmat. Puncak perayaan Waisak di Candi Borobudur biasanya ditandai dengan pelepasan ribuan lampion.
2. Candi Mendut
Selain Candi Borobudur, destinasi wisata candi lainnya yang bisa menjadi pilihan adalah Candi Mendut. Lokasinya yang tak jauh dari Candi Borobudur juga menjadikan Candi Mendut sebagai salah satu pusat rangkaian perayaan Hari Raya Waisak Nasional.
Adapun puncak perayaan Waisak di Candi Mendut berupa kirab oleh umat Buddha. Para biksu akan berjalan kaki menuju ke Candi Borobudur dengan memercikkan air suci dan bunga mawar putih ke arah umat dan warga di sepanjang jalan.
Candi Muaro Jambi
3. Candi Muaro Jambi
Pulau Sumatra juga memiliki candi bernama Candi Muaro Jambi yang merupakan perpaduan antara Hindu dan Buddha. Berdasarkan catatan sejarah, Candi Muaro Jambi merupakan tempat peribadatan dan belajar agama Buddha. Hal ini diperkuat dengan corak buddhisme dan penemuan tulisan aksara Jawa Kuno pada bangunan candi.
Dalam buku Travelnatic Magazine Vol 2, dijelaskan bahwa kawasan Candi Muaro Jambi memiliki luas 155.269,58 hektare, atau sepuluh kali lipat lebih luas dari kawasan situs Borobudur. Terdapat 11 candi utama di kawasan Candi Muaro Jambi, tetapi diperkirakan masih terdapat 82 reruntuhan yang masih tertimbun.
4. Klenteng Kwan Sing Bio
Klenteng Kwan Sing Bio berlokasi di Jalan Martadinata No.1, Karangsari, Tuban, Jawa Timur. Klenteng ini menjadi salah satu destinasi yang wajib dikunjungi saat libur Hari Raya Waisak karena merupakan klenteng terbesar se-Asia Tenggara dengan luas area 4-5 hektare.
Klenteng Kwan Sing Bio juga semakin menarik dengan adanya kepiting raksasa di atas gerbang klenteng. Selain itu, di klenteng ini juga terdapat patung Dewa Kwan Sing Tee Koen setinggi 30 meter. Patung tersebut tercatat sebagai patung panglima perang tertinggi di Asia Tenggara oleh Museum Rekor Indonesia (MURI).
5. Maha Vihara Mojopahit
Maha Vihara Mojopahit berada di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Vihara ini memiliki patung Buddha tidur terbesar ketiga di Asia Tenggara.
Patung tersebut memiliki panjang 22 meter, lebar 6 meter, dan tinggi 4,5 meter. Patung raksasa tersebut menggambarkan wafatnya Siddharta Gautama dan dibangun menghadap ke arah Selatan (kiblat umat Buddha).
Patung yang terlihat mewah dengan lapisan cat kuning keemasan ini semakin sakral karena terdapat relief perjalanan Buddha dalam mengajarkan dharma. Patung tersebut juga menggambarkan ajaran hukum sebab-akibat (karma).
6. Pulau Kemaro
Pulau Kemaro berjarak sekitar 6 km dari Jembatan Ampera. Terdapat klenteng Hok Tjing Rio dan Pagoda sembilan lantai di tengah-tengah Pulau Kemaro.
Selain itu, di pulau ini juga terdapat makam Tan Bun An (Pangeran) dan Siti Fatimah (Putri) yang saling berdampingan. Kisah cinta mereka konon menjadi legenda terbentuknya pulau ini.
7. Vihara Ksitigarbha Bodhisattva
Vihara Ksitigarbha Bodhisattva atau yang lebih dikenal dengan Vihara Seribu Patung berada di Jalan Asia Afrika KM 14, Tanjung Pinang. Sesuai namanya, di sini terdapat 580 patung yang menjadi daya tarik utama.
Sekilas, patung tersebut tampak sama, tetapi nyatanya patung tersebut memiliki tinggi berbeda, sekitar 1,7-2 meter serta memiliki ekspresi wajah yang berbeda-beda. Umat Buddha kerap menyebutnya sebagai Thousand Faces of Buddha.
(Resla)
Advertisement