Liputan6.com, Washington, DC - Joe Biden menyerang permintaan jaksa Pengadilan Pidana Internasional (ICC) untuk merilis surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan sejumlah pemimpin senior Hamas atas tindakan mereka di Jalur Gaza. Biden menyebutnya "sangat keterlaluan".
Presiden Amerika Serikat (AS) itu dengan jelas memihak Israel setelah jaksa ICC, Karim Khan, mengumumkan dia mengajukan surat perintah penangkapan atas Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant. Khan juga mengincar penangkapan tiga tokoh Hamas, yaitu Yahya Sinwar, Mohammed Diab Ibrahim al-Masri – lebih dikenal sebagai Mohammed Deif – dan Ismail Haniyeh atas serangan kelompok itu terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menjadi awal perang saat ini.
Advertisement
Pengumuman jaksa ICC memicu pernyataan Biden yang paling blak-blakan dalam mendukung Israel dalam beberapa bulan terakhir, di mana presiden AS itu menuduh ICC menerapkan persamaan moral yang salah antara negara Israel dan Hamas, kelompok militan yang telah menguasai Jalur Gaza sejak tahun 2006.
"Permohonan jaksa ICC untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel sangat keterlaluan," kata Biden seperti dilansir The Guardian, Selasa (21/5/2024).
"Dan biar saya perjelas: apa pun yang disiratkan oleh jaksa ini, tidak ada kesetaraan – tidak ada – antara Israel dan Hamas. Kami akan selalu mendukung Israel melawan ancaman terhadap keamanannya."
Dia mempertegas pandangannya tersebut dalam pidatonya pada Senin malam saat perayaan Bulan Warisan Yahudi Amerika, sebuah acara tahunan yang diadakan di Gedung Putih.
"Saya akan selalu memastikan bahwa Israel memiliki semua yang diperlukan untuk mempertahankan diri melawan Hamas dan semua musuhnya," ungkap Biden. "Kami ingin Hamas dikalahkan."
Menyebut jumlah korban sipil di Jalur Gaza "menyedihkan", Biden menambahkan bahwa pemerintahannya juga berupaya untuk menyatukan wilayah tersebut dan solusi dua negara, namun menekankan posisinya terhadap surat perintah ICC.
"Biar saya perjelas," ujarnya, "Kami menolak permohonan ICC untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel. Apa pun implikasi dari surat perintah ini, tidak ada kesetaraan antara Israel dan Hamas."
"Apa yang terjadi bukanlah genosida."
Jerman Juga Dukung Israel
Pernyataan Biden kembali ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang menegaskan AS "pada dasarnya menolak" keputusan untuk melakukan penangkapan pejabat Israel dan memperingatkan bahwa hal itu dapat membahayakan upaya untuk mencapai gencatan senjata.
Blinken juga menuduh ICC melampaui kewenangannya.
"AS sudah jelas sejak sebelum konflik saat ini bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi atas masalah ini," kata Blinken.
"ICC didirikan oleh negara-negara pihak sebagai pengadilan dengan yurisdiksi terbatas. Pembatasan tersebut berakar pada prinsip-prinsip saling melengkapi, yang tampaknya tidak diterapkan di sini di tengah ketergesaan jaksa dalam meminta surat perintah penangkapan dibandingkan memberikan kesempatan penuh dan tepat waktu kepada sistem hukum Israel."
Jerman juga menyuarakan dukungannya terhadap Israel dengan menggambarkan keputusan tersebut sebagai "kesetaraan palsu".
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan, "Permohonan surat perintah penangkapan secara bersamaan terhadap para pemimpin Hamas di satu sisi dan dua pejabat Israel di sisi lain telah memberikan kesan yang salah tentang kesetaraan."
Advertisement
Sambutan Baik Afrika Selatan
Afrika Selatan memuji permintaan jaksa ICC. Pernyataan dari kantor Presiden Cyril Ramaphosa menyatakan bahwa hal itu disambut baik.
"Hukum harus diterapkan secara adil kepada semua orang untuk menegakkan supremasi hukum internasional, menjamin akuntabilitas bagi mereka yang melakukan kejahatan keji dan melindungi hak-hak korban," demikian bunyi pernyataan tersebut.
Langkah ICC ini mengikuti kasus terpisah yang saat ini sedang disidangkan oleh pengadilan berbeda, yaitu Mahkamah Internasional (ICJ), mengenai tuduhan – yang diajukan oleh Afrika Selatan bahwa Israel melakukan genosida sebagai tanggapannya terhadap serangan Hamas pada Oktober 2023.
Israel dengan keras membantah tuduhan tersebut.
Dukungan pemerintahan Biden untuk Israel lantang menyusul ketegangan selama berminggu-minggu antara kedua sekutu mengenai rencana serangan Israel terhadap Kota Rafah di Gaza Selatan, di mana lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan.
Lebih dari 35.000 warga Palestina – mayoritas dari mereka adalah perempuan dan anak-anak – telah dibunuh oleh Israel dalam serangan balasan terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober. Pada hari itu, serangan Hamas diklaim Israel menewaskan setidaknya 1.200 orang.