Komisi X DPR Panggil Nadiem Makarim Bahas Kenaikan UKT Kampus Hari Ini, Selasa 21 Mei 2024

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyatakan, pihaknya ingin meminta keterangan lengkap dari Menteri Nadiem terkait kenaikan UKT di berbagai perguruan tinggi negeri.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 21 Mei 2024, 11:57 WIB
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim (tengah) bersama jajaran hadir dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi X di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/5/2023). Raker tersebut beragenda kesiapan pemerintah pusat dalam mendukung persiapan pengisian formasi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi X DPR RI memanggil Mendikbud Nadiem Makarim untuk meminta penjelasan terkait lonjakan UKT di berbagai perguruan tinggi negeri. 

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyatakan, pihaknya ingin meminta keterangan lengkap dari Nadiem terkait keluhan para mahasiswa tersebut.

“Untuk minta penjelasan terkait dengan protes teman mahasiswa yang terjadi di semua kampus Indonesia,” kata Huda di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (21/5/2024).

Komisi X akan menanyakan 3 hal, pertama penjelasan terkait kenaikan UKT diseluruh kampus  apakah sudah sepengetahuan dari pihak Kememdikbud.

“Kalau sepengetahuan kemendikbud, apakah kemendikbud memberikan persetujuan atau tidak,” kata Huda.

Kedua, Komisi X ingin mendapatkan penjelasan secara detail terkait pengelolaan managemen bantuan operasional yang selama ini diberikan kepada pihak kampus.

“Keluhan selama ini kan merasa dana operasional yang diberikan kampus masih sangat kurang, pertanyaanya jangan sampai malah direspons dengan pejabat kemendikbud yang menempatkan sebagai tersier education, itu artinya mau lepas tangan,” kata Huda.

Ketiga, Komisi X meminta kenaikan UKT untuk dibatalkan sememtara ditangguhkan atau dibatalkan.

“Kita ingin memastikan supaya teman sudah melampaui dedline tidak bisa membayar UKT, untuk dipastikan diafirmasi oleh pihak kemendikbud tetap bisa kuliah,” pungkasnya.

 


Sayangkan Pernyataan Kemendikbudristek

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. (Foto: Jaka/Man)

Sebelumnya, Komisi X menyayangkan pernyataan Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek Tjitjik Sri Tjahjani tentang pendidikan tinggi sebagai pendidikan tersier mendapat tanggapan banyak kalangan. Pernyataan tersebut kian menebalkan persepsi jika pendidikan tinggi bersifat elitis dan hanya untuk kalangan tertentu saja. 

“Kami prihatin dengan pernyataan Prof Tjitjik bahwa perguruan tinggi merupakan pendidikan tersier yang bersifat opsional atau pilihan. Bagi kami pernyataan itu kian menebalkan persepsi jika orang miskin dilarang kuliah. Bahwa kampus itu elit dan hanya untuk mereka yang punya duit untuk bayar Uang Kuliah Tunggal,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Sabtu  (18/5/2024). 

Huda mengatakan Pernyataan Pendidikan Tinggi itu pendidikan tersier itu benar tapi kurang tepat. Apalagi ini disampaikan oleh pejabat publik yang mengurusi pendidikan tinggi. Disampaikan dalam forum resmi temu media untuk menanggapi protes kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri.

“Kalau protes kenaikan UKT direspons begini ya tentu sangat menyedihkan,” tukasnya. 

Dia menegaskan pernyataan pendidikan tinggi bersifat tersier oleh pejabat tinggi Kemendikburistek bisa dimaknai jika pemerintah lepas tangan terhadap nasib mereka yang tidak punya biaya tapi ingin kuliah. Padahal di sisi lain pemerintah gembar-gembor ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045. Ingin memanfaatkan bonus demografi agar tidak menjadi bencana demografi.

“Tapi saat ada keluhan biaya kuliah yang tinggi dari mahasiswa dan masyarakat seolah ingin lepas tangan,” katanya. 

 


Angka Partisipasi Pendidikan Tinggi Masih Rendah

Politikus PKB ini mengungkapkan kesempatan mengenyam pendidikan tinggi di Indonesia bagi peserta memang relatif rendah. Berdasarkan data BPS tahun 2023 Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi Indonesia itu masih 31,45%.

Angka ini tertinggal dari Malaysia 43%, Thailand 49%, dan Singapura 91%. “Salah satu kendala faktor pemicu rendahnya angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia adalah karena persoalan biaya,” katanya. 

Di sisi lain, kata Huda anggaran pendidikan di Indonesia setiap tahun relatif cukup besar dengan adanya mandatory spending 20% dari APBN. Tahun ini saja ada alokasi APBN sebesar Rp665 triliun untuk anggaran pendidikan.

“Nah ini ada apa kok sampai ada kenaikan UKT besar-besaran dari perguruan tinggi negeri yang dikeluhkan banyak mahasiswa. Apakah memang ada salah kelola dalam pengelolaan anggaran pendidikan kita atau ada faktor lain” katanya.

Huda mengatakan saat ini Komisi X telah membuat Panitia Kerja (Panja) Biaya Pendidikan untuk menelusuri tata kelola anggaran pendidikan di tanah air.

Diharapkan Panja Biaya Pendidikan akan memunculkan rekomendasi terkait perbaikan tata kelola anggaran pendidikan baik menyangkut pola distribusi, penentuan subjek sasaran, hingga jenis program.

“Kami berharap rekomendasi Panja Biaya Pendidikan ini bisa menjadi acuan penyusunan RABPN 2025,” pungkasnya.

Infografis Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Pengganti BSNP (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya