PLN Terbitkan Sertifikat EBT untuk Produsen Bahan Baterai Kendaraan Listrik

PT PLN (Persero) menerbitkan sertifikat penggunaan listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) atau Renewable Energy Certificate (REC) ke Ceria Group, salah satu produsen utama bahan baterai kendaraan listrik di Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

oleh Septian Deny diperbarui 21 Mei 2024, 16:30 WIB
Pelajar SMK 26 dan SMK 1 Jakarta melakukan konversi mobil berbahan bakar minyak (BBM) menjadi mobil listrik (baterai) di Lapangan Sekolah SMK 26 Jakarta, Selasa (31/10/2023). Pelajar SMK 26 dan SMK 1 Jakarta berhasil mengonversi mobil berbahan bakar minyak menjadi listrik berkat kerja sama Dinas Pendidikan dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN). (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta PT (Persero) menerbitkan sertifikat penggunaan listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) atau Renewable Energy Certificate (REC) ke Ceria Group, salah satu produsen utama bahan baterai kendaraan listrik di Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

CEO Ceria Group Derian Sakmiwata mengatakan, Ceria menjadi pionir pemakai REC di industri pemurnian nikel yang terintegrasi (mine mouth smelter) dan langkah ini merupakan bagian dari upaya perusahaan dalam mendukung industri nikel yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa setiap tahap produksi nikel Ceria didukung oleh energi yang ramah lingkungan, dengan sumber energi listrik sebagian besar berasal dari pembangkit listrik tenaga air, angin, mesin gas dan lainnya.

“Dengan dukungan PLN, Ceria siap berada di baris terdepan dalam transformasi industri nikel menuju masa depan yang berkelanjutan. Langkah ini menunjukkan komitmen Ceria sebagai pelopor dalam produksi green nickel, yang memberikan manfaat nyata bagi lingkungan, masyarakat, dan bangsa,” kata Derian, Selasa (21/5/2024).

REC merupakan langkah PLN dalam mendukung penggunaan energi bersih dan terbarukan, sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia dalam mengurangi emisi karbon.

REC yang diterbitkan oleh PLN dengan pengakuan internasional melalui APX, Inc. berbasis di Amerika Serikat, sebagai operator dari Tradable Instrument for Global Renewables (TIGRs), yang menyatakan bahwa listrik yang digunakan Ceria berasal dari sumber energi terbarukan, dengan setiap 1 unit sertifikat REC mewakili konsumsi energi listrik 1 Megawatt-hour (MWh).

Perjanjian Pembelian REC

Selain menandatangani perjanjian pembelian REC, PLN dan Ceria melakukan perjanjian Pinjam Pakai Lahan untuk Pembangkit Listrik Inter Temporal Capacity (ITC).

Perjanjian REC dan ITC antara Ceria dan PLN dilakukan untuk memastikan komitmen Ceria dalam memproduksi green nickel product dengan proses pyrometallurgy melalui teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan Ferronickel dengan kadar nikel sebesar 22 persen, Nickel Matte Converter menghasilkan kadar nikel yang lebih tinggi diatas 73 persen dan proses hydrometallurgy melalui teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).

"Sertifikat REC juga memastikan produk nikel Ceria memiliki jejak karbonminimal (green footprint) yang mendukung aspek keberlanjutan, bagian dari kebijakan Environmental, Social and Governance (ESG) perusahaan. Penggunaan sertifikat REC oleh Ceria akan naik secara bertahap dari sekitar 80 ribu unit di tahun 2024 menjadi 2,2 juta unit di tahun 2030,” tuturnya.

 


Amendemen Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik

Petugas PLN melakukan pengecekan baterai yang menyimpan listrik dari PLTS Temajuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Dengan menggunakan baterai, daya listrik yang diproduksi pada siang hari dapat digunakan 24 jam oleh masyarakat di perbatasan Indonesia - Malaysia.

Di kesempatan yang sama juga dilakukan Amendemen Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) antara PLN dan Ceria dengan total kapasitas 414 MVA atau sekitar 352 MW, merupakan penyempurnaan terkait aspek teknis dan administratif dari PJBTL yang telah ditandatangani di tahun 2018. Pasokan listrik akan mulai dialirkan secara bertahap mulai pertengahan tahun 2024.

PLN akan menyediakan tambahan daya listrik dengan menggunakan Barge Mounted Power Plant (BMPP) atau Pembangkit Listrik Terapung berbahan bakar gas dengan kapasitas 2 x 60 MW dengan fasilitas pelabuhan dan fasilitas pendukung di area Ceria dengan target akan dibangun oleh afiliasi PT PLN, Indonesia Power (IP).

Target pembangunan pelabuhan, tangki LNG dan fasilitas regasifikasi LNG di area Ceria akan dilakukan oleh afiliasi PT PLN, Energi Primer Indonesia (EPI). Derian menambahkan

“BMPP berbahan bakar gas akan terhubung dengan Gardu Induk Smelter PLN Kolaka untuk menjaga kehandalan listrik smelter Ceria," tutupnya.


PLTU Tinggalkan Batu Bara Beralih ke Biomassa, Bikin Untung atau Buntung?

Pekerja menyelesaikan pekerjaan jaringan SUTET di Tangerang, Banten, Senin (2/1/2021). PT PLN (Persero) memiliki pasukan khusus yang terlatih melakukan pemeliharaan, perbaikan, dan penggantian perangkat isolator, konduktor maupun komponen lainnya pada jaringan listrik. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Penggantian batu bara dengan biomassa sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau cofiring dinilai memiliki beragam berdampak positif, baik untuk lingkungan dan perekonomian masyarakat.

Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB University Dr Meika Syahbana Rusli mengatakan, pemanfaatan biomassa sebagai substitusi batubara di PLTU dinilai berdampak positif pada pengurangan emisi yang dihasilkan dari pembakaran batu bara, sehingga sejalan dengan upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Selain itu, pelaksanaan program cofiring biomassa dinilai cocok dilakukan di Indonesia dimana potensi lahan kering terhitung cukup besar.

"Lahan kering ini cocok ditanami untuk tanaman energi. Lahan kering ini masih banyak yang tidak produktif, yang hanya ditumbuhi alang-alang, rumput-rumputan atau pepohonan yang tidak termanfaatkan. Di Pulau Jawa, ada 1 juta hektar lahan kering yang potensial dimanfaatkan untuk tanaman energi," kata Meika, Senin (20/5/2024).Meika mengungkapkan, selama ini pemanfaatan biomassa hanya bersumber dari limbah seperti dahan-dahan kering pepohonan yang tidak termanfaatkan ataupun dengan serbuk gergaji.

Program hutan energi dinilai dapat menjadi solusi yang tepat untuk mendorong pemanfaatan biomassa dalam rangka mengejar target pengurangan emisi lewat program cofiring PLTU.

Hutan Tanaman EnergiSalah satu program hutan tanaman energi sebelumnya telah digagas oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di beberapa wilayah seperti Cilacap Jawa Tengah, Tasikmalaya Jawa Barat dan Gunung Kidul Yogyakarta.

Meika menilai, program ini perlu diperbanyak dengan terus melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat setempat. Apalagi, implementasi hutan energi memiliki manfaat yang berkelanjutan dimana pohonnya dapat tetap tumbuh untuk jangka panjang sebab hanya dahan atau rantingnya yang akan digunakan.

"Jadi ini juga ramah lingkungan, sustainable bahan baku dari tanaman energi ini atau kayu yang besar dipanen kemudian ditanam lagi kayu disana. Artinya budidayanya berlanjut. Ini akan memelihara lingkungan juga menjadi teduh, tidak banyak lahan terbuka, tidak ada erosi," jelas Meika.

 


Pemanfaatan Lahan

PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)

Meika menambahkan, pemanfaatan lahan yang terbuka sebagai hutan tanaman energi dapat mengatasi permasalahan lahan kritis.

Selain itu, program ini juga berpotensi mendorong pertambahan nilai ekonomi untuk masyarakat. Pemanfaatan biomassa dari pohon yang ditanami oleh masyarakat dapat berdampak positif untuk perekonomian masyarakat.

"Jadi bisa juga menimbulkan sirkular ekonomi di masyarakat. Ada manfaat ekonomi langsung yang bisa dirasakan oleh masyarakat. Ini benar-benar ekonomi kerakyatan," terang Meika.

Meika menjelaskan, ada beberapa jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan seperti Kaliandra, Gamal dan Lamtoro.

"Nanti, dahan-dahannya bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar biomassa sementara daunnya dapat digunakan untuk pakan ternak," pungkas Meika.

Implementasi program hutan energi dengan melibatkan masyarakat pun diharapkan dapat ikut mendorong terbentuknya organisasi kelompok tani di wilayah-wilayah yang menjadi sasaran program.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya