Liputan6.com, Medan Puluhan jurnalis di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Mereka menilai, salah satu pasal yang terdapat di RUU Penyiaran sebagai pembungkaman karya jurnalistik investigasi.
Unjuk rasa berlangsung di depan Gedung DPRD Sumut, Jalan Iman Bonjol, Kota Medan. Para jurnalis yang unjuk rasa berasal dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumut, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI).
Para jurnalis menyoroti Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang terdapat dalam RUU Penyiaran. Pasal tersebut tertulis melarang menawarkan karya jurnalistik investigasi. Pasal ini sangat merugikan jurnalis dalam peliputan yang akan disajikan kepada publik.
Baca Juga
Advertisement
"Apakah ini bentuk ketakutan pemerintah terhadap jurnalis? Kedatangan kami ke DPRD Sumut ini meminta agar anggota dewan yang terhormat menyampaikan aspirasi kami," ucap Prayugo Utomo, salah satu jurnalis saat berorasi, Selasa (21/5/2024).
Jurnalis lainnya, Harizal, yang juga berorasi, menjelaskan, dalam RUU tersebut tanpa melibatkan Dewan Pers dan jurnalis di Indonesia. "Ada apa dengan pemerintah terhadap RUU Penyiaran ini," ujarnya.
"Menurut dugaan kita, mereka (pemerintah) tidak melibatkan organisasi jurnalis di Indonesia dalam penyetujuan RUU," ucap Harizal lagi, yang merupakan perwakilan dari IJTI Sumut.
Anti RUU Penyiaran
Ketua IJTI Sumut, Tuti Alawiyah mengungkapkan, aksi unjuk rasa yang mereka lakukan sebagai bentuk anti dengan RUU Penyiaran, karena sangat merugikan jurnalis dan produk jurnalistik yang akan disampaikan kepada publik.
"Kita gabungan dari Jurnalis Anti Pembungkaman yang ada di Sumut. Kita melaksanakan aksi ini, di mana kita sangat menyayangkan RUU Penyiaran, yang salah satunya tentang jurnalisme investigasi," sebutnya.
Tuti juga menyampaikan kekecewaannya terhadap RUU Penyiaran. Menurutnya, sangat disayangkan jika RUU tersebut lolos dari Komisi I DPR RI yang notabene membidangi hal-hal terkait jurnalisme investigasi.
"Salah satu komisioner di Komisi I DPR RI merupakan mantan jurnalis, sehingga mereka sepatutnya memahami pentingnya kebebasan pers," ungkapnya.
Advertisement
Berdampak Negatif Bagi Jurnalis
Disebutkan Tuti, pembatasan dan aturan-aturan yang akan diatur dalam RUU Penyiaran akan berdampak negatif terhadap profesi jurnalis dan akses masyarakat terhadap informasi. Mereka memutuskan untuk menolak RUU Penyiaran.
"Dengan adanya pembatasan dan aturan-aturan yang akan dibuat nantinya, akan memengaruhi profesi dan kerja kita terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi," tegasnya.
DPRD Sumut turut merespons protes para jurnalis. Pihak DPRD akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas isu ini lebih lanjut.
Usai berorasi sekitar 1 jam, para jurnalis diterima Wakil Ketua DPRD Sumut, Rahmansyah Sibarani. Anggota dewan itu mengatakan, bersama 4 pimpinan DPRD Sumut mengundang para jurnalis untuk kembali menyampaikan tuntutan pada Senin, 27 Mei 2024.
"Secara kelembagaan, kita mengundang saudara-saudara yang akan kita bahas bersama-sama pimpinan DPRD Sumut," tandasnya.
Poin Kontroversial
Salah satu poin kontroversial dalam RUU Penyiaran adalah larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) dalam RUU memuat larangan penyiaran jenis ini.
Hal itu menuai polemik dan mayoritas masyarakat pers menolak ketentuan tersebut. Dewan Pers, sebagai lembaga konstituen pers, juga menegaskan penolakannya terhadap RUU Penyiaran ini, dan menyebutnya sebagai upaya terbaru pemerintah untuk membungkam kemerdekaan pers.
Protes jurnalis anti pembungkaman di Sumut ini menunjukkan kepedulian mereka terhadap kebebasan pers dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkualitas.
Mereka berharap pemerintah dapat mengakomodasi aspirasi dan keprihatinan mereka terkait RUU Penyiaran, sehingga kebebasan pers bisa tetap terjaga dan jurnalisme investigasi dapat terus berkembang.
Advertisement