Liputan6.com, Jakarta - Ibadah kurban dalam Islam berakar dari peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Kisah ini mengandung nilai-nilai pengorbanan, ketaatan, dan kepasrahan kepada Allah SWT, yang menjadi teladan bagi umat Muslim dalam menjalankan ibadah kurban.
Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk menyembelih putranya, Ismail, sebagai bentuk ketaatan dan pengorbanan.
Meskipun sangat berat, Ibrahim menyampaikan perintah Allah ini kepada Nabi Ismail AS. Dengan penuh ketundukan, Ismail menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (QS. As-Saffat: 102).
Mereka berdua bersiap untuk melaksanakan perintah tersebut. Ketika Ibrahim hampir melaksanakan perintah itu, Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba.
Peristiwa ini menunjukkan ketaatan yang luar biasa dari Ibrahim dan Ismail, dan Allah menyelamatkan Ismail serta memberikan rahmat-Nya kepada mereka.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Nabi Muhammad SAW Selalu Berkurban
Mengutip voa-islam.com, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan, sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat musholla kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim, namun hadits ini mauquf)
Tingginya kedudukan sunnah ini sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya setelah disayariatkannya. Yakni selama sepuluh tahun sesudah beliau tinggal di Madinah.
Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu 'Anhuma, berkata:
أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ يُضَحِّي
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam selama sepuluh tahun tinggal di Madinah, beliau selalu menyembelih kurban.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, sanadnya hasan).
Advertisement
Pendapat Para Ulama
Dari sikap beliau ini sebagian ulama mengistimbatkan bahwa hukum berkurban itu wajib. Namun menurut penulis Tuhfah al-Ahwadzi, “Hanya semata Muwadhabah (senantiasa)-nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakanya tidak lantas menjadi dalil wajibnya.” Ini sesuai judul bab yang dibuat Imam al-Tirmidzi, “Bab: Dalil bahwa berkorban adalah sunnah.”
Imam Al-Tirmidzi menguatkan pendapatnya dalam bab yang disusunnya di atas dengan hadits dari Jabalah bin Suhaim, ada seseorang yang bertanya kepada Ibnu Umar tentang udhiyah (berkurban), apakah ia wajib? Kemudian beliau menjawab:
ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمُونَ
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan kaum muslimin (para sahabatnya) berkurban.“
Laki-laki tadi mengulangi pertanyaannya. Kemudian beliau menjawab: “Apakah kamu paham bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan kaum muslimin menyembelih berkurban.”
Al-Hafidz dalam Fathul Baari berkata, “Sepertinya Al-Tirmidzi memahami sikap Ibnu Umar yang tidak menjawab “Ya” bahwa beliau tidak berpendapat wajib. Karena sebatas perbuatan saja tidak menunjukkan hal itu (wajib). Sepertinya beliau mengisyarakatkan dengan perkataannya “dan kaum muslimin” bahwa hal itu bukan kekhususan (Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam). Sementara Ibnu Umar sangat bersemangat mengikuti perbuatan-perbuatan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam karenanya beliau tidak secara jelas menjawab tidak wajib.”
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul